Pengertian Pembelajaran Mandiri Kreatif
Pembelajaran mandiri
kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat
memunculkan kretaivitas peserta didik di kelas. Dalam konteks ini, guru
dituntut untuk mampu menciptakan kelas yang mampu merangsang peserta didik
untuk memunculkan kreativitasnya baik dalam konteks kreativitas berpikir maupun
kreativitas dalam melakukan sesuatu. Dalam konteks ini maka istilah yang sesuai
dengan model pembelajaran Mandiri Kreatif adalah “cara belajar peserta
didik aktif” atau lebih populer dikenal dengan istilah CBSA. Karena salah satu
cakupan dalam CBSA sebagaimana diknyatakan M. Uzer dkk:
Bahwa dengan belajar peserta didik
aktif maka peserta didik memperoleh perbuatan dan pengalaman langsung dalam
pembentukan keterampilan, baik keterampilan berpikir maupun keterampilan dalam
melakukan sesuatu.[1]
Empat tahap yang harus
dilakukan guru untuk melaksanakan pembelajaran kretaif (creative learning)
yaitu:
1) Persiapan, yaitu proses pengumpulan
berbagai informasi untuk diuji;
2) Inkubasi, yaitu rentang waktu untuk
merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai memperoleh keyakinan bahwa
hipotesis tersebut rasional;
3) Iluminasi, yakni kondisi menemukan
keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat dan rasional;
4) Verivikasi, yaitu pengujian kembali
hasil hipotesis tersebut untuk dijadikan sebuah rekomendasi.[3]
Ciri-ciri Pembelajaran Mandiri
Kreatif
Model
pembelajaran Mandiri Kreatif mempunyai banyak ciri yang intinya
menekankan pada kemandirian peserta didik. Dalam hal ini peserta didik lebih
banyak waktu bergelut dengan berbagai sumber belajar yang dapat digunakannya
dalam pemecahan masalah. Maka jika dilihat dari konteks belajar berdasarkan
sumber, ciri-ciri pembelajaran Mandiri Kreatif, menurut Nasution adalah:
(1) Memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi
pelajaran dan memberi kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan
mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia; berarti dapat digunakan segala
macam metode yang dianggap paling serasi untuk tujuan tertentu, (2) Berusaha
memberi pengertian kepada peserta didik tentang luas dan aneka ragamnya
sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar; mereka diajarkan
teknik melakukan kerja lapangan, menggunakan perpustakaan, buku referensi,
sehingga mereka lebih percaya akan diri sendiri dalam belajar., (3) Berhasrat
untuk mengganti pasivitas peserta didik dalam belajar tradisional dengan
belajar aktif didorong oleh minat dan keterlibatan diri dalam pendidikannya;
apa yang dipelajari hendaknya mengandung makna baginya, penuh variasi. Peserta
didik sendiri turut menentukan dan turut memilih apa yang akan dilakukannya,
(4) Berusaha untuk meningkatkan motivasi belajar dengan menyajikan berbagai
kemungkinan tentang bahan pelajaran, metode kerja, dan medium komunikasi, yang
berbeda sekali dengan kelas yang konvesional yang mengharuskan peserta didik
belajar yang sama dengan cara yang sama; motivasi timbul bila peserta didik
sendiri turut menentukan kegiatan belajar atau melakukan kegiatan-kegiatan
dalam batas kesanggupannya, (5) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerja menurut kecepatan dan kesanggupan masing-masing dan tidak dipaksa
bekerja menurut kecepatan yang sama dalam hubungan kelas; menggunakan kecepatan
yang sama bagi semua peserta didik dapat berarti bahwa kecepatan itu tidak
sesuai bagi kebanyakan anak yan dapat mengakibatkan bahwa tidak tercapai hasil
belajar yang diinginkan, (6) Lebih fleksibel dalam penggunaan waktu; cara
belajar ini tidak diharuskan belajar bersama dalam ruang yang sama pada waktu
yang sama, namun tidak berarti bahwa jadwal pelajaran dibuang sama sekali, (7)
Berusaha mengembangkan kepercayaan akan diri sendiri dalam hal belajar yang
memungkinkan untuk melanjutkan belajar sepanjang hidupnya; peserta didik
dibiasakan mencari dan menemukan sendiri sehingga ia tidak selalu bergantung
pada orang lain.[4] Jadi
dalam pembelajaran kreativ peserta didik benar-benar dibimbing untuk dapat
belajar secara mandiri dan aktif dengan tidak dikekang oleh keadaan intern
individual maupun lingkungan eksternalnya.
Sund
(1975) dalam Slameto menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat
dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Hasrat keingintahuan yang cukup
besar;
b. Bersikap terbuka terhadap pengalaman
baru;
c. Panjang akal;
d. Keinginan untuk menemukan dan
meneliti;
e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat
dan sulit;
f. Cenderung mencari jawaban yang luas
dan memuaskan;
g. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif
dalam melaksanakan tugas;
h. Berpikir fleksibbel;
i.
Menangapi
pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban yang lebih banyak;
j.
Kemampuan
membuat analisis dan sintesis;
k. Memiliki semangat bertanya serta
meneliti;
l.
Memiliki
daya abstraksi yang cukup baik;
m. Memiliki latar belakang membaca yang
cukup luas.[5]
[1]Moh. Uzer
Usman, dkk, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Cet. II
(Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 87
[2]Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi, Cet. V (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 136
[3]Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama
dan Pembangunan Watak Bangsa (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), h.
157
[4]Nasution, Berbagai Pendekatan dalam
Proses Belajar dan Mengajar, Cet. XIV (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.
26-28
[5]Slameto, op.cit., h. 147-148
No comments:
Post a Comment