Kebanyakan ulama berpendapat
bahwa peletak pertama dasar-dasar ilmu Nahwu adalah Abu al-Aswad Zalim bin
Sufyan al-Du’ali (w.69 H/688 M),[1]
seorang ahli qira’ah (qiraat) dari Basra. Ilmu Nahwu lahir, tumbuh, dan
berkembang di Basra, yang pada periode-periode berikutnya tersebar ke beberapa
negeri Islam lainnya, seperti Kufah, Bahghdad, Andalusia, dan Mesir. Kelahiran
ilmu Nahwu ini tidak dapat dilepaskan dari peranan Abu al-Aswad al-Du’ali
sebagai orang pertama yang meletakkan dasar-dasar ilmu ini. Is bersama dua
orang muridnya, Nashr bin Ashim dan Abdurrhaman bin Hurmuz, baru sampai pada
usaha memberi harakat bagi huruf terakhir kata-kata yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan memberi titik bagi huruf-huruf hijaiyyah (abjad) yang
harus memiliki titik dalam mushaf (kitab) Al-Qur’an agar dapat
dibedakan dari huruf-huruf hijaiyyah yang tidak memiliki titik.[2]
Dasar-dasar ilmu Nahwu yang
telah diletakkan itu kemudian dikembangkan oleh ulama-ulama berikutnya yang
juga merupakan murid-murid mereka, seperti Ibnu Abu Ishaq (w. 117 H/735 M),
ulama Nahwu pertama di Basra yang telah meletakkan kaidah-kaidah Nahwu. Lalu
disusul oleh dua orang muridnya, Isa bin Umar As-Saqafi (100 H/718 M) dan
al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi al-Basri (175 H/791 M),[3]
yang telah berusaha memperkuat kaidah-kaidah dasar sebelumnya. Al-Khalil bin
Ahmad sendiri berhasil mempertajam ilmu nahwu dengan membuat kaidah-kaidah yang
berhubungan dengan pembentukan (abniya), pemecahan (isytiqaq),
perubahan (i’lal), dan penggantian (ibdal) dalam Nahwu, disamping
memperbaiki teori ’awamil (kata-kata yang mengubah keadaan kata yang
lain) dan ma’mulat (kata-kata yang berubah karena dipengaruhi oleh kata
sebelumnya dan menetapkan kaidah-kaidah sama’i (berdasarkan kebiasaan
dan sifat bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa ibu), ta’lil (perubahan
kata yang disebabkan oleh alasan-alasan tertentu), dan qiyas (analogi
bentuk kata).[4]
Pengembanagan ilmu Nahwu ini dilakukan pula oleh
murid-muridnya, diantaranya Abu Bisyr Amar bin Usman bin Qanbar yang dikenal
dengan nama Imam Sibawaih. Ia telah menyusun satu buku Nahwu dengan judul Al-Kitab,
yang oleh kebanyakan ulama dianggap sebagai kitab utama ilmu Nahwu (Qur’an
al-Nahwi),[5]
yang belum ada taranya baik sebelum maupun sesudahnya.
No comments:
Post a Comment