Sebagai suatu model
pembelajaran, Mandiri Kreatif berakar pada dimensi individu dimana model
ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari kemampuan dirinya
sendiri dalam berkreasi dan bereksplorasi. Model ini lebih memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan potensi yang ada pada
dirinya, terutama kemampuan untuk berpikir aktif dan bertindak kreatif dalam
pemecahan masalah. Menurut Nasution (2010: 4), tujuan pembelajaran bukan hanya
penguasaan prinsip-prinsip yang fundamental, melainkan juga mengembangkan sikap
positif terhadap belajar, penelitian, dan penemuan serta pemecahan masalah atas kemampuan
sendiri.[1]
Berpijak dari konsep
pembelajaran dengan model Mandiri Kreatif di atas, penulis berpendapat
model tersebut sangat cocok digunakan untuk menyampaikan materi keterampilan
seni kaligrafi di Madrasah Aliyah karena selain pengenalan bentuk-bentuk seni
kaligrafi, model pembelajaran Mandiri Kreatif juga meliputi pengenalan
jatidiri peserta didik yang membawanya pada kesadaran bersikap, berpikir,
berkerasi, dan bertanggung jawab, serta makna-makna dan nilai-nilai di mana
karya seni kaligrafi itu dihasilkan. Tetapi karena pembahasan konsep materi
pelajaran keterampilan seni kaligrafi yang demikian luas maka perlu dicarikan
jalan atau cara untuk membantu dan memudahkan peserta didik dalam mempelajari
seluruh materi.
Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama ini terutama pada proses
pembelajaran yang sangat kurang membangkitkan motivasi atau minat peserta didik
dalam pembelajaran keterampilan seni kaligrafi, serta hasil belajar yang kurang
memuaskan telah menuntun penulis untuk menawarkan suatu jalan atau cara dengan
model pembelajaran Mandiri Kreatif dalam rangka membantu dan memudahkan
peserta didik untuk menguasai seluruh materi pembahasan tentang keterampilan
seni kaligrafi. Jalan atau cara ini dipilih penulis karena terilhami lagi-lagi
oleh pendapat Nasution, bahwa metode pengajaran banyak ditentukan oleh tujuan.
Bila topik yang dihadapi itu luas seperti dalam pengajaran unit, berbagai ragam
metode akan perlu digunakan. Terhadap materi pelajaran seperti drama, seni
rupa, musik, pekerjaan tangan, dan semua yang menuntut keterampilan (skill),
metode itu akan mengandung unsur-unsur kreatif.[2]
Kreativitas merupakan
istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun di luar
sekolah. Pada umumnya orang menghubungkan kreativitas dengan produk-produk
kreasi; dengan perkataan lain, produk-prodeuk kreasi itu merupakan hal yang
penting untuk menilai kreativitas, tipe-tipe produk kreasi yang bagaimanakah
yang memenuhi standar kreativitas.
Pada hakekatnya,
pengertian kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang
menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Ini
sesuai dengan peumusan kreativitas secara tradisional, yang dibatasi sebagai
mewujudkan sesuatu yang baru dalam kenyataan. Sesuatu yang baru itu mungkin
berupa perbuatan atau tingkah laku; suatu bangunan mislanya sebuah gedung,
hasil-hasil kesusateraan, dan lain-lain.[3]
Penerapan model
pembelajaran Mandiri Kreatif dalam pembelajaran keterampilan seni
kaligrafi didasarkan pada asumsi bahwa materi pembelajaran yang menuntut sebuah
kreatifitas tentu memerlukan sebuah pendekatan, metode, atau cara yang selaras
untuk menuntun peserta didik mencapai pada kreatifitas itu. Sedangkan apa yang
disebut kreatifitas sangat bersifat individual, karena tidak semuanya peserta
didik memiliki kemampuan kreatifitas yang sama atau pun setara. Getzels dan
Jackson (1962) mengatakan bahwa peserta didik yang tingkat kecerdasannya (IQ)
tinggi berbeda-beda kreativitasnya dan peserta didik yang kreativitasnya
tinggi berbeda-beda kecerdasannya.[4]
Sehubungan dengan hal itu, Bruner berpendapat
bahwa sekolah harus dapat menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk maju
dengan cepat sesuai dengan kemampuan peserta didik dalam suatu mata pelajaran.
Dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta
didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan
proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan ”discovery learning
enviroment”, ialah lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan
eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang
mirip dengan yang sudah diketahui.[5]
No comments:
Post a Comment