Kata qawa’id berasal
dari kata qa’idah artinya dasar, alas, fundamen[1].
Istilah Qawa’id disandarkan pada satu didsiplin ilmu yang berhubungan dengan
tata bahasa Arab. Nama lain qawa’id ialah nahu yang dipadankan
dengan sharaf, sehinnga menjadi Nahwu Sharaf, yaitu suatu ilmu yang
mengulas tentang gramatika (dasar-dasar) ilmu tata bahasa Arab.[2]
Dengan kata lain pembahasan tentang qawa’id tidak bisa lepas dari
pembahasan kedua istilah tersebut.
1. Ilmu Nahwu
Hasyiyah
Al-Khudhory seperti dikutip Shofwan (2005), mengemukakan bahwa secara bahasa
lafadz ”Nahwu” memiliki enam makna yaitu: (1) l-Qashdu (menyengaja); (2)
al-Jihat (arah); Contoh: ”nahawtu nahwal bait” (saya menyengaja
ke arah rumah), (3) al-Mitsl (seperti); Contoh: ”zaidun nahwu ‘umar” (Zaid
seperti Umar), (4) al-Miqdar (kira-kira); Contoh: ”‘indiy nahwu alfin”
(Saya memiliki kira-kira seribu), (5) al-Qism (bagian); Contoh: “hadza
‘ala khamsati anha’in” (Perkara ini ada lima bagian), dan (6) al-Ba’dh (sebagian);
”akmaltu nahwas samakati” (Saya telah memakan sebagian ikan).[3]
|
ﻋﻠﻢ ﺒﺄﺼﻭﻞ ﻤﺳﺘﻧﺒﻄﺔ ﻤﻦ ﻜﻼﻢ ﺍﻠﻌﺮﺐ ﻴﻌﺮﻒ ﺒﻬﺎ ﺃﺤﻜﺎﻢ ﺍﻠﻜﻠﻤﺎﺖ ﺍﻠﻌﺮﺒﻴﺔ ﺤﺎﻞ ﺇﻓﺮﺍﺪﻫﺎ ﻭﺤﺎﻞ ﺗﺮﻜﻴﺒﻬﺎ.
”Suatu ilmu tentang kaidah-kaidah
(pokok-pokok) yang diambil dari kalam Arab, untuk mengetahui hukum-hukum
kalimat-kalimat Arab ketika tidak disusun dan keadaan kalimat ketika ditarkib”.[4]
Pengertian yang pertama ini
diucapkan untuk istilah fan ilmu Nahwu
yang mencakup Ilmu nahwu dan Sharaf atau juga disebut ilmu bahasa Arab.
Sedangkan pengertian Nahwu yang kedua adalah sebagai berikut:
ﻋﻠﻢ ﺒﺄﺼﻭﻞ ﻤﺳﺘﻧﺒﻄﺔ ﻤﻦ ﻗﻭﺍﻋﺪ ﺍﻠﻌﺭﺐ ﻴﻌﺭﻒ ﺒﻬﺎ ﺃﺣﻭﺍﻞ ﺃﻭﺍﺨﺮﺍﻠﻜﻠﻢ ﺇﻋﺭﺍﺑﺎ ﻭﺒﻨﺎﺀ
”Ilmu tentang pokok-pokok yang diambil
dari kaidah-kaidah Arab, untuk mengetahui keadaan akhirnya kalimat dari segi
i’rab dan mabni”.[5]
Dalam penegrtian ini Nahwu
ditunjukkan untuk ilmu yang menjadi perbandingan dari ilmu Sharaf, sesuai
dengan defenisi yang ditulis dalam buku ”Al-Jurumiyah” terbitan pondok
pesantren Sirojul Mukhlasin yang menyatakan bahwa ilmu Nahwu adalah ilmu yang
digunakan untuk mengetahui perubahan-perubahan kalimat arabiyah yang
berhubungan dengan i’rab dan bina’.[6]
Ilmu Nahwu adalah salah satu
cabang ilmu bahasa Arab yang mempelajari kaidah-kaidah yang berhubungan dengan
susunan kata-kata dalam kalimat bahasa Arab.[7]
Cabang ilmu ini memfokuskan pengkajian pada keadaan baris huruf terakhir
kata-kata bahasa Arab yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kata dalam
kalimat. Nama lain dari ilmu Nahwu ialah ilmu qawa’id (ilmu tata bahasa
Arab). Penyebutan ilmu Nahwu ini sering dikaitkan dengan Sharaf (menjadi Nahwu
Sharaf), suatu cabang ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan bentuk kata
bahasa Arab.[8]
Obyek kajian ilmu Nahwu ialah
baris akhir suatu kata dalam kalimat bahasa Arab dan perubahan-perubahan
kedudukan dalam kalimat, dengan menggunakan tanda-tanda (alamat) tertentu.
Dengan adanya perubahan-perubahan ini, dalam ilmu Nahwu dikenal berbagai
istilah, seperti marfu’ (yang dibaca dengan bacaan-bacaan yang sama
dengan bunyi vokal /u/), manshub (yang dibaca dengan bacaan-bacaan yang
sama dengan bunyi vokal /a/), majrur (yang dibaca dengan bacaan-bacaan
yang sama dengan bunyi vokal /i/), dan majzum (yang dibaca dengan
bacaan-bacaan konsonan yang yang tidak diiringi bunyi-bunyi /a/, /u/, /i/
dengan tanda-tanda antara lain dhammah (bebunyi /u/), fathah (berbunyi
/a/), kasrah (berbunyi /i/), dan sukun (tanda baca mati).
Istilah-sistilah lain yang juga dikenal dalam ilmu Nahwu ini ialah mu’rab dan
mabni. Istilah mu’rab digunakan untuk kata-kata yang selalu
mengalami perubahan baris huruf akhirnya karena perubahan kedudukan dalam
kalimat, sedangkan istilah mabni digunakan untuk kata-kata yang keadaan
baris huruf akhirnya tidak pernah berubah, walaupun terjadi perubahan
kedudukannya dalam kalimat.[9]
2. Faedah Mempelajari Ilmu Nahwu
Faedah ilmu Nahwu adalah untuk
menjaga lisan dari kesalahan dan sebagai pengantar untuk memahami Al-Qur’an dan
Hadits.[10]
Secara lebih lengkap ada
beebrapa faedah yang dapat diambil dari mempelajari ilmu Nahwu, seperti
dikemukakan dalam buku Ensiklopedi Islam antara lain:
a. Untuk memahami susunan kata-kata Arab yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang merupakan dua sumber utama hukum
Islam; dengan ilmu Nahwu ini seseorang akan dapat memahami agama (yang ditulis
dalam bahasa Arab) secara baik dan benar;
b. Untuk dapat menyusun kata-kata Arab dalam
susunan yang benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu Nahwu;
c. Untuk dapat menentukan kedudukan-kedudukan
kata dan memahami pengertian suatu kalimat dengan benar;
d. Untuk dapat menyusun kalimat-kalimat
bahasa Arab menurut susunan dan bentuk yang benar.[11]
Ilmu Nahwu merupakan salah satu mata aji yang
menduduki cukup penting dalam dunia pendidikan pesantren. Pesantren, sebagai
lembaga pendidikan Islam, selain menempatkan Al-Qur’an dan Hadits pada posisi
utama sebagai sumber utama hukum Islam yang keduanya berbahasa Arab, umumnya
juga menempatkan kitab-kitab berbahasa Arab pada posisi unggul. Dalam pandangan
pesantren, penguasaan terhadap ilmu Nahwu dan Sharaf merupakan syarat kunci
untuk memahami teks-teks Al-Qur’an,
Hadits, maupun kitab-kitab berbahasa Arab yang dipelajari didalamnya. Namun
beberapa catatan yang dapat diungkaapkan berkaitan dengan pengajaran ilmu Nahwu
dan Sharaf di pesantren, antara lain: (1) penekanan berlebihan terhadap masalah
i’rab atau perubahan harakat pada akhir kata berhubung dengan perubahan
kedudukan kata itu dalam sebuah jumlah (kalimat). Demikian pula terhadap
i’lal, penjelasan mekanisme perubahan dari satu kata menjadi kata lain.
Selain merupakan beban, penekanan terhadap keduanya dapat mengurangi keberanian
berbahasa. I’rab misalnya hanya salah satu qarinah (petunjuk)
saja dari sekian banyak petunjuk lain untuk memahami makna kalimat, (2)
menempatkan pembacaan dan pemahaman teks sebagai puncak kemmapuan berbahasa,
seolah-olah dengan itu keterampilan berbahasa lainnya dengan sendirinya akan terkuasai.
Sehingga kemampuan membaca teks kitab Arab ditempatkan sebagai prioritas utama.[12]
SUMBER:
[1]Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwar Arab-Indonesia,
Indonesia-Arab, Edisi Kedua (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1138
[2]M. Sholahuddin Shofwan, Pengantar Memahami ALFIYAH Ibnu Malik, Cet.
II, Jilid I (Jombang: Darul Hikmah, 2005), h. 5
[3] ibid, h. 3
[5]ibid.
[6] ---------, Al-Jurumiyah, (Magelang:
Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin, (?)), h. 1
[7]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam, Jilid 4 (Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi, 1997), h. 2
[9]ibid.
[10] M. Sholahuddin Shofwan, op.cit., h. 5
[11]ibid
[12]Deperteman Agama RI, Pola Pembelajaran Pesantren, (Jakarta: Proyek
Peeningkatan Pondok Pesantren Diektorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam,
2001), h. 49-50
Bagi seorang muslim dan muslimah sudah seharusnya Kita memiliki semangat dan ghirah dalam mempelajari bahasa arab. Terlebih lagi bahasa arab dan wasilah bagi kita dalam mengenal ilmu syari.
ReplyDeleteMasmuka Artinya Aina Artinya Ufa Bunga SMartphone