Para Mutakallimin secara
umum merumuskan unsur-unsur iman terdiri dari al tasdiq bi al-qalb; al-iqrar
bi al-lisan; dan al-‘amal bi al-jawarih. Ada yang berpendapat unsur
ketiga dengan istilah yang lain: al-‘amal bi al-arkan yang
membawa maksud melaksanakan rukun-rukun Islam.[1]
Secara
bahasa , iman berarti membenarkan (tashdiq), sementara menurut istilah adalah
”mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati dan mengamalkan dalam
perbuatannya”. Adapun iman menurut pengertian istilah yang sesungguhnya ialah
kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur
syak dan ragu, serta iasr pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan
perbuatan sehari- hari.
Perbedaan dan persamaan pendapat para mutakallimindalam
konsep iman nampaknya berkisar di sekitar unsur tersebut. Bagi Khawarij
antaranya mengatakan pengartian iman itu ialah, beri’tikad dalam hati dan
berikrar dengan lidah serta menjauhkan diri dari segala dosa.[2]
Pengartian yang diberikan oleh Khawarij di atas, sama
dengan Mu’tazilah pada unsur yang pertama dan yang kedua, tetapi berbeda pada
unsur yang ketiga di dalam hal menjauhkan diri dari segala dosa, bagi Khawarij
termasuk dosa kecil. Sedangkan bagi Mu’tazilah hanya menjauhkan diri dari dosa
besar saja.[3]
Bagi Murji’ah pula, menurut al-Bazdawi majoriti mereka
berpendapat bahwa iman itu hanyalah ma’rifah kepada Allah
semata-mata.[4] Sedangkan bagi Asy’ariyyah, iman ialah membenarkan dengan
hati, dan itulah i’tikad .Di sini terdapat persaman antara konsep Murji’ah dan
Asy’ariyyah yang menekankan tugas hati bagi iman atas pengakuan. Cuma Murji’ah
menggunakan perkataan ma’rifah, sementara Asy’ariyyah
menggunakan al-tasdiq.
Selanjutnya konsep Maturidiyyah secara umumnya sama
dengan konsep Asy’ariyyah dari ahli al-sunnah wa al-jama’ah, cuma
sedikit perbedaan, yaitu bagi Maturidiyyah tasdiqdengan hati mesti
satu kesatuan beriqrar dengan lidah. Sedangkan bagi Asy’ariyyah
hanya memadai dengan pengakuan hati untuk membuktikan keimanan, taqrir dengan
lisan tidak diperlukan, kerana taqrir dengan lisan dan
mengerjakan rukun-rukun Islam adalah merupakan cabang dari iman.[5]
Pendapat Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah golongan
Asy’ariyyah yang agak lebih lengkap tentang iman separti yang diberikan oleh
al-Baghdadi yang dikutip oleh Harun Nasution, ia menerangkan bahwa ada tiga
bagian, yaitu :
a) Iman
yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka,
yaitu: Mengakui Tuhan, kitab, para Rasul, qadar baik dan
jahat, sifat-sifat Tuhan dan segala keyakinan lain yang diakui dalam syari’at.
b) Iman
yang mewajibkan adanya keadilan dan melenyapkan nama fasiq dari
seseorang serta yang melepaskan dari neraka, yaitu mengerjakan segala yang
wajib dan menjauhi segala dosa besar.
c) Iman
yang menjadikan seseorang itu memperolehi prioriti untuk langsung masuk ke
surga tanpa perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunah
dan menjauhi segala dosa.[6]
Dari uraian di
atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa konsep iman dari aliran yang lima ini,
secara umum dapat dibagi kepada dua:
Pertama :
Konsep yang
menerima unsur-unsur iman itu secara mantap ketiga-tiganya, yaitu, al-tasdiq
bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi
al-jawarih ataual-‘amal bi al-arkan.
Kedua :
Konsep yang
menekankan kepada unsur pertama sahaja dari ketiga-tiga unsur tersebut.
Unsur-unsur kedua dan ketiga bagi golongan ini hanya merupakan cabang-cabang
sahaja dari iman. Pendapat yang kedua ini terdapat pada golongan yang
berpendapat arti iman sebagai ma’rifah dan tasdiq.
Golongan ini termasuk Murji’ah, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah.
C. Perbandingan Antara Aliran tentang Bertambah dan berkurangnya Iman
Di dalam al-Quran ada memberikan keterangan tentang
bertambahnya iman, di antaranya:
a. Surah
al-Anfal, 8: 2:
Maksudnya:
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gementarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya,bertambahlah iman mereka (kerananya) dan kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.
b. Surah al-Taubah, 9: 124:
Maksudnya:
Dan apabila diturunkan satu surah, maka
di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara
kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini? “Adanya orang-orang
yang beriman, maka surah ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.
Pendapat
Khawarij yang kuat berpegang kepada al-Quran, mengakui bahawa iman boleh
bertambah dan boleh berkurang. Sejalan dengan iman yang dipegang oleh golongan
ini, yaitu tasdiq, taqrir dan ‘amal sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisah-pisah, kecacatan salah satu dari ketiga-tiga
unsur itu akan mengurangkan iman. Menurut mereka amal adalah bukti yang nyata
realisasi iman, tinggi rendah kualiti amal menentukan pula tinggi rendahnya
kualiti iman.
Konsep
bertambah dan berkurangnya iman dalam pandangan Khawarij, dapat diterima oleh
Mu’tazilah, kecuali bedanya bagi Mu’tazilah yang merusakkan iman itu adalah
dosa besar. Bagi mereka dosa besar bukan saja mengurangkan iman, tetapi juga
mengubah dari seorang yang mukmin, menjadi tidak mukmin dan tidak pula kafir
tetapi menjadi fasiq,[7] yang
menduduki posisi di antara posisi mukmin dan posisi kafir.[8] Sementara
pendapat Khawarij lebih berat dari Mu’tazilah, kerana dosa besar dan dosa kecil
bagi Khawarij boleh mengubahkan terus status mukmin berganti kepada status
kafir, amal yang baik akan bertambah dan kuatnya iman seseorang.
Selanjutnya
bagi Murji’ah, adalah berbeda terus dengan konsep Khawarij dan Mu’tazilah.
Artinya bagi Murji’ah, bahawa iman tidak bertambah dan tidak pula berkurang,
kerana iman bagi Murji’ah hanyalah semata-mata ma’rifah, yaitu
pengakuan yang mendalam tentang Tuhan. Bagi Murji’ah tidak mungkin mengetahui
rukun-rukun agama kecuali denganma’rifah kepada Allah.[9]
Dilihat
dari segi pemahaman di atas, semestinya bagi Asy’ariyyah dan Maturidiyyah
adalah sependapat tentang konsep bertambah dan berkurangnya iman, kerana bagi
Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, iman hanya tasdiq, tetapi ternyata
bahawa Asy’ariyyah dan Maturidiyyah mempunyai pendapat yang berbeda.
Menurut
Abd. Hamid Musa, mengutip pendapat Ahmad Amin bahwa bagi Asy’ariyyah, iman
boleh berkurang dan boleh bertambah. Asy’ariyyah berdalilkan kepada al-Quran
surah al-Anfal, 8: 12:
Maksudnya:
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah
(pendirian) orang-orang yang telah beriman.
Sementara bagi Maturidiyyah, iman itu
tidak bertambah dan tidak berkurang. Logik Maturidiyyah adalah tidak
menunjukkan bertambahnya iman kecuali kurangnya kufur, sebaliknya tidaklah
menunjukkan berkurangnya iman kecuali dengan bertambahnya kufur.[10]
Walaupun
Asy’ariyyah dan Maturidiyyah bergabung ke dalam golongan ahl al-Sunnah
wa al-jama’ah, tetapi nampaknya dalam hal bertambah dan berkurangnya iman,
ahli sunnah mengambil pendapat Maturidiyyah, yaitu iman tidak bertambah dan
berkurang. Hanya Imam al-Syafi’i yang juga golongan ahli sunnah wa
al-jama’ah sependapat dengan Asy’ariyyah, mengatakan bahawa iman boleh
berkurang danbertambah.[11]
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapat kesemua aliran tentang
bertambah dan berkurangnya iman terbahagi kepada dua golongan:
Golongan Pertama:
Berpendapat bahawa iman itu boleh
bertambah dan berkurang kerana amal perbuatan seseorang mukmin.
Pendapat-pendapat ini terdapat pada aliran-aliran: Khawarij, Mu’tazilah dan
Asy’ariyyah dengan perbahasan yang berbeda.
Golongan
Kedua:
Iman tidak bertambah dan
tidak pula berkurang, lantaran amal perbuatan seseorang mukmin. Pendapat ini
terdapat pada aliran-aliran Murji’ah dan Maturidiyyah dengan perbahasan yang
berbeda juga. Pendapat yang kedua ini diterima pula oleh
golongan ahl al-sunnah wa al-jama’ah.
[1] Jalal Abd. Hamid Musa,
1975, Nasy’ah al-Asy’ariyyah wa tatawwaruha, Lebanon: Dar al-Kitab,
hal. 265.
[2] Al-Bazdawi, Kitab
Usuluddin, Kahirah: Dr. Hans Piter Linss (Et. Al), Dar Haya’, hal. 265
[5] Harun Nasution, 1983. Akal
dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI-Press.. hal. 28
[7] Lihat Subhi, 1982, Fi
‘ilm al-Kalam, Iskandariyyah: Tsaqafah al-Jami’ah, hal. 67
[10] Jalal Abd.
Hamid Musa. 1975. Nasy’ah al-‘Asy’ariyyah wa tatawwaruha. Lebanon:
Dar al-Kitab. Hal. 284-285
[11] DR. Abdul Rozak,M.Ag. dan
Drs.Rosihon Anwar,M.Ag . Ilmu kalam.
Bandung:CV. Pustaka setia,2006.
kajian yang menarik,
ReplyDelete