Pegawai negeri sebagai unsur aparatur
negara dan abdi masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan
untuk menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern,
demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi menyelenggarakan pelayanan secara
adil dan merata kepada masyarakat, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan
penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Untuk melaksanakan tugas mulia itu
diperlukan pegawai negeri yang mempunyai kemampuan melaksanakan tugas secara
profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam
kedudukan dan tugasnya, pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua
golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam praktek, Pegawai Negeri Indonesia pada
umumnya masih banyak kekurangan yaitu kurang mematuhi peraturan kedisiplinan
pegawai, sehingga dapat menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan
nasional, antara lain adalah masih adanya jiwa kepegawaian dengan berfikir
mengikuti kebiasaan bagian, bukan terletak pada kesatuan yang harmonis
melainkan kesatuan pada bagian tersendiri, mempunyai bentuk dan corak yang
berbeda serta kurang menghargai ketepatan waktu. "Jiwa kepegawaian yang
mempunyai sifat seperti tersebut di atas akan berakibat negatif terhadap
prestasi kerja pegawai negeri yang bersangkutan karena tidak adanya
pengembangan pola pikir kerja sama
Untuk lebih meningkatkan peran pegawai
negeri agar lebih efisien dan efektif mengisi kemerdekaan dan pelaksanaan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan, pegawai Republik Indonesia harus dibina
sebaik-baiknya.
Efektifitas dan efisiensi setiap pegawai
negeri harus selalu berhasil melaksanakan tugas secara berdaya dan berhasil
guna dengan mengedepankan pelayanan kepada masyarakat yang pada gilirannya
meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraannya. Maka, dibentuklah Korps
Pegawai Republik Indonesia (Korpri) pada 29 September 1971 sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 sebagai satu-satunya wadah untuk
menghimpun dan membina selumh pegawai Republik Indonesia di luar kedinasan,
guna lebih meningkatkan pengabdian dalam mengisi kemerdekaan dan melaksanakan
pembangunan.
Anggota Korpri adalah pegawai negeri
meliputi pegawai negeri sipil, pegawai BUMN, BUMD dan anak pemsahaannya, serta
petugas yang menyelenggarakan umsan pemerintahan desa. Dalam menjalankan fungsi
dan tugas sebagai organisasi pegawai Republik Indonesia, Korpri mengalami
pembahan-pembahan orientasi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.
Sebetulnya kritik inefisiensi
terhadap PNS itu tidak bisa dibuat sama rata karena ada beberapa sektor yang
sebetulnya masih sangat butuh tenaga, misalnya guru, dokter, dll. Inefisiensi
justru lebih kepada PNS yang menjalankan roda birokrasi, seperti yang ada di
kelurahan, kecamatan, dinas-dinas, dll.
Sesuai dengan tujuannya, pengangkatan
besar-besaran ini diperlukan guna meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat.
Di Indonesia, jumlah PNS hingga akhir Juni 2009 mencapai 4,38 juta orang.
Terdapat ketidakseimbangan antara tenaga pelayan dan mereka yang melayani.
Dikabarkan, agar masyarakat dapat dilayani perlu disediakan jutaan PNS baru. Di
Indonesia, satu PNS melayani tujuh orang. Sementara di negara lain di ASEAN,
satu pegawai pemerintah melayani 2-4 orang.
Memperbaiki kultur pelayan PNS saja
merupakan pekerjaan rumah yang tidak gampang. Pakar kebijakan publik Imam
Prasojo (2009) menyatakan rusaknya kultur pelayanan PNS disebabkan, pertama,
Indonesia mempunyai budaya panjang dijajah kolonial sehingga mental itu terbawa
sampai sekarang.
Kedua, hegemoni dan konotasi
birokrasi menyebabkan birokrasi sebagai mesin politik yang tidak netral, kurang
profesional dan tidak memiliki mental mengabdi. Ketiga, pola pendidikan pamong
praja yang lekat dengan kemiliteran tidak berhasil mendidik kepemimpinan sipil
yang andal dan mengayomi rakyat.
Sampai sekarang, pelayanan publik
masih mengadopsi model-model penjajahan di mana pegawai negeri harus dilayani
rakyat bukan melayani masyarakat. Ke depan, pandangan ini perlu diubah agar
menghasilkan pelayan-pelayan prima yang benar-benar mengabdi bukan pada
kekuasaan tetapi rakyat. Seleksi yang tidak bebas KKN hanya akan melestarikan kultur
feodal yang telah lama melekat dalam diri aparat negara ini.
Motivasi menjadi PNS yang semata-mata
hanya mengejar karier dan jaminan pekerjaan sering kali merusak kultur dan
citra PNS. Maklum, ketika pekerjaan yang dikejar maka menghalalkan segala cara
pun dilakukan. Dengan begitu angan-angan menjadikan PNS sebagai masyarakat
pelayan sering ternodai sejak seleksi yang kurang menjunjung tinggi etika dan
transparansi.
Di tengah sulitnya menembus lapangan
kerja belakangan ini, status sebagai PNS menjadi idola dalam masyarakat. Banyak
mertua mencari menantu yang berstatus PNS. Menjadi PNS identik dengan jaminan
masa depan yang cerah termasuk menerima pensiun. Bagi sebagian besar
masyarakat, status itu dianggap bergengsi. Dan untuk ukuran Indonesia yang masih
miskin, menjadi PNS adalah idaman semua orang.
Sayangnya, setiap kali musim
penerimaan CPNS selalu muncul dugaan adanya kongkalikong antara peserta seleksi
dan orang-orang dalam dari instansi pemerintah yang bisa memberikan jalan masuk
menjadi CPNS. Meski sering kali sulit dibuktikan hitam di atas putih tetapi
aroma KKN itu demikian menyengat. Santer terdengar kabar mereka yang hendak
menjadi CPNS harus menyediakan dana puluhan juta rupiah agar dapat lolos.
Yang menarik, masyarakat cenderung
percaya rekrutmen CPNS tidak mungkin tanpa suap. Maka, segala upaya ditempuh
masyarakat agar dapat lolos menjadi CPNS meski dengan menyediakan banyak uang.
Baginya, asal ada kepastian tidak peduli yang penting dapat lolos. Masyarakat
sudah telanjur tidak percaya bahwa seleksi CPNS benar-benar bisa transparan dan
dapat dipertanggungjawabkan. Padahal dengan seleksi mengandalkan uang dalam
jumlah besar berpotensi mematikan pegawai yang bersangkutan kelak.
Karena kursi kepegawaian mereka telah
dibeli, sulit diharapkan adanya pelayanan prima dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang ada adalah upaya mengembalikan modal yang telah
ditanam termasuk dengan korupsi. Sejatinya, reformasi birokrasi harus dimulai
dengan proses rekrutmen CPNS. Para penyelenggara ujian CPNS harus mewaspadai
modus-modus kecurangan selama proses rekrutmen antara lain perjokian dan
pembocoran materi soal ujian. Sebab itu, panitia rekrutmen perlu menyediakan
kotak pengaduan yang memadai. Kotak ini disediakan di tempat terbuka dan bisa
diakses semua orang. Kotak pengaduan bermanfaat untuk menekan adanya kecurangan
selama proses rekrutmen.
Dalam kenyataannya pelayanan yang
diberikan pegawai belum sesuai dengan yang diharapkan. Adanya anggapan bahwa di
era otonomi daerah, kualitas pelayanan publik justru semakin buruk dari
sebelumnya (Sherwod 1997:7 dalam Revida 2007:1) bahwa profesionalisme pelayanan
pemerintah didaerah sedang mengalami kemunduran. Aparatur Negara atau
pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah dalam
melakukan pembangunan nasional. Dalam hal ini diperlukan pegawai yang
profesional agar mampu meningkatkan mutu, pengetahuan, keterampilan karena
didorong dengan banyaknya tanggung jawab tugas pemerintah serta pengabdiannya
kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pegawai. Pegawai atau
aparatur pemerintah yang profesional sangat berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap kemajuan dan peningkatan kualitas pelayanan organisasi
pemerintah. Hal ini disebabkan bahwa pegawai pemerintah sebagai penentu,
perencana, pelaksana, dan pengawas administrasi pemerintahan.
Kurangnya profesionalisme aparatur dalam
pengelolaan pelayanan publik mengakibatkan kurangnya kemauan untuk
berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan dan adanya rasa apatis masyarakat
terhadap pemerintahan mengakibatkan masyarakat merasa tersisihkan dari proses
pemerintahan. Dari berbagai bidang pekerjaan yang digeluti aparatur pemerintah
jelas sekali yang menjadi permasalahan adalah menyangkut kekurang-profesionalan
pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas penting yang dipercayakan kepadanya
sehingga mengakibatkan banyak kerugian di pihak masyarakat yang sangat
menginginkan hasil kerja pegawai yang optimal dalam memberikan pelayanan
publik.
Mengingat pentingnya profesionalisme
kerja sebagai persyaratan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka
setiap pegawai dituntut untuk senantiasa meningkatkan profesionalismenya,
berdasarkan asumsi saya terlihat bahwa profesionalisme kerja pegawai belumlah
sesuai dengan kondisi yang diharapkan yaitu profesionalisme kerja yang dapat
mendukung terlaksananya dan terwujudnya kualitas pelayanan yang lebih baik.
Cara mengatasi keluhan masyarakat yang perlu diperhatikan antara lain;
a.
Masyarakat biasanya marah pada saat
menyampaikan keluhan. Oleh karena itu petugas pelayanan jangan sampai
terpancing untuk ikut marah;
b.
Petugas pelayanan tidak boleh memberikan
janji-janji yang sebenarnya sulit dipenuhi serta tidak menjanjikan sesuatu yang
berada di luar wewenangnya.
c.
Jika permasalahan tidak dapat
diselesaikan sedangkan petugas sudah berbuat maksimal, petugas harus berani
menyatakan menyerah dengan jujur.
d.
Ada pelanggan yang selalu mengeluh.
Aparatur pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan bagi masyarakat sekaligus sebagai penanggung jawab
fungsi pelayanan umum di Indonesia yang mengarahkan tujuannya kepada public
service, memikirkan dan mengupayakan tercapainya sasaran pelayan kepada seluruh
masyarakat dalam berbagai lapisan. Hal ini mengharuskan pihak pemerintah
senantiasa mengadakan pembenahan menyangkut kualitas pelayanan yang dihasilkan.
Pelayanan yang berkualitas berarti pelayanan yang mampu memberi kepuasan kepada
pelanggan (masyarakat) dan mampu memenuhi harapan masyarakat. Sebab pelanggan
adalah orang yang menerima hasil pekerjaan. Oleh sebab itu hanya pelanggan
(masyarakat) yang dapat menentukan kualitas pelayanan dan mereka pula yang
dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.
Pelayanan publik merupakan tanggung
jawab pemerintah atas kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan publik atau
masyarakat. Dengan demikian, kegiatan tersebut mengandung adanya unsur-unsur
perhatian dan kesediaan serta kesiapan dari pegawai pemerintah. Rasa puas
masyarakat dalam pelayanan publik akan terpenuhi ketika apa yang diberikan oleh
pegawai sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama ini, dimana dalam
pelayanan tersebut terdapat tiga unsur pokok yaitu biaya yang relatif lebih
murah, waktu untuk mengerjakan relatif lebih cepat dan mutu yang diberikan
relatif lebih bagus.
Pegawai negeri sipil yang bertugas yang
memberi pelayanan harus memberi citra positif kepada penerima pelayanan yaitu
masyarakat, dengan memperhatikan :
e.
Aspek komunikasi dan psikologi serta
perilaku melayani.
f.
Mempunyai empathi dan mampu merubah
keluhan penerima menjadi senyuman.
g.
Selaras cara penyampaian layanan melalui
nada, tekanan dan kecepatan suara, sikapm tubuh , mimik dan pandangan mata.
h.
Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan
penerima pelayanan.
i.
Berada ditempat yang ditentukan pada
waktu dan jam pelayanan.
Adapun untuk memaksimalkan pelayanan kepada
masyarakat maka pegawai negeri sipil perlu memperhatikan Pengaduan Masyarakat,
sehingga dapat dilakukan upaya sebagai berikut:
1.
Perlu disediakan akses kepada masyarakat
berupa kotak pengaduan, kotak pos atau satuan tugas penerima untuk memberikan
informasi, saran atas pelayanan yang diperoleh.
2.
Kepada setiap orang yang menyampaikan
pengaduan, diberikan surat /formulir sebagai tanda bukti pengaduan.
3.
Apabila dalam pengaduan terdapat
masyarakat yang dirugikan, perlu dipertimbangkan pemberian kompensasi.
4.
Apabila dalam pengaduan ternyata terjadi
penyimpangan yang dilakukan oleh petugas pelayanan, maka perlu diberikan sangsi
kepada petugas yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat maka pegawai negera sipil yang
besangkutan sesuai dengan tugas dan fungsinya perlu memperhatikan petunjuk teknis transparansi dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu; Prosedur pelayanan, Persyaratan teknis dan
administratif Pelayanan, Rincian biaya pelayanan, Waktu penyelesaian pelayanan,
Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab, Lokasi pelayanan, Janji
Pelayanan, Standar pelayanan public, Informasi pelayanan, dan Akuntabilitas
Pelayanan Publik.