Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Tuesday, May 27, 2014

Model Mandiri Kreatif Dalam Keterampilan Seni Kaligrafi



Sebagai suatu model pembelajaran, Mandiri Kreatif berakar pada dimensi individu dimana model ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari kemampuan dirinya sendiri dalam berkreasi dan bereksplorasi. Model ini lebih memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya, terutama kemampuan untuk berpikir aktif dan bertindak kreatif dalam pemecahan masalah. Menurut Nasution (2010: 4), tujuan pembelajaran bukan hanya penguasaan prinsip-prinsip yang fundamental, melainkan juga mengembangkan sikap positif terhadap belajar, penelitian, dan penemuan  serta pemecahan masalah atas kemampuan sendiri.[1]
Berpijak dari konsep pembelajaran dengan model Mandiri Kreatif di atas, penulis berpendapat model tersebut sangat cocok digunakan untuk menyampaikan materi keterampilan seni kaligrafi di Madrasah Aliyah karena selain pengenalan bentuk-bentuk seni kaligrafi, model pembelajaran Mandiri Kreatif juga meliputi pengenalan jatidiri peserta didik yang membawanya pada kesadaran bersikap, berpikir, berkerasi, dan bertanggung jawab, serta makna-makna dan nilai-nilai di mana karya seni kaligrafi itu dihasilkan. Tetapi karena pembahasan konsep materi pelajaran keterampilan seni kaligrafi yang demikian luas maka perlu dicarikan jalan atau cara untuk membantu dan memudahkan peserta didik dalam mempelajari seluruh materi.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama ini terutama pada proses pembelajaran yang sangat kurang membangkitkan motivasi atau minat peserta didik dalam pembelajaran keterampilan seni kaligrafi, serta hasil belajar yang kurang memuaskan telah menuntun penulis untuk menawarkan suatu jalan atau cara dengan model pembelajaran Mandiri Kreatif dalam rangka membantu dan memudahkan peserta didik untuk menguasai seluruh materi pembahasan tentang keterampilan seni kaligrafi. Jalan atau cara ini dipilih penulis karena terilhami lagi-lagi oleh pendapat Nasution, bahwa metode pengajaran banyak ditentukan oleh tujuan. Bila topik yang dihadapi itu luas seperti dalam pengajaran unit, berbagai ragam metode akan perlu digunakan. Terhadap materi pelajaran seperti drama, seni rupa, musik, pekerjaan tangan, dan semua yang menuntut keterampilan (skill), metode itu akan mengandung unsur-unsur kreatif.[2]
Kreativitas merupakan istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Pada umumnya orang menghubungkan kreativitas dengan produk-produk kreasi; dengan perkataan lain, produk-prodeuk kreasi itu merupakan hal yang penting untuk menilai kreativitas, tipe-tipe produk kreasi yang bagaimanakah yang memenuhi standar kreativitas.
Pada hakekatnya, pengertian kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Ini sesuai dengan peumusan kreativitas secara tradisional, yang dibatasi sebagai mewujudkan sesuatu yang baru dalam kenyataan. Sesuatu yang baru itu mungkin berupa perbuatan atau tingkah laku; suatu bangunan mislanya sebuah gedung, hasil-hasil kesusateraan, dan lain-lain.[3]
Penerapan model pembelajaran Mandiri Kreatif dalam pembelajaran keterampilan seni kaligrafi didasarkan pada asumsi bahwa materi pembelajaran yang menuntut sebuah kreatifitas tentu memerlukan sebuah pendekatan, metode, atau cara yang selaras untuk menuntun peserta didik mencapai pada kreatifitas itu. Sedangkan apa yang disebut kreatifitas sangat bersifat individual, karena tidak semuanya peserta didik memiliki kemampuan kreatifitas yang sama atau pun setara. Getzels dan Jackson (1962) mengatakan bahwa peserta didik yang tingkat kecerdasannya (IQ) tinggi berbeda-beda kreativitasnya dan peserta didik yang kreativitasnya tinggi berbeda-beda kecerdasannya.[4]
Sehubungan dengan hal itu, Bruner berpendapat bahwa sekolah harus dapat menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan peserta didik dalam suatu mata pelajaran. Dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan ”discovery learning enviroment”, ialah lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.[5]


[1]Nasution, h. 4
[2]ibid., h. 30-31
[3]Slameto, op.cit., h. 145
[4]ibid., h. 146
[5]ibid., h. 11

No comments:

Post a Comment