Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Saturday, June 25, 2011

Teori tentang Intuisionisme

Aliran intuisionisme dipelopori oleh Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881–1966) yang berkebangsaan Belanda. Aliran ini sejalan dengan filsafat umum yang dicetuskan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Intusionis mengklaim bahwa matematika berasal dan berkembang di dalam pikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika tidak terletak pada simbol-simbol di atas kertas, tetapi terletak dalam akal pikiran manusia. Hukum-hukum matematika tidak ditemukan melalui pengamatan terhadap alam, tetapi mereka ditemukan dalam pikiran manusia.
Keberatan terhadap aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intusionis tidak memberikan gambaran yang jelas bagaimana matematika sebagai pengetahuan intuitif bekerja dalam pikiran. Konsep-konsep mental seperti cinta dan benci berbeda-beda antara manusia yang satu dengan yang lain. Apakah realistik bila menganggap bahwa manusia dapat berbagi pandangan intuitif tentang matematika secara persis sama?
Tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan intuisionisme dalam filsafat matematika antara lain :
1.      Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881 – 1966)
Brouwer dilahirkan di sebuah kota di Overschie, Belanda. Di kalangan teman-temannya, Brouwer sering dipanggil dengan nama “Bertus.” Pada tahun 1897, Brouwer mengikuti kuliah di universitas Amsterdam untuk belajar matematika dan fisika. Salah seorang dosennya, Diederik Korteweg, dosen matematika, kelak memberi pengaruh besar bagi dirinya. Korteweg terkenal karena mengemukakan suatu persamaan yang disebut persamaan Korteweg – de Vries. Dosen lain yang mempengaruhinya adalah Gerrit Mannoury, dosen filsafat. Karya pertama Brouwer adalah rotasi pada ruang empat dimensi di bawah bimbingan Korteweg.
Menurut Brouwer, dasar dari intuisionisme adalah pikiran.
Namun pemikiran-pemikiran yang dicetuskannya banyak dipengaruhi oleh pandangan Immanuel Kant. Matematika didefinisikan oleh Brouwer sebagai aktifitas berpikir secara bebas, namun eksak,suatu aktivitas yang ditemukan dari intuisi pada suatu saat tertentu. Dalam pandangan intuisionisme tidak ada realisme terhadap objek-objek dan tidak ada bahasa yang menjembatani, sehingga bisa dikatakan tidak ada penentu kebenaran matematika diluar aktivitas berpikir. Proposisi hanya berlaku ketika subjek dapat dibuktikan kebenarannya (dibawa keluar dari kerangka pemikiran). Singkat kata, Brouwer mengungkapkan bahwa “tidak ada kebenaran tanpa dilakukan pembuktian”.
Brouwer konsisten dengan falsafahnya. Hal ini dinyatakannya apakah matematika perlu dibenahi agar kompartible atau tidak-kompartible dengan matematika klasik adalah pertanyaan yang kurang penting lagi, dan tidak dijawab. Pandangannya terhadap matematika tradisional, dia menganggap dirinya hanya sekedar menjadi seorang tukang revisi. Disimpulkan, dimana artimatika intusionistik adalah bagian (sub-sistem) dari aritmatika klasik, namun hal ini tidak berlaku untuk analisis.
Untuk analisis, tidak semua analisis klasikal diterima atau dipahami secara intusionistik, tetapi tidak ada analisis intusionistik secara klasik diterima. Brouwer mengambil langkah ini dengan segala konsekuensinya dengan sepenuh hati. Bukan berarti pandangan Brouwer ini tidak ada yang mendukung. Di luar negaranya, Belanda, pandangan ini didukung oleh Herman Weyl. Brouwer memegang prinsip bahwa matematika adalah aktivitas tanpa-perlu-diutarakan (languageless) yang penting, dan bahasa itu sendiri hanya dapat memberi gambaran-gambaran tentang aktivitas matematikal setelah ada fakta.
Hal ini membuat Brouwer tidak mengindahkan metode aksiomatik yang memegang peran utama dalam matematika. Membangun logika sebagai studi tentang pola dalam linguistik yang dibutuhkan sebagai jembatan bagi aktivitas matematikal, sehingga logika bergantung pada matematika (suatu studi tentang pola) dan bukan sebaliknya. Semua itu digunakan sebagai pertimbangan dalam memilah antara matematika dan metamatematika (istilah yang digunakan untuk ‘matematika tingkat kedua’), yang didiskusikannya dengan David Hilbert.
Berdasarkan pandangan ini, Brouwer bersiap merombak kembali teori himpunan Cantor. Ketika upaya ini mulai dilakukan dengan ‘membongkar’ kategori bilangan sekunder (bilangan ordinal tak terhingga/infinite) dan kategori bilangan ordinal infiniti yang lebih besar, tapi juga gagal. Disadari bahwa metodenya tidak berlaku dan tidak dapat menyelesaikan kategori-kategori bilangan lebih tinggi, dan hanya meninggalkan bilangan ordinal terbatas (finite) dan tidak dapat diselesaikan atau terbuka (open-ended) bagi sekumpulan bilangan ordinal tak-terhingga/infinite.
Tetap konsisten dengan pandangan falsafatnya, Brouwer mencoba mengesampingan semua itu dan mau memahami matematika apa adanya. Tidak lama dia juga mau menerima prinsip dalam logika, prinsip tidak termaktub di tengah (PEM/Principle of the Excluded Middle), namun dalam disertasinya dia tetap berpikir bahwa semua itu benar dan sahih namun tidak memberi manfaat, menginterpretasikan p v
ד p sebagai ד p → ד p Lewat tulisanannya pada tahun 1908, The Unreliability of The Logical Principles, Brouwer mengformulasikan, dalam istilah-istilah umum, kritiknya terhadap PEM: meskipun dalam bentuk sederhana p v ד p, prinsip yang tidak akan memicu kontradiksi, dimana Brouwer memberikan contoh-contoh, diucapkan, tanpa ada alasan positif untuk menerima bahwa hal itu benar dan sahih.
Inovasi ini memberi intuisionisme mempunyai ruang gerak lebih besar daripada matematika konstruktif aliran-aliran lainnya (termasuk di sini disertasi Brouwer) adalah pilihan-pilihan dalam melihat suatu deret. Banyak diketahui deret-deret bilangan tak-terhingga (atau obyek-obyek matematikal lain) dipilih mendahului yang lainnya oleh setiap matematikawan sesuai keinginan mereka masing-masing. Memilih suatu deret memberi mereka impresi awal secara intuisi menerima obyek yang ditulisnya pada buku yang terbit pada tahun 1914.; prinsip yang membuat secara matematika mudah dikerjakan, prinsip berkesinambungan, yang diformulasikan pada kuliah Brouwer pada tahun 1916.
Tujuan utama memilih deret merupakan rekonstruksi analisis; titik-titik dalam (bidang) kontinuum (bilangan-bilangan nyata) yang diidentifikasi dengan memilih deret yang memenuhi persyaratan kondisi-kondisi tertentu. Memilih berbagai pilihan deret dapat dilakukan dengan menggunakan alat uang disebut dengan ‘spread’, yang mempunyai fungsi mirip dengan analisis klasik Cantorian, dan awalnya Brouwer menggunakan istilah ‘gabung’ (‘himpunan’) untuk berbagai spread. Guna mengukuhkan teori spread dan teori titik-titik ini yang digunakan sebagai dasar ini, termaktub dalam dua makalah yang diterbitkan pada tahun 1918/1919, Founding Set Theory Independently of the Principle of the Excluded Middle.
2.      Arend Heyting (1898-1980)
Di lain hal, murid Brouwer yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan intuisionisme filsafat matematika adalah Arend Heyting. Heyting membangun sebuah formalisasi logika intuisionisme yang sangat tepat. Sistem ini dinamakan ”Predikat Kalkulus Heyting”. Heyting menegaskan bahwa dari asumsi metafisika yang pokok dalam kebenaran realism-logika klasik, bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-faktor objektivitas syarat-syarat kebenaran yang terbaik. Semantic matematika klasik menggambarkan suatu kondisi dalam pernyataan benar atau salah. Semantic seperti ini tidak tepat untuk intuisinisme. Sebagai pengganti, bahasa intuisionisme seharusnya dimengerti dalam faktor-faktor syarat-syarat penyelesaian. Semantic akan menggambarkan suatu perhitungan seperti sebuah penyelesaian kanonikal untuk setiap permasalahan.
Heyting mempunyai andil dalam pandangan Brouwer mengenai kelaziman kontruksi mental dan down playing bahasa dan logika. Dalam buku “Intuitionism” (1956: 5) dia mengemukakan pendapat Brouwer, bahasa adalah media tidak sempurna untuk mengkomunikasikan konstruksi nyata matematika. System formalnya adalah dirinya sendiri sebagai sebuah legitimasi konstruksi matematika, tetapi satu yang tidak diyakini system formal menggambarkan secara utuh domain pemikiran matematika. Pada suatu penemuan metode baru memungkinkan kita untuk memperluas system formal. Heyting menegaskan logika bergantung pada matematika bukan pada yang lain. Oleh karena itu, Heyting tidak bermaksud pekerjaannya pada logika untuk menyusun pertimbangan intuisionistik.
  1. Sir Michael Anthony Eardley Dummett (1925 – sekarang)
Mengingat kembali Brouwer dan Heyting yang mengatakan bahasa merupakan media tidak sempurna untuk komunikasi konstruksi mental matematika. Keduanya, logika menyangkut bentuk yang berlaku untuk penyebaran media ini dan tentu saja focus langsung pada bahasa dan logika telah jauh berpindah dari permasalahan yang seharusnya. Sebaliknya pendekatan utama Dummett, matematika dan logika adalah linguistic dari awal. Filosofinya lebih interest pada logika intuisionistik daripada matematika itu sendiri. Seperti Brouwer, tetapi tidak seperti Heyting, Dummet tidak memiliki orientasi memilih. Dummet mengeksplorasi matematika klasik dengan menggunakan bentuk pemikiran yang tidak valid pada suatu jalan legitimasi penguraian pernyataan alternatifnya. Ia mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika adalah benar yang pada akhirnya harus tergantung pada arti pertanyaan. Ia juga mengadopsi pandangan yang diperoleh secara luas, yang kemudian disebut sebagai terminologi logika.
Dummet menegaskan bahwa arti suatu pernyataan tidak bisa memuat suatu unsur yang tidak menunjukkan penggunaannya. Untuk membuatnya, harus berdasarkan pemikiran individu yang memahami arti tersebut. Jika dua individu secara bersama setuju dengan penggunaan pernyataan yang dibuat, maka mereka pun menyetujui artinya. Alasannya bahwa arti pernyataan mengandung aturan instrumen komunikasi antar individu. Jika seorang individu dihubungkan dengan simbol matematika atau formula, dimana hubungan tersebut tidak berdasar pada penggunaan, kemudian dia tidak dapat menyampaikan muatan tersebut dengan arti simbol atau formula tersebut, maka penerima tidak akan bisa memahaminya.
Acuan arti pernyataan matematika secara umum, harus mengandung kapasitas untuk menggunakan pernyataan pada alur yang benar. Pemahaman seharusnya dapat dikomunikasikan kepada penerima. Sebagai contoh, seseorang mengerti ekspresi yang ada dalam bahasa “ jika dan hanya jika”

No comments:

Post a Comment