Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Thursday, October 27, 2011

Hakikat Motivasi Belajar


              I.              Hakikat  Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari bahasa Inggris yaitu motivation yang berarti mendorong, menyebabkan dan merangsang. Menurut Suryabrata Motiv adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan yang diinginkan.[1]
Secara garis besar, motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Motivasi intrinstik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam tanpa adanya ransangan dari luar,
2.      Motivasi ekstrinstik, yaitu motivasi yang dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.[2]

Menurut Brow, ada beberapa ciri seseorang yang mempunyai motivasi belajar yang sangat tinggi, yakni sebagai berikut:
1.      Tertarik pada dosen, artinya tidak membenci atau acuh tak acuh.
2.      Tertarik pada meta pelajaran yang diajarkan.
3.      Mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya terutama pada dosen.
4.      Ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas.
5.      Ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain.
6.      Selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali.
7.      Selalu terkontrol oleh lingkungannya sendiri.[3]

           II.              Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar
Dalam kerangka pendidikan formal, motivasi belajar tersebut ada dalam jaringan rekayasa pedagogis dosen. Dengan tindakan persiapan mengajar, pelaksanaan belajar-mengajar, maka dosen menguatkan motivasi belajar mahasiswa. Sebaliknya, dilihat dari segi emansipasi kemandirian mahasiswa, motivasi belajar semakin meningkat pada tercapainya hasil belajar. Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologis kejiwaan mahasiswa. 
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar, unsur-unsur tersebut adalah: Cita-cita/aspirasi pembelajaran, Kemampuan pembelajar, Kondisi pembelajar, Kondisi lingkungan belajar, Unsur-unsur dinamis belajar/pembelajaran, Upaya dosen dalam  membelajarkan pembelajar.[4]
1.      Cita-cita/ aspirasi pembelajar
Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau aspirasi tertentu di dalam hidupnya, termasuk pembelajar. Cita-cita atau aspirasi tertentu di dalam hidupnya, termasuk pembelajar. Cita-cita atau aspirasi ini senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan tidak jarang, meskipun rintangan yang ditemui sangat banyak dalam mengejar cita-cita dan aspirasi tersebut, seseorang tetap berusaha semaksimal mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan aspirasinya. Oleh karena itu cita-cita dan aspirasi sangat mempengaruhi terhadap motivasi belajar seseorang.
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil, seperti keinginan anak untuk belajar berjalan, makan makanan yang lezat, berebut permainan, dapat membaca, dapat mengaji, dan lain-lain. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menimbulkan kamauan bergiat bahkan dikemudian hari menimbulkan cita-cita dalam kehidupan. Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita juga dibarengi perkembangan kepribadian.
Seseorang yang bercita-cita menjadi dokter, pada saat sedang belajar di jenjang pendidikan dasar, tentu menggemari mata pelajaran dan bacaan-bacaan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan. Sebaliknya seseorang yang berstatus mahasiswa dan dahulunya bercita-cita menjadi ilmu hukum tetapi dipaksa oleh orang tuanya mengambil teknik elektro, dapat dipastikan kesungguhan belajarnya akan berkurang, karena apa yang dia pelajari tidak sesuai dengan cita-cita dan aspirasinya.
2.      Kemampuan pembelajar.
Kemampuan manusia satu dengan yang lain tidaklah sama. Oleh karena itu kemampuan pembelajar haruslah diperhatikan dalam proses pembelajaran. Kemampuan pembelajar erat hubungannya dan bahkan mempengaruhi motivasi belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang menjadi rendah motivasi belajarnya terhadap bidang tertentu karena bidang yang bersangkutan rendah kemampuannya di bidang tersebut.
3.      Kondisi pembelajar.
Kondisi pembelajar dapat dibedakan atas kondisi fisik dan kondisi psikologinya. Dua macam kondisi ini, fisik dan psikologi, umumnya saling mempengaruhi satu sama lain. Sangatlah jelas dan sering dirasakan oleh siapapun, jika kondisi fisik seseorang lemah, umumnya motivasi belajar seseorang akan menurun. Sebaliknya kondisi fisik berada dalam keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa meningkat. Berarti kondisi fisik seseorang mempengaruhi motivasi belajarnya. Demikian juga kalau sedang sakit, tidak baik dipaksa untuk belajar.
            Dalam kondisi psikologis terganggu, misalnya stress, umumnya juga dapat tidak bisa berkonsentrasi terhadap hal-hal yang dipelajari. Karena tidak bisa konsisten, maka gairah belajarnya menurun. Keadaan demikian ini, bisa menjadi seseorang belajar merasa terpaksa; dan tidak banyak bermotivasi.
            Jelaslah bahwa, kondisi pembelajaran baik yang bersifat fisik maupun psikis, sama-sama berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Ada kalanya seseorang yang pada masa-masa sebelumnya bermotivasi tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya karena fisik dan psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang, seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba berubah karena kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.
4.      Kondisi Lingkungan Belajar
Selain faktor individu faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi motivasi belajar. Sebab individu secara sadar atau tidak tersosialisasi oleh lingkungan fisik dan sosial.
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah tempat dimana pembelajar tersebut belajar. Apakah tempat belajarnya segar, amburadul ataukah pengap. Hal demikian berpengaruh terhadap motivasi belajar. Sebaliknya tempat yang teratur, yang tertata rapi mendorong seseorang belajar dengan penuh gairah. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah suatu lingkungan seseorang dalam kaitannya dengan orang lain. Lingkungan sosial ini dapat berupa lingkungan super mainan, lingkungan sebaya, atau kelompok belajar.[5]
Dalam lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang mendiami lingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar sebagaimana orang lain. Ia secara sadar atau tidak, terekayasa untuk belajar. Jika pada lingkungan tersebut belajar sudah menjadi budaya, maka para penghuni lingkungan tersebut bisa terbawa ke dalam budaya belajar.
5.      Unsur-unsur Dinamis Belajar Pembelajaran
Unsur-unsur dinamis  belajar pembelajaran turut mempengaruhi motivasi belajar. Unsur dinamis belajar pembelajaran meliputi hal-hal berikut: Motivasi dan upaya memotivasi pembelajar untuk belajar, bahan belajar dan upaya penyediaannya, alat bantu belajar dan upaya penyediannya, suasana belajar dan upaya penyediaannya, kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhan.[6]
Oleh karena itu, unsur-unsur dinamis demikian ini patut diperhatikan agar motivasi belajar menjadi tinggi. Tingginya motivasi belajar berimplikasi pada maksimalnya perolehan belajar pembelajaran.    
6.      Upaya Dosen dalam Membelajarkan Pembelajar.
Upaya dosen dalam membelajarkan pembelajar juga berpengaruh terhadap motivasi belajar. Dosen yang tinggi gairahnya dalam membelajarkan pembelajar, menjadikan pembelajar juga bergairah belajar. Dosen yang bersungguh-sungguh dalam membelajarkan pembelajar, menjadi tinggi motivasi belajar pembelajar. Sehingganya dosen senantiasa memberikan yang terbaru dan terbaik kepada pembelajar. Menariknya hal-hal yang diberikan ini bisa menjadi tingginya motivasi pembelajar.  Sebaliknya pada dosen yang tidak bergairah dalam membelajarkan pembelajar, umumnya mengulang saja pelajaran dari tahun ke tahun. Proses belajar pembelajaran terasa kering dan kehilangan nuansa. Seolah-olah belajar pembelajar demikian ini, pembelajar tidak bergairah dan bahkan mungkin kehilangan motivasi. Hal demikian bahkan bisa parah lagi, manakala dosen yang membelajarkan tersebut sudah puas dengan keadaan yang demikian ini. Oleh karena itu, upaya dosen untuk membelajarkan pembelajar sangat krusial dalam meningkatkan motivasi pembelajar.


REFERENSI (Ket. Footnote)
[1]  Mohon maaf Kami Tidak Dapat Menampilkan Referensinya, Silahkan Anda Masukan Link Alamat Ini Sebagai Referensinya : Contoh " Pondok Mahasiswa, JUDUL POSTING, (Online ) LINK, Diakses tanggal ...............201...,.
[2] Bila anda memang memerlukan suatu bahan materi ataupun (Tesis/Skripsi/Makalah) yang sudah jadi yang mempunyai Referensi Buku yang Jelas, Maka Silahkan Hubungi no. Hotline Kami 081340102992, namun sebelumnya dengan mentranfer uang Rp. 50.000, ke No. Rekening BRI : 5133-01-000526-50-1. Materi (Tesis, Skripsi,  tersebut akan di Format "Zip Archip" dan langsung dikirimkan ke email anda.
KEPERCAYAAN MODAL UTAMA PONDOK MAHASISWA 

Skripsi Bahasa Inggris


ABSTRACT

Fatmah, Nim: 07105083, Student of Tarbiyah and Tadris Faculty, Program/study of English. This skripsi title “Applying Loudspeaker as audio media to Increase Students’ Vocabulary in Listening Skill (This Research Held on Grade VII of SMP Negeri 4  Limboto).

Adviser I : Hj.Lisdawati Muda, S.Pd., M. Si
Adviser II: Andi Nurwati S.S., M. Pd

Key words: Vocabulary, language, audio.

In problem of this research many students were poor vocabulary, they less memorized vocabulary and it bored them, therefore the researcher as an English teacher  applied  the loudspeaker  to play  the meaning of vocabulary to students as a new method with the aim to increase students' vocabulary in learning English and also easy them to memorize English vocabulary.
This study uses a class action approach to teach English by applying loudspeaker as an audio media to increase the students’ vocabulary in first grade of SMP 4 Limboto by the number of 20 students.
The result of research has been done by English teacher, by applying the loudspeaker as an media audio could increase students' vocabulary and focused them to learn. The loudspeaker as an audio media could help students to focus on the lesson. The results of this research showed that could achieve the standards that is decided even achieve higher standards than 70%. The result of this research in increasing students' vocabulary achieved standard 35% in the first cycle and increased 85% in the second cycle. Thus concluded that the students have achieved the standards set that is decided (70%) even more than that. Therefore researcher suggested that English teachers use the loudspeaker as an audio media to increase students' vocabulary in learning English.

Wednesday, October 26, 2011

Hubungan Materi Pendidikan Agama Islam Dengan Karakteristik Siswa

Perubahan tingkah laku sebagai proses hasil belajar yakni timbulnya pengertian–pengertian baru, dari yang tidak tahu menjadi tahu, terjadinya perubahan sikap, kesanggupan menghargai, perkembangan sifat-sifat sosial, emosional, dan perubahan jasmani. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ahmasi bahwa hasil belajar yang dicapai adalah perubahan-perubahan dalam jiwa seperti memperoleh pengertian tentang bahasa, bersikap sosial.
Perubahan tingkah laku dapat diukur melalui pencapaian Kompetensi Dasar (KD) sebagai penjabaran dari Sandar Kompetensi (SK), di dalamnya mengandung pernyataan tingkah laku secara operasional yang diharapkan dari peserta didik setelah pelajaran disajikan. Hasil belajar yang dicapai melalui KD merupakan prestasi belajar peserta didik. Belajar tanpa tujuan yang terencana tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Itulah sebabnya, belajar pendidikan agama Islam sangat dituntut dalam diri peserta didik adalah perhatian, ketekunan, dan motivasi yang tinggi untuk menerima materi yang disajikan, serta mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Belajar mata pelajaran agama Islam tidak hanya terbatas pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, tetapi lebih dari itu peserta didik harus memperkaya pengetahuan yang diperolehnya di dalam kelas dengan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya setiap peserta didik menginginkan hasil belajarnya yang baik, namun terkadang harapan yang diinginkan tidak terimplementasikan dengan demikian perlu dipertanyakan hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam pencapaian hasil belajar peserta didik. Hasil belajar peserta didik ditentukan oleh dua faktor: yakni faktor dalam diri peserta didik dan faktor dari luar diri peserta didik atau lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Clark dalam Sudjana yaitu: “hasil belajar peserta didik di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuannya dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan”.[1] Dengan demikian faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar secara optimal khususnya pada pelajaran agama.
Memperhatikan penjelasan di atas, maka tentunya keberadaan strategi belajar mengajar dapat memberi pengaruh bagi peserta didik termasuk pada hasil belajar peserta didik itu sendiri. Dengan menggunakan strategi dalam proses belajar mengajar yang berbasis kontekstual peserta didik dapat lebih mengalami dan merasakan sendiri.
Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap periode  perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
1.         Perkembangan Aspek Kognitif
Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual.  Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran PAI  bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat siswa. Pembelajaran PAI akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: 1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), 2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut), 3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), 4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), 5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), 6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri), dan 7) kecerdasan antar pribadi (kemampuan memahami orang lain).  Di antara ketujuh macam kecerdasan ini sesuai dengan karakteristik keilmuan PAI akan dapat berkembang pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru PAI untuk berlatih mengeksplorasi gejala alam, baik gejala kebendaan maupun gejala kejadian/peristiwa guna membangun konsep PAI.  
Ada perbedaan perkembangan berpikir bagi anak di usia SD dan di usia SMP. Untuk melihat perbedaan perkembangan berpikir kognitif pada masa SD dan SMP dapat diperhatikan ilustrasi berikut. Pada periode konkrit (usia SD), anak mungkin mengartikan sistem keadilan dikaitkan dengan polisi atau hakim, sedangkan remaja (usia SMP) mungkin mengartikannya secara lebih abstrak, yaitu sebagai suatu aspek kepedulian pemerintah terhadap hak-hak warga masyarakatnya. Terkait dengan mata pelajaran PAI, dalam masalah aqidah seperti mengimani adanya Allah, pada anak usia SD mungkin dipahami sebagaimana adanya alam semesta, termasuk manusia. Sementara itu pada anak usia SMP, mengimani adanya Allah tidak cukup meyakini kalau Allah itu ada, tetapi harus dikembangkan sampai ke pemahaman yang lebih abstrak. Artinya, meskipun Allah itu ada sebagaimana alam semesta, tetapi keadaannya sangat berbeda. Adanya Allah tidak dapat dilihat sebagaimana alam semesta, karena Allah bersifat Maha Ghaib. Argumen-argumen harus dikemukakan untuk mendukung pendapat atau ide-ide yang diberikan. Anak sudah mulai diajak berpikir logis dalam memahami konsep-konsep ajaran Islam, meskipun masih pada tataran yang sederhana.
2.         Perkembangan Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain:
a.  Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustrasi yang tinggi.
b. Tahap asosiatif
Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan  yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.
c. Tahap otonomi
Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk berpikir tentang gerakannya.
Perkembangan aspek psikomotor pada anak usia SMP sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perkembangan pada anak usia SD, karena usia SMP merupakan kelanjutan dari usia SD. Perkembangan psikomotor pada anak usia SD sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia SD merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan. Begitu juga pada masa SMP keterampilan anak semakin berkembang dengan baik, sehingga dapat dijadikan pijakan untuk menentukan pilihan yang akan ditekuninya di usia selanjutnya.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun ketrampilan. Oleh karena itu, perkembangan psikomotor sangat menunjang keberhasilan perserta didik. Pada masa usia SMP perkembangan psikomotor ini pada umumnya sudah dicapainya dan untuk selanjutnya dikembangkannya.
Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual, memengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia SMP (remaja awal) perkembangan emosi anak menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih). Oleh karena itu, mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Dalam hubungan persahabatan, anak remaja memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interes, sikap, nilai, dan kepribadian. Pada masa ini berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungtan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi) atau keinginan orang lain (teman sebaya) perkembangan konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun yang negatif bagi dirinya. Jika temannya menampilkan sikap dan perilaku yang agamis seperti taat beribadah, berakhlak yang mulia, dan aktif dalam kegiatan sosial, maka kemungikinan besar remaja tersebut akan berpenampilan baik seperti temannya. Sebaliknya, jika temannya berpenampilan tidak baik, dia pun akan seperti temannya tersebut.
Di sinilah peran PAI dan guru PAI dalam rangka mengantarkan anak untuk menata perkembangan emosinya dengan baik sehingga dia memiliki sikap dan perilaku yang religius seperti yang dikemukakan di atas. Materi PAI diharapkan dapat memberi pemahaman dan pengamalan (perilaku) keagamaan anak sehingga ketika memasuki masa mukallaf (baligh/dewasa) anak sudah siap dan tidak lagi mulai belajar menapakinya, tetapi sudah memasukinya dengan bekal pemahaman dan perilaku keagamaan yang baik.
3.  Perkembangan Aspek Afektif
Perkembangan aspek afektif anak pada usia SMP tidak berbeda dengan perkembangannya pada aspek psikomotornya. Kedua aspek ini terkait erat sehingga perkembangannya selalu seiring dan sejalan. Sikap dan perilaku teman (terutama teman sebaya) dan lingkungan masyarakatnya sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku anak.
Perkembangan aspek afektif anak juga terkait erat dengan perkembangan kepribadian anak. Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan dan integrasi kepribadian. Masa remaja juga merupakan saat berkembangnya identitas (jati diri). Perkembangan identitas merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa. Perkembangan identitas masa remaja berkaitan erat dengan komitmennya terhadap okupasi (pekerjaan, jabatan, kesibukan) masa depan, peran-peran masa dewasa, dan sistem keyakinan pribadi.
Perkembangan identitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah: 1) iklim keluarga, yaitu yang berkaitan dengan interaksi sosio-emosional antar anggota keluarga serta sikap dan perilaku orang tua terhadap anak; 2) tokoh idola, yaitu orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat; dan 3) peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat ke depan dan menguji dirinya dalam setting (adegan) kehidupan yang beragam.
Pengalaman sejak masa kecil yang penuh konflik atau frustrasi dan kurang mendapat bimbingan keagamaan (akhlak yang mulia) akan berdampak kurang baik bagi perkembangan remaja. Sebaliknya, pengalaman yang menyenangkan akan mempengaruhi sifat-sifat pribadi yang taat beragama dan tidak melampaui batas.



[1] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Algensindo, 2000), h. 12.

Pondok Mahasiswa, Hubungan Materi Pendidikan Agama Islam Dengan Karakteristik Siswa (Online)www.jamal-alfath.blogspot.com, diakses tanggal ...........

Tuesday, October 25, 2011

Lucu Ya..Muslim Zaman Sekarang


Lucu ya, uang Rp 20,000an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak  amal masjid, tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket,
Lucu ya,, 45 menit terasa terlalu lama untuk berzikir tapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan sepakbola,
Lucu ya, ,betapa lamanya 2 jam berada di Masjid, tapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati pemutaran film dibioskop,
Lucu ya, ,susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa atau  sholat,tapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman,
Lucu ya, ,betapa serunya perpanjangan waktu dipertandingan bola favorit kita, tapi betapa bosannya bila imam sholat Tarawih bulan Ramadhan kelamaan  bacaannya,
Lucu ya, ,susah banget baca Al-Quran 1 juz saja, tapi novel best-seller 100 halamanpun habis  dilalap,
Lucu ya, ,orang-orang pada berebut paling depan untuk nonton bola atau konser, dan berebut cari saf paling belakang bila Jumatan agar bisa cepat keluar,
Lucu ya, ,kita perlu undangan pengajian 3-4 minggu sebelumnya agar bisa disisipkan diagenda kita, tapi untuk acara lain jadwal kita gampang diubah seketika,
Lucu ya, .susahnya orang mengajak partisipasi untuk dakwah, tapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gossip,
Lucu ya, ,kita begitu percaya pada yang dikatakan koran, tapi kita sering mempertanyakan    apa yang dikatakan Qur’an,
Lucu ya, ,semua orang inginnya masuk surga tanpa harus beriman, berpikir, berbicara ataupun melakukan apa-apa,
Lucu ya, ,kita bisa ngirim ribuan jokes lewat email, tapi bila ngirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berpikir dua-kali.