Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Thursday, June 2, 2011

Bentuk Gangguan Kelas


A.    Bentuk Gangguan Kelas
1.      Anak hiperaktif
menurut Sani Budiantini Hermawan, Psi. Psikolog dari Klinik Empati Development Center, Jakarta (Tabloid Nakita) bahwa Ciri-ciri anak hiperaktif sebagai berikut :
a)      Menentang
 Anak dengan gangguan hiperaktivitas umumnya memiliki sikap penentang/pembangkang atautidak mau dinasehati. Misalnya, penderita akan marah jika dilarang berlari ke sana kemari, coret-coret atau naik-turun tak berhenti. Penolakannya juga bisa ditunjukkan dengan sikap cuek .
b)       Destruktif 
            Perilakunya bersifat destruktif atau merusak. Ketika menyusun lego misalnya, anak aktif akanmenyelesaikannya dengan baik sampai lego tersusun rapi. Sebaliknya anak hiperaktif bukanmenyelesaikannya malah menghancurkan mainan lego yang sudah tersusun rapi. Terhadapbarang-barang yang ada di rumah, seperti vas atau pajangan lain, kecenderungan anak untuk menghancurkannya juga sangat besar. Oleh karena itu, anak hiperaktif sebaiknya dijauhkan daribarang-barang yang mudah dipegang dan mudah rusak.
c)       Tak kenal lelah
            Anak dengan gangguan hiperaktivitas sering tidak menunjukkan sikap lelah. Sepanjang hari diaakan selalu bergerak ke sana kemari, lompat, lari, berguling, dan sebagainya. ³Kesannya tidak pernah letih, bergerak terus,´ ujar Sani. Hal inilah yang seringkali membuat orang tua kewalahandan tidak sanggup meladeni perilakunya.
d)     Tanpa tujuan
            Semua aktivitas dilakukan tanpa tujuan jelas. Kalau anak aktif, ketika naik ke atas kursi punyatujuan, misalnya ingin mengambil mainan atau bermain peran sebagai Superman. Anak hiperaktif melakukannya tanpa tujuan. Dia hanya naik dan turun kursi saja.
e)       Tidak sabar dan usil
            Yang bersangkutan juga tidak memiliki sifat sabar. Ketika bermain dia tidak mau menunggugiliran. ³Ketika dia ingin memainkan mobil-mobilan yang sedang dimainkan oleh temannya, dia langsung merebut tanpa bertanya lebih dulu
Nah, ketika anak mengalami gangguan hiperaktif ini, para ibu biasanya menjadi gugup dankebingungan. Sering kali mencoba menutup diri dan tidak mau mengakui apa yang dialamianaknya. Padahal, sebetulnya, tidak perlu gugup atau kuatir yang terlalu tinggi. Menerima dengan ikhlas. Segala sesuatunya telah ditentukan oleh Yang Maha memberikananak, yaitu Allah. Jika Allah menguji kita dengan hadirnya anak dengan gangguan hiperaktif, itutandanya Allah Tahu bahwa kita mampu dan dapat mengatasi serta mendidik anak dengansebaik-baiknya. Anak hiperaktif cenderung memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ini yang sering kali dilupakan bahkan tidak diperhatikan. Para ibu cenderung bergulat dan berkutat pada kesedihandan kekecewaan terhadap putranya. Tapi tidak mau melihat, bahwa anak-anak dengan gangguanhiperaktif ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tugas ibulah yang mencari danmenggali kecerdasan ini.
Anak-anak hiperaktif cenderung tidak disiplin. Mereka tidak mau tenang,dan cenderung membangkang. Tidak patuh pada aturan. Nah, jika demikian, maka Anda harusmembuat sebuah ³kontrak´ perjanjian dengannya untuk berlatih disiplin.
Tidak menghukumnya secara berlebihan, bukan salah anak Anda jika ia hiperaktif. So,jangan menghukumnya karena gangguan hiperaktif ini. Melatihnya berdisiplin, oke. Tapi,dengan cara yang baik dan benar. Lebih banyak bersabar Ini adalah tuntutan utama bagi para orangtua. Tanpa kesabaran, maka anda tidak akan dapat menangani anak  anda dengan baik.
Menjaga komunikasi dan biarkan ia merasakan kasih sayang Anda Ketika anak melihatdan merasakan perhatian yang diberikan orangtuanya, dan memang, perlu diakui, bahwamenjalin komunikasi dengan anak-anak hiperaktif ini harus senantiasa. Ibaratnya, harus setiapmenit kita mengajaknya berkomunikasi. Dan bukannya memanjakan, perhatian terhadap anak-anak hiperaktif memang harus lebih banyak dibandingkan saudara-saudaranya yang normal.
Pada umumnya sejak lahir manusia telah memiliki sedikit perasaan malu, namun bilaperasaan itu telah berubah menjadi semacam rasa takut yang berlebihan, maka hal ituakan menjadi suatu fobia, yaitu takut mengalami tekanan dari orang lain atau takutmenghadapi masyarakat. Anak yang pemalu selalu menghindar dari keramaian dan tidak dapat secara aktif bergaul dengan temannya yang lain.
Guru tidak mudah mengetahui apakah muridnya seorang pemalu, sebab pada umumnyamereka tidak suka berbuat kegaduhan atau masalah. Sifat pemalu dapat menjadi masalahyang cukup serius sebab akan menghambat kehidupan anak, misalnya dalam pergaulan,pertumbuhan harga diri, belajar, dan penyesuaian diri. Umumnya ciri anak pemalu ialahterlalu sensitif, ragu-ragu, terisolir, murung, dan juga sulit bergaul. Jadi mereka perludiberi bantuan
Belakangan ini banyak orang tua yang datang kepada saya yang khawatir tentang anaknya yang menurut sekolah dinyatakan tidak bisa berkonsentrasi dan hiperaktif. Bahkan ada beberapa anak yang divonis hiperaktif tersebut mulai di “keluarkan” atau di PHK dari sekolahnya.  Saya bisa memahami kebingungan para orang tua yang kebetulan memiliki ciri-ciri anak yang cenderung dikatakan sebagai anak Hiper Aktif yang juga tidak bisa berkonsentrasi.
Mari kita lihat dari mana datangnya istilah Hiper Aktif ini; Istilah Hiper Aktif lahir manakala dunia pendidikan dan psikologi membuat standardisasi anak normal. Jadi dari sekian banyak anak-anak yang berbeda-beda ini hanya dibuatkan satu standar anak yang tergolong normal.

Apa ciri-ciri anak yang termasuk golongan anak normal teresebut: 
1.      Anaknya cenderung pendiam dan tidak banyak bergerak
2.      Anak cenderung penurut dan patuh alias selalu mau mengikuti apa yang diperintahkan oleh gurunya.
3.      Anak yang rapi dan tekun mengerjakan sesuatu yang ditugaskan oleh gurunya dsb.
Alison Gopnik, seorang psikolong perkembangan anak yang juga sekaligus peneliti mengatakan bahwa; banyak sekali pandangan-pandangan psikologi masa lalu yang sudah tidak relevan lagi dengan kemajuan pengetahuan tentang anak. Selama 30 tahun terakhir para ahli psikologi dan ilmuan peneliti otak telah berhasil menguak 70 tahun rahasia otak yang dulu tidak terjelaskan. Apabila kita ingin melihat seorang anak itu normal atau tidak; maka acuan terbesarnya adalah pada struktur dan sitem kerja otak. Dan ternyata selama 30 tahun terakhir kita telah banyak membongkar tentang rahasia otak anak yang menunjukan banyak sekali anak yang dulunya dikatakan sebagai hiper aktif namun ternyata adalah anak Kinestetik yang cara belajarnya mengandalkan pergerakan tubuh dan experiment. Anak-anak yang dulu dikatakan sebagai disleksia ternyata adalah anak yang lebih dominan menggunakan otak kanannya dalam belajar, dan banyak lagi.  Oleh karena itu pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa hampir tidak pernah saya temukan sebuah ciptaan yang begitu Mengagumkan dan Begitu Ajaib seperti seorang anak manusia,yang memiliki kemampuannya yang begitu unik dan beragam. Sampai-sampai hampir setiap hari saya selalu memperhatikan dan mengamati keajaiban-keajaiban itu muncul melalui anak saya sendiri dan anak-anak lainnya yang bersedia untuk menjadi relawan uji coba di laboratorium kami. Mari kita akhiri era ilmu pengetahuan yang hanya mampu melabeli anak dengan segala kekurangannya. Lain lagi dengan yang disampaikan oleh Ketty H. Pasek, dia mengatakan; Menurut saya sesungguhnya bukan anak kita yang hiper aktif, melainkan yang ada adalah sekolah kitalah yang hiper pasif.
Bayangkan metode sekolah kita mengharuskan anak untuk duduk di bangku yang keras selama berjam-jam atau selalu berada di ruangan yang sama sepanjang waktu atau dalam rentang waktu berbulan-bulan, sementara kita saja yang orang dewasa merasa gelisah apabila duduk lebih dari 2 jam tanpa boleh melakukan aktifitas lainnya selain mendengarkan dan mengerjakan perintah.
Tidakkah kita sering melihat orang dewasa yang terkantuk-kantuk dalam ruangan karena bosannya. Apalagi anak-anak kita; dimana secara alami fitrah mereka adalah selalu bergerak, tertarik terhadap banyak hal dan objek baru namun hanya beberapa menit saja. 
Dan untuk objek tertentu yang menarik secara pribadi anak kita bahkan bisa memperhatikannya lebih lama dari orang-orang dewasa. Dia akan tetap di tempat untuk memperhatikan objek tersebut meskipun orang tuanya sudah mengajak dia beranjak pergi. Pernahkah hal ini terjadi pada anda....? ya saat anda mengajaknya berkunjung ke satu pameran exebisi atau kebun binatang.
Jadi mari sama-sama kita evaluasi kembali pertanyaannya; sesungguhnya Anak kita yang hiper aktif atau malah sekolah kita yang justru hiper pasif ?. Jadi sebenarnya anak yang tidak bisa berkonsentrasi atau kita yang tidak berhasil menemukan bidang-bidang yang menjadi ketertarikannya ?
Sesungguhnya setiap anak kita adalah "Masterpiece" yang sempurna dari Tuhannya. Jadi sesungguhnya tidak ada yang aneh dari mereka, malah jangan-jangan kitalah yang aneh, jadi pendidik kok tidak pernah mau belajar tentang temuan-temuan terbaru ilmu pengetahuan tentang pendidikan anak..? Mendidik anak zaman sekarang kok malah menggunakan cara-cara zaman dulu yang sudah kedaluwarsa.
Mari kita didik anak-anak kita sesuai zamannya karena mereka akan hidup berbeda dengan zaman kita hidup. Begitulah pesan yang agung dari orang bijaksana yang telah disampaikan lebih dari 1000 tahun yang lalu.
2.      Bentuk Gangguan Perilaku
Bentuk-bentuk gangguan perilaku dapat ditinjau dari berbagai segi. Menurut Prayitno dan Amtie (2005:46), bentuk-bentuk gangguan perilaku tersebut digolongkan ke dalam empat dimensi, yaitu: dimensi individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas. Permasalahan dimensi individualitas, seperti prestasi rendah, motivasi belajar rnenurun atau kesulitan alat pelajaran. Permasalahn dimensi sosialitas, seperti bentrok dengan guru, pendiam, sering bertengkar, sukar menyesuaikan diri, pemaha penakut, kurang bergaul, kasar dan manja.[1]
Permasalahan dimensi moralitas, seperti melanggar tata tertib sekolah membolos, tidak senonoh, minggat, nakal, kasar, terlibat narkoba atau terlambat masuk sekolah. Permasalah dimensi religious seperti tidak melakukan salat atau perbuatan-perbuatan lain yang menyimpang dari agama yang dianutnya.
Menurut pendapat Dalyono (2001:265), "Bentuk-bentuk gangguan perilaku dapat dibagi menjadi dua sifat, yaitu perilaku regresif dan agresif" Contoh-contoh bentuk gangguan perilaku yang bersifat regresif antara lain: suka menyendir, pemalu, penakut, mengantuk, atau tak mau masuk sekolah,  sedangkan bentuk yang agresif antara lain: berbohong, membuat onar, memeras teman, dan perilaku-perilaku lain yang dapat menarik perhatian orang lain atau merugikan orang lain seperti mengganggu orang lain.[2]
Seseorang yang cenderung suka mengganggu sesamanya memperlihatkan keadaan jiwa yang tidak stabil, kurang sehat, sedang dilanda kegelisahan. Dalam usaha membebaskan diri dari berbagai belenggu tersebut, ia tak menemukan cara lain selain melakukan perbuatan yang menyimpang seperti mengganggu orang lain disekitarnya. Kecenderungan anak mengganggu sesarna teman menunjukkan bahwa adanya ketidaksenangan serta ketidakpuasan si pelaku terhadap kondisi hidupnya Misalnya ia tidak menyukai sikap keras kedua orang tuanya, merasa dirinya tidak aman di rumah atau di sekolah,  acapkali diganggu orang lain, tengah menghadapi masalah besar, atau tak mampu membalaskan dendamnya.
Orang-orang yang suka mengganggu, sesungguhnya haus kasih sayang dari orang tua. Sikap dan tindakan si anak dimaksudkan untuk menarik perhatian orang lain atau demi melampiaskan dendam terhadap pengasuhnya Bila mereka mendapat curahan kasih sayang, dan tak lagi merasa dikucilkan, niscaya segenap problem dan kesulitan yang mereka hadapi selama ini akan segera terselesaikan.
Di sekolah para pendidik juga menemukan bentuk-bentuk perilaku menyimpang, misalnya: mengganggu teman, sering bolos, malas, mengganggu kelas, bergaul bebas, atau tidak pernah membuat pekerjaan rumah (tugas-tugas dari guru). Jadi, peranan menyimpang yaitu sebagai bentuk perlawanan dari berbagai aturan yang telah ditetapkan di sekolah. Aturan-aturan tersebut bisa terdapat dalam tata tertib sekolah maupun aturan berbentuk penegakan moral (norma) dalam tatanan pergaualan sehari-hari yang biasanya dilakukan normal dan wajar, sehingga tidak akan terjadi penyimpangan perilaku terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Perilaku keagresifan sosial seperti mengganggu teman-teman yang lemah bertindak kasar, dan sering main pukul, suka berkelahi, merusak, pendendam bermusuhan secara terang-terangan, sering melanggar aturan pemarah. Bentuk perilaku ini bersifat agresif. Apabila ia bertindak, si pelaku tidak memandang belas kasihan.
Hasil penelitian Sheldon dalam Vembriarto (1997:51) menunjukkan bahwa "Banyak siswa nakal yang suka mengganggu orang-orang disekitarnya berasal dari keluarga yang bersikap menolak atau acuh tak acuh terhadap siswa" Siswa-siswa nakal yang berasal dari keluarga yang bersikap menolak ini umumnya mempunyai sifat curiga terhadap orang lain dan suka menentang kekuasaan. Mereka tidak lagi terkesan oleh hukuman, karena sudah terlalu banyak mengalami hukuman dari orang tuanya. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa masalah kecenderungan anak suka mengganggu sesama teman, selain berkenaan dengan pengaruh pendidikan, juga berkenaan dengan pengaruh unsur-unsur kejiwaan, emosional, dan kondisi kehidupan.[3]


 DAFTAR PUSTAKA

[1] Prayitno dan EnnanAmti.2005. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
[2] Dalyono, M. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
[3] Vembriarto, ST. 1997. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Paramita.

No comments:

Post a Comment