Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Thursday, June 2, 2011

Ajaran Socrates, Plato Dan Aristoteles


Perkembangan pemikiran pada era Yunani klasik berawal dari keprihatinan moral Socrates lalu berkembang dengan tumbuhnya gagasan-gagasan filosofis pada filsuf-filsuf sesudahnya, khususnya Plato dan Aristoteles. Pengungkapan kenyataan ini tidak hanya bersifat historis belaka, namun ada hikmah atau nilai yang berharga yang dapat kita petik. Pertama, munculnya gagasan-gagasan filosofis yang besar-besar seperti yang dicetuskan oleh, dalam kasus ini, Plato dan Aristoteles, tidak turun dari langit secara tiba-tiba (taken for granted), melainkan hasil dari pergulatan dan pergumulan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Kedua, kita melihat bahwa prinsip-prinsip etika dan logika berasal dari sumber yang sama; dan hal ini menunjukkan bahwa nilai moral terkait erat dengan pengetahuan; bahwa nilai subyek terkait erat dengan fakta obyek; bahwa hati terkait erat dengan nalar.
Socrates lahir di Athena pada tahun 470 sebelum Masehi. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan. Pada permulaannya Socrates mau menuruti jejak bapaknya, menjadi tukang pembuat patung pula. Tetapi akhirnya ia berganti haluan. Dari membentuk batu jadi patung ia membentuk watak manusia.
 Masa hidupnya hampir sejalan dengan perkembangan sufisme di Athena. Pada hari tuanya Socrates melihat kota tumpah darahnya mulai mundur, setelah mencapai puncak kebesaran yang gilang-gemilang.
Socrates bergaul dengan semua orang, tua dan muda, kaya dan miskin. Ia seorang filosof dengan coraknya sendiri. Ajaran filosofinya tak pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup. Menurut kata teman-temannya: Socrates demikian adilnya, sehingga ia tak pernah berlaku zalim. Ia begitu pandai menguasai dirinya, sehingga ia tak pernah memuaskan hawa nafsu dengan merugikan kepentingan umum. Ia demikian cerdiknya, sehingga ia tak pernah khilaf dalam menimbang buruk baik.
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malahan tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir.
Dalam mencari kebenaran, ia tidak memikir sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya disebut maieutik, menguraikan, seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya sebagai dukun beranak.
Socrates mencari pengertian, yaitu bentuk yang tetap daripada sesuatunya. Sebab itu ia selalu bertanya: apa itu? Apa yang dikatakan berani, apa yang disebut indah, apa yang bernama adil? Pertanyaan tentang “apa itu” harus lebih dahulu daripada “apa sebab”. Ini biasa bagi manusia dalam hidup sehari-hari. Anak kecil pun mulai bertanya dengan “apa itu”. Oleh karena jawab tentang “apa itu” harus dicari dengan tanya jawab yang mungkin meningkat dan mendalam, maka Socrates diakui pula—sejak keterangan Aristoteles—sebagai pembangun dialektik pengetahuan. Tanya jawab, yang dilakukan secara meningkat dan mendalam, melahirkan pikiran yang kritis. Dalam berjuang mencari kebenaran yang umum lakunya, yaitu mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya, terletak seluruh filosofinya.
Oleh karena Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. Kedua-duanya itu bersangkutpaut. Induksi menjadi dasar definisi.
Induksi di sini berlainan artinya arti induksi sekarang. Menurut induksi paham yang sekarang penyelidikan dimulai dengan memperhatikan yang satu-satunya dan dari situ—dengan mengumpulkan—dibentuk pengertian umum lakunya. Induksi yang menjadi metode Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai dengan contoh dan persamaan, dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi. Seperti disebut di atas, dari lawannya bersoal jawab, yang masing-masing terkenal sebagai ahli dalam vaknya sendiri-sendiri, dikehendakinya definisi tentang “berani” “indah” dan lain sebagainya. Pengertian yang diperoleh itu diujikan kepada beberapa keadaan atau kejadian yang nyata. Apabila dalam pasangan itu pengertian tidak mencukupi, maka dari ujian itu pengertian dicari perbaikan definisi. Definisi yang tercapai dengan cara begitu diuji pula sekali lagi untuk mencapai perbaikan yang lebih sempurna. Demikianlah seterusnya. Contoh Socrates bekerja itu dapat diketahui dari dialog-dialog Plato yang mula-mula, di mana caranya berfilosofi masih dekat sekali kepada Socrates.
Begitulah cara Socrates mencapai pengertian. Dengan melalui induksi sampai kepada definisi. Definisi yaitu pembentukan pengertian yang umum lakunya. Pengertian menurut paham Socrates sama dengan apa yang disebut Kant: prinsip regulative, dasar menyusun. Dengan jalan begitu, hasil yang dicapai tidak lagi takluk kepada paham subyektif, seperti yang diajarkan oleh kaum sofis, melainkan umum sifatnya, berlaku untuk selama-lamanya. Induksi dan definisi menuju pengetahuan yang berdasarkan pengertian.
Dengan caranya itu Socrates membangunkan dalam jiwa lawannya bersoal jawab keyakinan, bahwa kebenaran tidak diperoleh begitu saja sebagai ayam panggang terlompat ke dalam mulut yang ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya. Dengan cara mencari kebenaran seperti itu terlaksana pula tujuan yang lain, yaitu membentuk karakter. Sebab itu tepat sekali Socrates mengatakan: budi ialah tahu. Maksudnya, budi baik timbul dengan pengetahuan. Manusia yang dirusak oleh ajaran sufisme mau dibentuk kembali.
Salah satu catatan Plato yang terkenal adalah Dialogue, yang isinya berupa percakapan antara dua orang pria tentang berbagai topik filsafat. Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar"Kenalilah dirimu". memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya. Sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang terkenal:
Socrates percaya bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang bijak, yang dipersiapkan dengan baik, dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. Ia juga dikenang karena menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alami lingkungan, yang kemudian akan mengarah pada perkembangan metode ilmu pengetahuan.
Budi ialah tahu, kata Socrates. Inilah inti sari daripada etiknya. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Paham etiknya itu kelanjutan daripada metodenya. Induksi dan definisi menuju kepada pengetahuan yang berdasarkan pengertian. Dari mengetahui beserta keinsafan moril tidak boleh tidak mesti timbul budi.
Dari ucapan itu nyatalah, bahwa ajaran etik Socrates intelektual sifatnya. Selain dari itu juga rasionil. Apabila budi adalah tahu, maka tak ada orang yang sengaja, atas maunya sendiri, berbuat jahat. Kedua-duanya, budi dan tahu, bersangkut-paut. Apabila budi adalah tahu, berdasarkan timbangan yang benar, maka “jahat” hanya datang dari orang yang tidak mengetahui, orang yang tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar. Orang yang kesasar adalah kurban daripada kekhilafananya sendiri. Kesasar bukanlah perbuatan yang disengaja. Tidak ada orang yang khilaf atas maunya sendiri.
Apa itu “kesenangan hidup”? Ini tak pernah dipersoalkan oleh Socrates, sehingga murid-muridnya kemudian memberikan pendapat mereka sendiri-sendiri, yang satu bertentangan dengan yang lain.
Menurut Socrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti dengan segala barang yang ada itu ada tujuannya, begitu juga hidup manusia. Apa misalnya tujuan meja? Kekuatannya, kebaikannya. Begitu juga dengan manusia. Keadaan dan tujuan manusia ialah kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya.
Dari pandangan etik yang rasionil itu Socrates sampai kepada sikap hidup, yang penuh dengan rasa keagamaan. Menurut keyakinannya, menderita kezaliman lebih baik dari berbuat zalim. Sikap itu diperlihatkannya, dengan kata dan perbuatan, dalam pembelaannya di muka hakim. Socrates adalah orang yang percaya kepada Tuhan. Alam ini teratur susunannya menurut ujud yang tertentu. Itu, katanya, adalah tanda perbuatan Tuhan. Kepada Tuhan dipercayakannya segala-galanya yang tak dapat diduga oleh otak manusia. Jiwa manusia itu dipandangnya bagian daripada Tuhan yang menyusun alam. Sering pula dikemukakannya, bahwa Tuhan itu dirasai sebagai suara dari dalam, yang menjadi bimbingan baginya dalam segala perbuatannya. Itulah yang disebutnya daimonion. Bukan dia saja yang begitu, katanya. Semua orang dapat mendengarkan suara daimonion itu dari dalam jiwanya, apabila ia mau.
Juga dalam segi pandangan Socrates yang berisi keagamaan, terdapat pengaruh paham rasionalisme. Semuanya itu menunjukkan kebulatan ajarannya, yang menjadikan ia seorang filosof yang terutama seluruh masa.
Plato dilahirkan di Athena dari keluarga terkemuka, dari kalangan politisi. Pada mulanya ia ingin bekerja sebagai seorang politikus, namun ada kekacauan di negaranya, setelah kematian gurunya Socrates hal itu telah memadamakan ambisinya untuk menjadi seorang politikus, kemudian ia beralih ke filsafat sebagai jalan untuk memperbaiki kehidupan bangsanya, ajaran socrates sangat berpengaruh pada dirinya.
Ajaran tentang Idea – Idea merupakan inti dan dasar seluruh filsafat Plato. Idea yang dimaksudkan Plato di sini bukanlah suatu gagasan yang terdapat dalam pemikiran saja yang bersifat subyektif belaka. Bagi Plato Idea merupakan sesuatu yang obyektif, ada idea-idea, terlepas dari subyek yang berfikir, Idea-idea tidak diciptakan oleh pemikiran kita, tidak tergantung pada pemikiran, tetapi sebaliknya pemikiranlah yang tergantung pada idea-idea. Justru karena adanya idea-idea yang berdiri sendiri, pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain daripada menaruh perhatian kepada idea-idea.
Etik Plato bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya adalah mencapai budi baik. Budi ialah tahu. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu sempurnakanlah pengetahuan dengan pengertian.
Tujuan hidup ialah mencapai kesenganan hidup. Yang dimaksud dengan kesenangan hidup itu bukanlah memuaskan hawa nafsu didunia ini. Kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan. Yang tepat tentang nilai barang-barang yang dituju.
Etik Plato bersendi pada ajarannya tentang idea. Dualisme dunia dalam teori pengetahuan lalu di teruskan dalam praktik hidup. Oleh karena kemauan seseorang bergantung pada pendapatnya, nilai kemauannya itu ditentukan oleh pendapatnya. Dari pengetahuan yang sebenarnya yang dicapai dengan dialektika timbul budi yang lebih tinggi dari pada yang dibawakan oleh pengetahuan dari pandangan. Menurut Plato ada dua macam budi.
Pertama, budi filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian. Kedua, budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari keyakinan disesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari.
Plato hidup dalam masa Athena menempuh jalan turun setelah mencapai kedudukan yang gilang gemilang dalam segala lapangan, pertentangan antara kaya dan miskin sangat menyolok mata. Karena itu pertentangan politik juga hebat. Menurut Plato nasib Athena hanya dapat tertolong dengan mengubah dasar sama sekali hidup rakyat dan sistem pemerintahan. Itulah alasan baginya untuk menciptakan bentuk suatu negara yang ideal.
Peraturan yang menjadi dasar untuk mengurus kepertingan umum kata Plato tidak boleh diputus oleh kemauan atau pendapat orang seorang atau oleh rakyat seluruhnya, melainkan ditentukan oleh suatu ajaran. Yang berdasarkan pengetahuan dengan pengertian.dari ajaran itu datanglah keyakinan, bahwa pemerintah harus dipimpin oleh idea tertinggi, yaitu idea kebaikan.kemauan untuk melaksanakan itu tergantung kepada budi. Tujuan pemerintah yang benar adalah mendidik warga warganya mempunyai budi. Plato membagi kedudukan penduduk menajdi tiga golongan yakni :
Golongan yang dibawah ialah golongan rakyat jelata, yang berupakan petani, pekerja, tukang dan saudagar. Kerja mereka adalah menghasilkan keperluan sehari-hari bagi ketiga-tiga golongan.
Golongan yang tengah ialah golongan penjaga atau “pembantu” dalam urusan negara. Terhadap keluar tugas mereka mempertahankan negara dari serangan musuh. Tugas kedalam menjamin supaya undang – undang dipatuhi rakyat.
Golongan atas ialah kelas perintah atau filosof. Mereka terpilih dari paling cakap dan yang terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan pelatihan special untuk itu. Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya. Mereka memangku jabatan tertinggi.
Aristoteles lahir di stageira pada semenanjung kalkidike di Trasia (Balkan) Bapaknya bernama Machaon adalah seorang dokter istana pada raja Macedonia Amyntas II. Sejak kecil mendapat asuhan dari bapaknya sendiri, ia mendapat pelajaran teknik membedah, karena itu perhatiannya banyak tertumpu pada ilmu alam, terutama ilmu biologi.
Setelah bapaknya meninggal ia pergi ke Athena belajar pada Plato di Akademia. Selama 20 tahun menjadi murid Plato, pertama kali ia menyusun buku Bibliotik yang pertama terdapat di Athena.
Berbagai macam cabang ilmu pengetahuan yang menjadi karya Aristoteles bila diperinci terdiri dari delapan cabang yang meliputi Logika, Filsafat Alam, Psikologi, Biologi, Metafisika, Etika Politik, Ekonomi, Retorika dan Poetika.
Aristoteles terkenal sebagai bapak logika, tapi tidaklah berarti bahwa sebelumnya tidak ada logika. Aristoteleslah orang pertama yang memberikan uraian secara sistematis tentang Logika.
Logika adalah ilmu yang menuntun manusia untuk berfikir yang benar dan bermetode. Dengan kata lain logika adalah suatu cara berfikir yang secara ilmiah yang membicarakan bentuk-bentuk fikiran itu sendiri yang terdiri dari pengertian, pertimbangan dan penalaran serta hukum-hukum yang menguasai fikiran tersebut.
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga bagian;
Ilmu pengetahuan praktis, yang meliputi etika dan politik
Ilmu pengetahuan produktif, yaitu teknik dan seni.
Ilmu pengetahuan teoritis yang meliputi phisika, matematika dan filsafat.
Dalam hal ini Aristoteles tidak memasukkan Logika sebagai cabang ilmu pengetahuan, melainkan hanya suatu alat agar kita dapat mempraktekkan ilmu pengetahuan.
Dalam uraian ini Aristoteles mengkritik ajaran gurunya tentang idea-idea. Menurut Aristoteles ; yang sungguh ada itu bukanlah yang umum melainkan yang khusus, satu persatu. Bukanlah manusia pada umumnya yang ada, melainkan manusia ini, itu, Anas, dan lain-lain. Semuanya ada, jadi Aristoteles bertentangan dengan gurunya Plato yang mengatakan “bahwa semua yang nampak hanyalah merupakan bayangan semata”.
Menurut Aristoteles, tidak ada idea-idea yang umum serta merupakan realita yang sebenarnya. Dunia idea di ingkari oleh Aristoteles sebagai dunia realitas, karena tidak dapat di buktikan. Jadi Aristoteles berpangkal pada yang kongkrit saja, yang satu persatu dan bermacam-macam, yang berubah, itulah yang merupakan realitas sebenarnya.
Bagaimana budi dapat mencapai pengetahuan yang umum itu sedangkan hal-hal yang menjadi obyeknya tidak umum.
Menurut Aristoteles ; obyek yang diketahui itu memang kongkrit dan satu persatu, jadi tidak umum. Yang demikian itu ditangkap oleh indera dan indera mengenalnya. Pengetahuan indera yang macam-macam itu dapat diolah oleh manusia (budi). Manusia itu menanggalkan yang bermacam-macam dan tidak sama, walaupun tidak di ingkari. Yang dipandang hanya yang sama saja dalam permacaman itu. Pengetahuan yang satu dalam macamnya oleh Aristoteles dinamai idea atau pengertian.
Jadi Aristoteles tidak mengingkari dunia pengalaman, sedangkan idea juga dihargainya serta diterangkan bagaimana pula mencapainya dengan berpangkal pada realitas yang bermacam-macam. Maka selayaknya aliran Aristoteles disebut “Realisme”.
Tujuan negara.
Aristoteles dalam bukunya menyatakan “bahwa manusia menurut kodratnya merupakan “Zoion Politikon”atau mahluk sosial yang hidup dalam negara.
Tujuan negara adalah memungkinkan warga negaranya hidup denga baik dalam arti sepenuhnya. Dengan kata lain lembaga-lembaga yang ada di dalamnya, keluarga di dalam suatu negara, hubungan antar negara tetangga semua baik.
Rumah Tangga.
Aristoteles mengkritik pendapat Plato, bahwa para penjaga tidak boleh hidup berkeluarga, dan juga Aristoteles tidak setuju dilarangnya mempunyai milik pribadi.
Menurut Aristoteles, untuk hidup menurut keutamaan manusia perlu keluarga dan butuh milik pribadi. Tetapi kekayaan tidak boleh di tambah dengan sembarang cara.
Susunan negara yang paling baik.
Negara yang paling baik ialah negara yang diarahkan buat kepentingan umum. Susunan negara yang paling baik menurut Aristoteles ialah “Politeia”. Poiteia adalah demokrasi moderat atau demokrasi yang mempunyai undang-undang dasar.
Dalam karya Aristoteles “ Ethika Nicomachea” mengatakan ; dalam segala perbuatannya manusia mengejar suatu tujuan. Ia selalu mencari sesuatu yang baik baginya. Dari sekian banyak tujuan yang ingin dicapai manusia, maka tujuan yang tertinggi dan terakhir dari manusia adalah kebahagiaan. Tugas Etika ialah mengembangkan dan mempertahankan kebahagiaan itu.
Menurut Aristoteles; manusia hanya disebut bahagia jika ia menjalankan aktivitasnya dengan baik. Dengan kata lain agar manusia berbahagia ia harus menjalankan aktivitasnya dengan baik.
Socrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Sokrates (sebagai sang bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu. Dengan demikian Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif. -- Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato, muridnya.
Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang kekal. Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu persoalan ada ("being") dan mengada (menjadi, "becoming").
Aristoteles menganggap Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan segalanya. Dia setuju dengan gurunya bahwa kuda tertentu "berubah" (menjadi besar dan tegap, misalnya), dan bahwa tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa bentuk nyata dari kuda itu kekal abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk manusia sesudah melihat (mengamati, mengalami) sejumlah kuda. Idea-kuda tidak memiliki eksistensinya sendiri: idea-kuda tercipta dari ciri-ciri yang ada pada (sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi Aristoteles, idea ada dalam benda-benda.
Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada idea-bawaan.
Demikian makal kami sampaikan, krtik dan saran kami harapkan dari semua pihak. Kurang lebihnya mohon maaf. Wallahulmuwaffiq Ila Aqwamitthoriq.
REFERENSI:
Http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=292/ dikutip pada hari minggu, tanggal 18 April 2010
http://arunadarmaja.blogspot.com/2010/01/pemikiran-socrates-plato-aristoteles.html/ dikutip pada hari minggu, tanggal 18 April 2010
Http://meetabied.wordpress.com/2010/02/20/filsafat-klasik-plato-aristoteles-dan-plotinos/dikutip pada hari minggu, tanggal 18 April 2010

No comments:

Post a Comment