Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Thursday, June 2, 2011

Al-Muarrob Fil Quran

BAB I
PEMBAHASAN

A.  Pengertian
1.  Bahasa  (Etimologi)
Yang dimaksud dengan ta’rib dalam etimologi adalah “kosakata asing yang telah diserap dalam bahasa arab” Dengan demikian, persoalan sentral dalam tulisan ini terkait dengan pertanyataan apakah terdapat kosa-kata serapan bukan bahasa Arab dalam al-qur’an serta bagaimana pandangan para ulama terkait  persoalan ta’rib tersebut.[1]
Di dalam al-Qur’an sendiri terdapar sepuluh ayat yang mengisyaratkan bahwa 
Al-qur’an itu berbahasa arab. Baik tafsir klasik yang bercorak atsar,seperti jami’al-bayan,maupun tafsirmodernyang lebih banyak memberikan analisis pemikiran, seperti fi dhilal al-qur’an dan tafsir al-manar,menafsirkan kata arabiy dalam ayat-ayat itu sebagai “berbahasa arab”. Hal ini dapat dipahami karena setiap rasul diutus dengan bahasa kaumnya,sedangkan Muhammad sang pengemban risalah terakhir itu adalah orang arab dimana bahasanya dan bahasa kaumnya adalah bahasa arab.
Pembahasan apakah terdapat kosakata serapan dari bahasa asing dalam al-qur’an tentu merupakan sebuah pembahasan yang harus diakui sangat kontroversi,karena para ulama sendiri memiliki pendapat yang berbeda dalam menyikapi persoalan tersebut.
Terlepas dari perbedaan-perbedaan ulama yang tidak memiliki kata sepakat terkait persoalan diatas,harus diakui bahwa memang terdapat kosakata serapan asing dalam al-qur’an. Namun kosakata asing tersebut mesti dipahami sebagai kosakata yang telah diserap ke dalam bahasa arab dengan ketentuan-ketentuan yang ketat melalui proses perpindahan serta perubahan yang disebut dengan ta’rib atau pengaraban serta telah digunakan oleh masyarakat arab pra islam yang pada saat     al-qur’an di turunkan ternyata juga mengikut sertakan bahasa serapan tersebut kedalam al-qur’an.

2.   Istilah (Terminologi)
 Secara istilah, kata-kata yang diserap dan di pinjam oleh bahasa arab dari bahasa-bahasa lain disebut dengan mu’arrob,dan tentunya melalui proses perpindahan serta perubahan yang disebut dengan ta’rib atau pengaraban.[2]
  Biasanya, kata-kata asing satu bahasa masuk ke bahasa lain disebabkan oleh factor-faktor berikut: kedekatan letak geografis, hubungan perdagangan, imigrasi, kekuasaan politik,kecenderungan religius, kultur, ekonomi, indrustri,dan lain-lain. Intinya, factor-faktor ini adalah factor yang berakar dari tuntutan-tuntutan material dan spiritual manusia.
Itulah sebabnya mengapa terjadi proses bargaining kata. Sejalan dengan perkembangan peradaban, budaya pun melalui waktu yang cukup panjang dalam sejarah manusia dan proses bargaining meningkat luar biasa sehingga dapat di katakana bahwa tidak ada lagi bahasa hidup dunia yang masih murni. Tidak ada pula bangsa beradap yang berani mengaku bahwa bahasa mereka bersih dari unsur-unsur asing serapan atau pinjaman dari bangsa-bangsa lain.
Bahasa Arab juga tidak terhindar dari proses bargaining kata. Namun, yang lebih menjadi persoalan apakah al-qur’an yang di wahyukan kepada Muhammad rasulullah saw dengan bahasa arab fasih yang popular di kawasan hijaz pada waktu itu memakai kata-kata asing juga atau tidak? Harus di ingat bahwa keterbukaan sebuah bahasa untuk menerima atau menyerap kata-kata asing maupun daerah tidak berarti mempertaruhkan kesejatian bahasa tersebut dan ini berbeda dengan pergeseran bahasa yang kita saksikan dari satu bahasa seperti Indonesia ke bahasa lain seperti inggris, sehingga terkadang pemaknaan bahasa arab Indonesia pun terpaksa harus di jembatani oleh bahasa inggris yang belum tentu tepat.
Terdapat tiga pandangan yang bersebrangan tentang penggunaan kata-kata arab serapan atau pinjaman di dalam al-Qur’an.
Kelompok pertama mengingkari penggunaan itu secara mutlak, di antara dalil qur’anik yang mereka kemukakan adalah:
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wŠÎ/ttã öNä3¯=yè©9 šcqè=É)÷ès? ÇËÈ  
Terjemahnya:
 sesungguhnya kami telah menurunkansesungguhnya kami telah menurunkannya berupa al-Qur’an yang berbahasa arab agar kalian memahaminya”(QS.yusuf :2).

öqs9ur çm»oYù=yèy_ $ºR#uäöè% $|ÏJygõƒr& (#qä9$s)©9 Ÿwöqs9 ôMn=Å_Áèù
Terjemahnya:
“dan sekiranya kami jadikan al-qur’an itu bacaan yang bukan bahasa arab, niscaya mereka berkata “mengapa tidak di jelaskan ayat-ayatnnya? Apakah patut (al-qur’an)itu dalam bahasa ‘ajam (bukan bahasa arab) sedang rasul orang arab”.(QS.fusilat: 44)

Menurut Abu Ubaidah (Mu’ammar  bin Mutsanna), bukanlah al-qur’an diwahyukan dengan bahasa arab yang jelas dan menjelaskan, maka akan aneh sekali jika ada yang berpendapat bahwa al-qur’an juga memakai kata non arab. Ibnu faris (Ahmad) mendukung pendapat ini dalam kitab   fiqhul luqhah-nya  yang Berjudul.
As-shahibi dan dia menegaskan jika pemakaian itu benar-benar terjadi dalam al-qur’an itu akan berarti bahwa bahasa arab tidak mampu menawarkan kata-kata padanannya, dan pandangan seperti ini jelas-jelas tertolak. Kemudian, Fakhrur Razi dan para pengikutnya menolak pengkategorian kata-kata seperti  سجيل  dan  قرطاس  dan lain sebagainya sebagai kata-kata serapan atau pinjaman dari bahasa asing, dan mereka mengklaim bahwa kata-kata tersebut kebetulan sama dengan kata-kata dalam bahasa non arab. Ibnu Jarir Thabari, Qadhi Abu Bakar Baqilani, dan Syafi’i juga menolak adanya kata arab serapan atau pinjaman dalam al-qur’an, demikian pula beberapa kalangan ahli bahasa kontemporer seperti Ahmad Syakir, yang merevisi dan mengkritisi kitab al-Mu’arrob karya Jawaliqi.
Kelompok kedua sedikit lebih terbuka dalam hal ini. Menurut mereka selain nama-nama khusus, semua kata yang digunakan oleh al-Qur’an adalah bahasa arab asli. Abu Ubaid Qasim bin Sallam telah menetralisir pendapat gurunya sendiri (Abu Ubaidah) dan menyatakan bahwa meskipun pada dasarnya nama-nama itu menjadi bagian dari bahasa non Arab, tetapi setelah melalui proses penyaduran dan pengaraban nama-nama itu menjdi bagian dari bahasa Arab dan diperlakukan sebagaimana layaknya kata-kata Arab lainnya. Ibnu Athiyyah juga cenderung memilih pandangan ini dan menolak pandangan Thabari yang menyatakan kebetulan ada kata-kata yang sama dengan bahasa lainnya.[3]
Kelompok ketiga lebih terbuka dari kelompok kedua. Mereka berpendapat bukan hanya nama-nama saja yang telah di serap, tetapi ada juga kosakata lain yang masuk ke bahasa arab. Ibnu Abbas yang terkenal sebagai Hibbrul Ummah (tinta umat islam) dan murid-muridnya; Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin jubair, dan Atthar bin yasar adalah mufasir-mufasir masyhur al-qur’an yang sering menguraikan tentang asal usul kata arab serapan yang di pakai oleh al-qur’an. Kemudian jawaliqi,sayuti dan khafaji melanjutkan jejak mereka dalam karya-karya klasik Fiqhul lughah, dan dilanjutkan oleh orientalis-orientalis seperti Arthur Geoffrey dalam bukunya The Foreign Vocabulary of The Qur’an dan pakar-pakar kontemporer arab lainnya.[4]

B. Beberapa contoh Kosa Kata yang Digunakan dalam Qur’an
Agar dapat di mengerti lebih jelas, kami bawakan dua contoh kosakata arab yang di gunakan oleh al-qur’an:
1.     سجيل dalam ayat:
يَوْمَ نَطَوي السَّماءَ كَطَيَ السجيل
Ada berbagai pendapat tentang asal usul kata   سجيل   sebagian mengatakan kata itu  berasal dari Abyssinia dan berarti  رجل (lelaki), Ibnu Jinni menggartikannya dengan surat dan menurutnya kata ini berasal dari bahasa Parsi, Khaffaji sepakat dengan pendapat yang mengatakan kata ini berasal dari Abyssinia dan berarti surat. Sedang Athur  Geoffrey menolak dua pendapat tersebut dan menyatakan bahwa kata ini bukan berasal dari Abyssinia dan juga bukan dari Parsi, melainkan dari bahasa yunani yang sepadan dengan kata latin “sigilum”.
2.   قرطاس dalam ayat:
öqs9ur $uZø9¨tR y7øn=tã $Y7»tFÏ. Îû <¨$sÛöÏ% ( الانعام : 7)
Menurut sebagian ahli, kata قرطاس   (kertas) bukan Arab asli. Penulis al-kalimat al-Aromiyyah fil lughatil Arobiyyah berpendapat sama bahwa kata ini bukan bahasa arab asli dan berasal dari kata “charta” dalam bahasa yunani sedang dalam bahasa Abyssinia adalah kertas.[5]
Dalam mendalami ilmu-ilmu al-qur’an agar pemahaman al-qur’an dapat maksimal, sungguh-sungguh, dan mendalam, di perlukan ilmu tafsir. Dalam rangka studi al-qur’an yang mulia ini di perlukan upaya yang tidak mudah.[6]

BAB III
KESIMPULAN

        Terkait dengan pembahasan di atas maka dapat di simpulkan bahwa  AL-MU’ARROB adalah .
1.   Secara etimologi adalah “kosakata asing yang telah di serap ke dalam bahasa. Arab”. Dengan demikian, persoalan sentral dalam tulisan ini terkait dengan pertanyaan apakah terdapat kosakata serapan bukan bahasa arab dalam al-qur’an serta bagaimana pandangan para ulama terkait persoalan ta’rib tersebut. Di dalam al-qur’an sendiri terdapat sepuluh ayat yang mengisyaratkan bahwa al-qur’an itu berbahasa arab. Baik tafsir klasik yang bercorak atsar,seperti jami’ al-bayan maupun tafsir modern yang lebih banyak memberikan analisis pemikiran, seperti fi dhilal al-qur’an dan tafsir al-manar, menafsirkan kata arabiy dalam ayat-ayat itu sebagai “berbahasa arab”.
2.   Secara terminologi, kata-kata yang di serap dan di pinjam oleh bahasa arab dari bahasa-bahasa lain di sebut dengan mu’arrob dan tentunya melalui proses perpindahan serta perubahan yang di sebut ta’rib atau pengaraban. Biasanya, kata-kata asing satu bahasa masuk ke bahasa lain di sebabkan oleh factor-faktor berikut: kedekatan letak geografis, hubungan perdagangan, imigrasi, kekuasaan politik, kecenderungan religius, kultur, ekonomi, industri dan lain-lain. Intinya, factor-faktor ini adalah faktor yang berakar dari tuntutan-tuntutan materi dan spiritual manusia.

  

DAFTAR PUSTAKA

Ash-shaabuniy, Muhammad Ali, studi ilmu Al-Qur’an,(Bandung: Pustaka Setia, 1999)

http://jamal-alfath.blogspot.com/2011/11/tarib.html.. di akses pada tanggal 21 April 2010.

http://www.google.com/journal.24.almuarrof. di akses pada tanggal 21 April 2010.


[1] http://jamal-alfath.blogspot.com/2011/11/tarib.html.. di akses pada tanggal 21 April 2010.
[2] Ibid.
[3] http://www.google.com/journal.24.almuarrof. di akses pada tanggal 21 April 2010.
[4] Ibid.
[6] Ash-shaabuniy, Muhammad Ali, Studi Ilmu Al-Qur’an,(Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 13.

1 comment: