Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Friday, June 3, 2011

Hakikat Nara Pidana


Nara pidana pada dasarnya terbagi dua kat yaitu nara (orang) dan pidana (Kriminal,Perkara Kejahatan). Nara pidana adalah seseorang yang sedang menjalani hukuman karna tindak pidana.[1] .
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa narapidana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Kemasyarakatan pasal satu (1) Ayat Tujuh (7) adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaannya di LAPAS. Ayat enam (6) terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kenyataannya narapidana adalah orang yang telah terbukti bersalah dengan putusan pengadilan, namun demikian mereka telaplah manusia yang mempunyai hak-hak asasi tertentu yang terus melekat padanya selagi ia masih hidup.
Bab XA UUD 1945 pada amandemen ke dua tentang Hak Asasi Manusia (HAM) memuat beberapa ketentuan menyangkut hak asasi terhadap narapidana, yaitu:
  1. Pasal 28D ayat (1) ; “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
  2. Pasal 28I Ayat (1) ; “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”
  3. Pasal 28I ayat (5) ; “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”.
Amanat UUD 1945 tersebut kemudian menjadi acuan dikeluarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dasar pertimbangan dikeluarkan Undang-Undang ini bahwa pada hakikatnya warga binaan pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. (UU RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).
Pemberlakuan warga binaan dengan baik dan manusiawi kemudian dituangkan dalam UU ini, sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :
  1. Pengayoman
  2. Persamaan perlakuan dan pelayanan
  3. Pendidikan
  4. Pembimbingan
  5. Penghormatan harkat dan martabat manusia
  6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, dan
  7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dengan orang-orang tertentu. (pasal 5 UU NO 12 Tahun 1995)
Selain itu pasal 14 disebutkan narapidana juga berhak mendapatkan :
a.       melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan
b.      mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c.       mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d.      mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e.       menyampaikan keluhan
f.       mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang
g.      mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h.      menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya
i.        mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
j.        mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
k.      mendapatkan pembebasan bersyarat
l.        mendapatkan cuti menjelang bebas, dan
m.    m.mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu juga, menyangkut perlindungan hak narapidana juga terdapat dalam konvensi hak-hak sipil dan politik. Hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik. Pasal 10, konvensi tersebut menyebutkan :
1.      Setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri manusia.
2.      Tersangka, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, harus dipisahkan dari orang yang telah dipidana, dan diperlakukan secara berbeda sesuai dengan statusnya sebagai orang yang belum dipidana;
3.      Terdakwa di bawah umur harus dipisahkan dari orang dewasa dan secepat mungkin segera dihadapkan ke sidang pengadilan.
4.      Sistem pemasyarakatan harus memiliki tujuan utama memperbaiki dan melakukan rehabilitasi dalam memperlakukan narapidana. Terpidana di bawah umur harus dipisahkan dari orang dewasa dan diperlakukan sesuai dengan usia dan status hukum mereka.
Adapun yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan politik warga negara sesuai dengan Pasal  Undang-undang No. 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa perlindungan, Pemajuan, Penegakan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah. Dari kedua sumber hukum tersebut, baik sumber hukum nasional dan internasional menyangkut perlindungan hak asasi narapidana dapat menjadi acuan dalam perlindungan terhadap hak asasi narapidana.
Departemen Hukum dan HAM sebagai payung sistem pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan agar narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakatnya, kembali aktif berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai seorang warga negara.
Ada 4 tahap dalam proses pembinaan narapidana Sistem Pemasyarakatan Indonesia. Remisi sudah dapat dihitung semenjak yang bersangkutan yang telah berstatus narapidana menjalani masa pidana atau dalam Sistem Pemasyarakatan Indonesia disebut dengan menjalani proses pembinaan.
Dalam tahap pertama menjalankan proses pembinaan terhadap narapidana, lembaga pemasyarakatan melakukan penelitian terhadap hal ikhwal narapidana; sebab dilakukannya suatu pelanggaran. Pembinaan ini dilaksanakan saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (sepertiga) masa pidananya. Pada tahap ini, pembinaan dilakukan didalam lembaga pemasyarakatan dengan pengawasan maksimum.
Pada tahap kedua proses pembinaan, setelah yang bersangkutan telah menjalani 1/3 masa pidana yang sebenarnya, serta narapidana tersebut dianggap sudah mencapai cukup kemajuan maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan yang lebih banyak dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dalam pengawasan medium security. Yang dimaksud dengan narapidana telah menunjukkan kemajuan disini adalah dengan terlihatnya keinsyafan, perbaikan diri, disiplin dan patuh pada peraturan tata-tertib yang berlaku di Lembaga.
Setelah menjalani 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya, maka wadah proses pembinaan diperluas dengan asimilasi yang pelaksanaannya terdiri dari 2 bagian yaitu yang pertama waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan 1/2 dari masa pidananya. Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam Lapas dengan sistem pengawasan menengah (medium security). Tahap kedua dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 masa pidananya. Dalam tahap lanjutan ini narapidana sudah memasuki tahap asimilasi dan selanjutnya dapat diberikan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas dengan pengawasan minimum.
Setelah proses pembinaan telah berjalan selama  2/3 masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka pembinaan dalam tahap ini memasuki pembinaan tahap akhir. Pembinaan tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut pembimbingan Klien Pemasyarakatan.


[1] Kamus besar bahasa indonesia,774

No comments:

Post a Comment