Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Thursday, June 2, 2011

Gangguan Kelas


A.    Pengertian Gangguan Kelas
Perilaku nakal, merupakan perilaku yang dilakukan anak yang menyebabkan anak lain merasa terganggu atau merasa kurang enak. Di sisi lain perilaku nakal dapat mempengaruhi proses pembelajaran, dimana hal ini berdampak pada konsentrasi belajar siswa itu sendiri maupun siswa lain. Perilaku nakal pada dasarnya mengganggu orang lain tanpa menghiraukan objek yang diganggu tersebut.
Perilaku nakal perlu mendapat perhatian penuh dari guru, mengingat kelas III SD merupakan kelas peralihan pembentukan jiwa dan watak yang baik. Apabila hal ini diabaikan, maka perilaku tersebut berpengaruh pada kelas – kelas selanjutnya.
Kepada anak harus dibiasakan dengan sifat-sifat kepribadian yang kuat , yaitu “ Jiwa amar makruf nahi munkar “. Jiwa yang selalu menghendaki kebaikan dan perbaikan lingkungan dan menjaga agar tidak terjadi didalamnya kemungkaran dan kejahatan .sebagaimana tercermin dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat 17.
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Terjemahnya :
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).(Q.S.31:17 ) [1]

Menurut Siti Muchati dalam Djamarah mengemukakan bahwa :
Guru perlu memberikan perhatian dan kesenangan kepada peserta didik untuk belajar dan mendorong mereka untuk berpikir, punya rasa simpati, jujur, adil, sedia menyesuaikan diri dan memperhatikan orang lain.[2]

Pendapat ini memberi makna bahwa dalam proses pembelajaran, bukan saja aspek kognitif yang diperhatikan tetapi keterampilan dan perubahan tingkah laku dipahami dan diterapkan siswa dalam kehidupan sehari – hari.
Dalam dunia pendidikan, anak harus diperkenalkan dan dilatihkan,terutama menjelang dewasa, budi pekerti dan adab sopan santun dalam pergaulan misalnya, tidak boleh sombong dan congkak terhadap orang lain. Bagaiman cara menghormati guru, bagaimana menghormati  teman sebaya, bagaimana menyayangi orang yang lebih muda dari kita, sopan dalam berjalan, lembut dalam bercakap-cakap dengan orang lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa:

Nakal adalah tingkah laku yang agak menyimpang dari norma yang berlaku di suatu masyarakat. Dari pengertian ini dapat di tarik kesimpulan, perilaku nakal merupakan tingkah laku yang tidak sewajarnya dilakukan anak. [3] 


Kate Kelly menjelaskan bahwa :
Kenakalan anak merupakan perilaku buruk yang sulit dihentikan. Berdasarkan pengertian ini, maka perilaku nakal perlu diminimalkan pada usia dini, mengingat usia SD merupakan tahapan perkembangan penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. [4]

1. Faktor–faktor  yang mempengaruhi
    a. Orang tua
Mengapa orang tua sulit mengajarkan perilaku baik. Bagi sebagian besar orang, disiplin memiliki konotasi negatif. Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika kita telanjur jatuh cinta pada anak yang berperilaku mengagumkan, kita cenderung mengabaikan ketidak sempurnaannya. Selain itu, ada soal membingungkan lainnya, yaitu tentang bagaimana orang tua menerapkan disiplin pada anak. Dalam Al-Qur,an digambarkan bagaimana Lukman mengajarkan pada anaknya.
Pada surat Lukman ayat16.
¢Óo_ç6»tƒ !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5AyŠöyz `ä3tFsù Îû >ot÷|¹ ÷rr& Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû ÇÚöF{$# ÏNù'tƒ $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#ÏÜs9 ׎Î7yz ÇÊÏÈ 
Terjemahnya :
(Lukman berkata) hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan )seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau dilangit atau didalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (membalasnya). Sesungguhnya  yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)[5]



   b. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan rumah dan lingkungan sekolah. Kedua lingkungan sangat mempengaruhi perilaku dan watak anak. Rohanimengemukakan bahwa :
Antara pembawaan dan lingkungan, keduanya saling membutuhkan dan   saling terdapat jalinan erat melekat. [6] 

Hasil penelitian dari pakar psikologi menyebutkan bahwa : faktor pembawaan lebih menentukan dalam hal intelegensi, fisik dan reaksi indrawi. Adapun faktor lingkungan lebih berpengaruh dalam hal pembentukan kebiasaan, kepribadian, sikap dan nilai dan sebagainya.
Di dalam lingkungan sekitar, terdapat faktor – faktor lain yang secara potensial sanggup atau dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku. Anak yang dalam tahap perkembangannya tidak lepas dari lingkungan, banyak menerima pengaruh positif maupun negatif. Perilaku nakal yang diluar batas kewajaran merupakan pengaruh negatif yang perlu ditindaki. Di samping itu, orang tua perlu memperhatikan lingkungan tempat anak berinteraksi.
Bermain secara psikologis merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Melalui bermain ini pula anak banyak bergaul dengan temannya yang berasal dari lingkungan keluarga yang berbeda – beda. Pada awalnya anak banyak meniru perbuatan teman, tanpa mempertimbangkan apakah perilakunya baik atau tidak baik. Sebagai orang tua dalam hal ini, banyak memberi pengarahan perilaku yang sesuai norma dan nilai, sehingga anak memiliki pedoman dalam bersikap dan melakukan tindakan.
Purwanto menjelaskan bahwa :
Sifat – sifat dan watak adalah hasil interaksi antara pembawaan keturunan dan lingkungan. Dalam pembentukan kepribadian anak, lingkungan keluarga yang banyak berperan. Di lingkungan keluarganya anak belajar, bagaimana ia bertingkah laku, berbicara, berbuat berdasarkan disiplin. Dalam semua hal ini, yang menjadi teladan utama bagi anak adalah orang tuanya. [7]

            Manusia adalah makhluk satu – satunya yang dilengkapi dengan kesanggupan mengenai moral dan berbuat sesuai dengan tuntutan moral itu. Kesanggupan itu merupakan kemungkinan, yang dibawa lahir (potensi) dan akan menjadi kenyataan, kalau manusia mencapai kedewasaannya. Orang tua harus mendidik anaknya menjadi manusia dewasa, yang bertanggung jawab terhadap Tuhan, masyarakat, tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Untuk mencapai taraf ini, maka kehidupan di dalam lingkungan keluarga hendaknya berisikan hal – hal yang memungkinkan terwujudnya moral yang tinggi di dalam diri anak.
Dasar seluruh pendidikan, ialah cinta kasih. Rasa kasih sayang hendaknya nyata dalam pergaulan antara orang yang sama tuanya, maupun antara yang tua dan yang muda. Orang tua harus membimbing anak ke arah bersikap jujur, setia, teguh hati dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan. Semakin besar kecerobohan, ketidakjujuran, kemalasan, sifat berbohong terdapat dalam lingkungan keluarga, semakin besar pula kemungkinannya, bahwa sifat demikian membekas pada diri si anak. Lingkungan keluarga hendaknya memberikan kepada anak ketegasan tentang ukuran mengenai “yang baik” dan dinamakan “yang tidak baik”, mengarahkan anak pada perasaan suka pada yang baik, serta membenci perbuatan yang tidak baik termasuk perilaku nakal. Orang tua perlu membimbing anak untuk mempunyai kemauan keras, supaya berbuat luhur, jujur dan bersikap setia atas keinsyafan sendiri.
c. Teman sebaya
Banyak anak yang dari lingkungan keluarga berperilaku baik, begitu beradaptasi dengan teman sebaya perilakunya mengikuti perilaku temannya yang agak menyimpang. Hal ini dilakukan berdasar pada ketaatan berteman, di mana apabila anak tersebut tidak mengikuti perilaku temannya, ia tidak diikut sertakan dalam kelompok bermain. Proses meniru pada anak tentang perilaku anak lainnya perlu ditangani secara serius oleh orang tua maupun orang dewasa lainnya.
Berteman bagi anak merupakan kebutuhan psikologis anak yang harus dipenuhi. Namun dalam hal ini orang tua perlu tanggap dalam mengamati anak berteman.
Simandjuntak menjelaskan :

Hal lain yang tidak ada dalam pergaulan antar anak, ialah tujuan etis yang ingin dicapai. Karena itu situasi pendidikan, apalagi situasi mendidik tidak akan muncul, seperti halnya di dalam pergaulan anak di lingkungan keluarganya. Tujuan anak – anak bergaul sering hanya karena ingin berteman untuk bermain – main, yang pada hakekatnya merupakan aspek sosial. [8]



Selanjutnya, Baradja menjelaskan :
Anak memerlukan teman sebaya yang akan menjadi tempat untuk menyatukan perasaan, pemikiran motif dan tingkah laku dirinya dan orang lain yang seusianya. Memungkinkan akan terjalin hubungan sosial, sehingga antara satu dengan yang lainnya akan terjadi saling mempengaruhi. [9]

Di dalam pergaulan antar anak–anak dikatakan tidak ada proses mendidik, karena tidak ada di antara anak–anak itu yang memiliki kewibawaan. Jadi lain halnya dengan pergaulan antara anak dengan orang tuanya. Sebabnya ialah, karena semua anak itu pada kedudukan yang sama, terutama di lapangan moril. Mungkin tampak ada anak yang mendominasi teman-temannya dalam pergaulan antar anak, tetapi dominasi tersebut dapat disebabkan oleh umur yang lebih tua atau olah keadaan fisik yang melebihi anak lain.
Di dalam pergaulan antar anak timbul pemahaman pada anak, bahwa seseorang tidak dapat berbuat sekehendak hatinya, misalnya ia tidak boleh mengambil dan mempergunakan milik orang lain tanpa izin dari pemiliknya. Di samping itu disadarinya juga, bahwa milik orang lain yang digunakannya harus dijaganya dengan sebaik–baiknya. Peraturan ini berlaku bagi semua anak. Tampak di sini betapa anak belajar hidup bersama dengan landasan etik sosial.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku ada yang bersifat positif dan ada juga bersifat negatif. Bersifat positif, ketika anak dalam proses pergaulan dengan teman sebaya memperoleh petunjuk secara spontanitas, misalnya mengambil barang orang lain tidak di perbolehkan. Makanya dengan tidak melibatkan dirinya dalam kelompok bermain, merupakan pelajaran yang berharga. Selanjutnya bersifat negatif, anak turut serta dalam pergaulan teman sebaya yang tidak disenangi oleh lingkungan/teman lainnya, seperti memukul–mukul meja pada saat pembelajaran berlangsung.
            Sebagai pendidik pergaulan antar anak di dalam sekolah perlu mendapatkan perhatian, terutama penanaman rasa persaudaraan, saling menghargai, berlaku sopan, saling menyayangi perlu diberikan pada semua pelajaran secara terpadu.
  


 DAFTAR PUSTAKA

[1] Departemen Agama,RI.,Al-Qur’an dan terjemahnya (Bandung, CV Penerbit Jumanatul) h.413

[2] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam interaksi edukatif (Jakarta : Rineka            Cipta,2000) h.109

[3]  Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (cet.3 Ed.3, Jakarta Balai Pustaka, 1990) h.681
[4] Kate Kelly, Menghentikan Perilaku Buruk Anak (Yogyakarta : PT. Buana Ilmu Populer, 2005) h.9

[5] Departemen Agama, RI, op.cit, h.413
[6] Ahmad Rohani,  Pengelolaan Pengajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 2004) h.19
[7] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Jakarta : Remadja Karya, 2006) h.73.
[8] B. Simanjuntak, Pendidikan dan Pembangunan Masyarakat Desa (Bandung : Tarsito, 2006) h.81
[9] M.F. Baradja. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa (IKIP Malang, 2005) h.76

No comments:

Post a Comment