Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Friday, June 3, 2011

Aliran Asy’ariyah


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
            Sebagai salah satu ilmu keIslaman, Ilmu kalam sangat lah penting untuk di ketahui oleh seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan tentang aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena persolaan aqidah Islam ini memiliki konsekwensi yang berpengarah pada keyakinan yang berkaitan dengan bagaimana seseorang harus meng interpretasikan tuhan itu sebagai sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan dan dosa yang tak terampunkan (syirik).
Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik,  hal ini di dasari dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu di awAli dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.
Dalam pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada barbagai macam gerakan pemikiran-pemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagi mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam dengan bersumber pada al—Quran dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.
            Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal mendapat tantangan keras dari kelompok tradisonal Islam, terutama golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syi’ar Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada tahun 856 M.
Perlawanan terhadap Mu’tazilah pun tetap berlangsung. Mereka (yang menentang) kemudian membentuk aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari (935 M) yang semula seorang Mu’tazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan al-Asy’ariah.

B. RUMUSAN MASALAH
            Masalah yang dikemukakan dalam makalah ini adalah (1) bagaimana awal timbulnya aliran Asy’ariyah? dan (2) bagaimana paham aliran asy’ariyah tentang Allah?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar belakang Timbulnya aliran Asy’ariyah
            Nama Al-Asy’ariyah diambil dari nama Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari yang dilahirkan dikota Bashrah (Irak) pada tahun 206 H/873 M. Pada awalnya Al-Asy’ari ini berguru kepada tokoh Mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-Jubai. Dalam beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mu’tazillah dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist.[1]

Ketika berumur 40 tahun, dia bersembunyi dirumahnya selama 15 hari untuk memikirkan hal tersebut. Pada hari jum’at dia naik mimbar dimasjid Bashrah secara resmi dan menyatakan pendiriannya keluar dari Mu’tazillah. Pernyataan tersebut adalah: “wahai masyarakat, barang siapa mengenal aku, sungguh dia telah mengenalku, barang siapa yang tidak mengenalku, maka aku mengenal diri sendiri. Aku adalah fulan bin fulan, dahulu aku berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat dengan mata, maka perbuatan–perbuatan jelek aku sendiri yang yang membuatnya. Aku bertaubat, bertaubat dan mencabut paham-paham Mu’tazillah dan keluar daripadanya.

Al-Asy’ari menulis tidak kurang dari 90 kitab dalam berbagai lapangan yang bisa dibaca oleh orang banyak. dia menolak pendapat Aristoteles, golongan jahamiyah dan golongan murji’ah. Akan tetapi fokus kegiatan Al-Asy’ari adalah ditujukan pada orang-orang Mu’tazilah seperti Ali Al-Jubai, Abul Hudzail dan lain-lain.

Contoh perdebatan antara Imam Al-asy’ary dengan Abu Ali Al-Jubai:
  • Abu Hasan Al-Asy’ary bertanya: Bagaimana menurut pendapatmu tentang tiga orang yang meninggal dalam keadaan berlainan, mukmin, kafir dan anak kecil.
  • Al-Jubai: Orang Mukmin adalah Ahli Surga, orang kafir masuk neraka dan anak kecil selamat dari neraka.
  • Al-Asy’ari: Apabila anak kecil itu ingin meningkat masuk surga, artinya sesudah meninggalnya dalam keadaan masih kecil, apakah itu mungkin?
  • Al-Jubai: Tidak mungkin bahkan dikatakan kepadanya bahwa surga itu dapat dicapai dengan taat kepada Allah, sedangkan Engkau (anak kecil) belum beramal seperti itu.
  • Al-Asy’ari: Seandainya anak itu menjawab memang aku tidak taat. seandainya aku dihidupkan sampai dewasa, tentu aku beramal taat seperti amalnya orang mukmin.
  • Allah menjawab: Aku mengetahui bahwa seandainya engkau sampai umur dewasa, niscaya engkau bermaksiat dan engkau disiksa. Karena itu Aku menjaga kebaikanmu. Aku mematikan mu sebelum engkau mencapai umur dewasa.
  • Al-Asy’ari: seandainya si kafir itu bertanya: Engkau telah mengetahui keadaanku sebagaimana juga mengetahui keadaannya, mengapa engkau tidak menjaga kemashlahatanku, sepertinya? Maka Al-Jubai diam saja, tidak meneruskan jawabannya .[2]
 Pokok-pokok pemikiran Abu Hasan Al Asy’Ari
  • Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alqur’an, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
  • Al-Qur’an, Manurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
  • Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
  • Perbuatan Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
  • Antrophomorphisme
  • Keadlian Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak tuhan sebab tuhan maha kuasa atas segalanya.
  • Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.[3]
B. Paham Aliran Asy’Ariyah
            Paham kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham Mu’tazilah. golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah itu mempunyai sifat diantaranya, mata, wajah, tangan serta bersemayam di singgasana. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya)

Aliran Asy’arimengatakan juga bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud. karena Allah mempunyai wujud ia dapat dilihat . [4]

Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dalil Asy’ariyah untuk menyakinkan pendapatnya adalah:[5]
1. QS. Ar-Rum ayat 25
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä br& tPqà)s? âä!$yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ¾ÍnÌøBr'Î/ 4 §NèO #sŒÎ) öNä.$tãyŠ ZouqôãyŠ z`ÏiB ÇÚöF{$# !#sŒÎ) óOçFRr& tbqã_ãøƒrB ÇËÎÈ  
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (QS. Ar-Rum ayat 25)

2.QS Yasiin ayat 82
!$yJ¯RÎ) ÿ¼çnãøBr& !#sŒÎ) yŠ#ur& $º«øx© br& tAqà)tƒ ¼çms9 `ä. ãbqä3uŠsù ÇÑËÈ  
Artinya : Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (QS Yasiin ayat 82).




3. QS Al-A’raaf ayat 54
žcÎ) ãNä3­/u ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# ÓÅ´øóムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$# ¼çmç7è=ôÜtƒ $ZWÏWym }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur tPqàfZ9$#ur ¤Nºt¤|¡ãB ÿ¾ÍnÍöDr'Î/ 3 Ÿwr& ã&s! ß,ù=sƒø:$# âöDF{$#ur 3 x8u$t6s? ª!$# >u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÎÍÈ  
Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al-A’raaf ayat 54).
4. QS Al-Kahfi ayat 109
@è% öq©9 tb%x. ãóst7ø9$# #YŠ#yÏB ÏM»yJÎ=s3Ïj9 În1u yÏÿuZs9 ãóst6ø9$# Ÿ@ö7s% br& yxÿZs? àM»yJÎ=x. În1u öqs9ur $uZ÷¥Å_ ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ #YŠytB ÇÊÉÒÈ  
Artinya : Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (QS Al-Kahfi ayat 109).

5. QS Al-Mukmin ayat 16
tPöqtƒ Nèd tbrãÌ»t/ ( Ÿw 4s"øƒs n?tã «!$# öNåk÷]ÏB ÖäóÓx« 4 Ç`yJÏj9 à7ù=ßJø9$# tPöquø9$# ( ¬! ÏÏnºuqø9$# Í$£gs)ø9$# ÇÊÏÈ  
Artinya :(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari Keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (QS Al-Mukmin ayat 16).

C. Perkembangan Aliran Asy’ariyah

Aliran ini termasuk cepat berkembang dan mendapat dukungan luas dikalangan sebelum meninggalnya pendiri Aliran Asy’aiyah itu sendiri yaitu Imam Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari, yang wafat pada tahun 324 H/934 M.
Sepeninggalnya Al-Asy’ari sendiri mengalami perkembangan dan perubahan yang cepat karena pada akhirnya Asy’ariyah lebih condong kepada segi akal pikiran murni dari pada dalil nash.[6]
D. Penyebab keluarnya Al-Asy’ari dari aliran Mu’tazillah

Penyebab keluarnya Al-Asy’ari dari aliran mu’tazillah antara lain:[7]
  1. Pengakuan Al-Asy’ari telah bertemu Rasulullah SAW sebanyak 3 kali. yakni pada malam ke-10, ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. dalam mimpinya itu Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan paham Mu’tazillah .
  2. Al-Asy’ari merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mu’tazilahdalam soal – soal perdebatan yang telah ditulis diatas.
  3. Karena kalau seandainya Al-Asy’ari tidak meninggalkan aliran Mu’tazillah maka akan terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin yang bisa melemahkan mereka.
Al-Asy’ari sebagai orang yang pernah menganut paham Mu’tazillah, tidak dapat menjauhkan diri dari pemakaian akal dan argumentasi pikiran. ia menentang dengan kerasnya mereka yang mengatakan bahwa akal pikiran dalam agama atau membahas soal-soal yang tidak pernah disinggung oleh Rasulullah merupakan suatu kesalahan.

Dalam hal ini ia juga mengingkari orang yang berlebihan menghargai akal pikiran, karena tidak mengakui sifat-sifat Tuhan.

Beberapa pendapat Al-Asy’ari adalah tentang :

1. Sifat.
Al-Asy’ari mengakui sifat-sifat Tuhan (Wujud, qidam, baqa, wahdania, sama’, basyar, dll), sesuai dengan czat Tuhan itu sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sufat – sifat makhluk. Tuhan dapat mendengar tetapi tidak seperti kita, mendengar dan seterusnya.
2. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan manusia.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan.

3. Melihat Tuhan pada hari kiamat.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat, tetapi tidak menuntut cara tertentu dan tidak pula arah tertentu. Al-Maturidi mengatakan juga bahwa manusia dapat melihat Tuhan . Firman Allah dalam QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23: 
×nqã_ãr 7Í´tBöqtƒ îouŽÅÑ$¯R ÇËËÈ   4n<Î) $pkÍh5u ×otÏß$tR ÇËÌÈ  
Artinya :
22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
23. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23)

4. Dosa besar
Al-Asy’ari mengatakan bahwa orang mukmin yang mengesakan Tuhan tetapi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan langsung masuk syurga atau akan dijatuhi siksa karena kefasikannya, tetapi dimasukkan-Nya kedalam surga .

F. Ciri-ciri Penganut Aliran Asy’ariyah
Ciri-ciri orang yang menganut aliran Asy’ariyah adalah sebagai berikut:
  1. Mereka berpikir sesuai dengan Undang-Undang alam dan mereka juga mempelajari ajaran itu.
  2. Iman adalah membenarkan dengan hati, amal perbuatan adalah kewajiban untuk berbaut baik dan terbaik bagi manusia. dan mereka tidak mengkafirkan orang yang berdosa besar.
  3. Kehadiran Tuhan dalam konsep Asy’ariyah terletak pada kehendak mutlak-Nya.
G. Tokoh-tokoh Aliran Asy’ariyah
Jikalau Al-Asy’ari merupakan pemuka yang pertama membentuk aliran yang kemudian memakai namanya, maka pemuka-pemuka yang memperkembangkan aliran ini adalah tokoh-tokoh besar yang mempunyai andil dalam menyebarluaskan dan memperkuat mazhab ini. Diantara pengikut yang terpenting adalah:[8]
1.    Muhammad Iba Al-Tayyib ibn Muhammad Abu Bakar Al- Baqillani (403 H)
Abu Bakar Al-Baqillani adalah pengganti pertama dari Asy’ari, lahirnya beberapa tahun setelah Asy’ari dan wafat di Baghdad tahun 1013 M. Al-Baqillani tidak begitu saja menerima ajaran-ajaran Asy’ari. Dalam beberapa hal dia tidak sepaham dengan Asy’ari.
Apa yang disebut sifat Allah umpamanya bagi Al-baqillani bukanlah sifat tetapi hal yang sesuai dengan pendapat Abu Hasyim dari mu’tazillah; sungguh pun ia, pada mulanya mempunyai pendapat yang sebaliknya. Dia juga sepaham dengan pendapatnya Asy’ari mengenai paham perbuatan manusia. Kalau bagi Asy’ari perbuatan Allah diciptakan oleh Allah SAW. Menurut Baqillani ssendiri, manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam perwujudan perbuatannya. 
Yang di maksud Tuhan adalah gerak yang terdapat dalam diri manusia; adapun bentuk atau sifat dari gerak itu dihasilkan oleh manusia sendiri. Dengan kata lain gerak dalam diri manusia mengambil berbagai bentuk, duduk, berdiri, berbaring, berjalan, dan sebagainya. Gerak sebagai Genus (jenis) adalah ciptaan Tuhan, tetapi duduk, berdiri dan sebagainya yang merupakan spectes (new’). Dari gerak adalah perbuatan manusia dan Allah lah yang menciptakan itu, bagi Asy’ari daya manusia dalam kasb tidak mempunyai efek, bagi Al-Baqillani daya itu mepunyai efek.
2.    Imam Al-Haramain (478 H= 1058 M)
‘Abd Al-malilo Al-jawaini yang terkenal dengan nama imam Al-haramain, ia lahir di kurasan tahun 419 H dan wafat pada tahun 478 H. Sama dengan Al-baqillani, Al-jawaini juga tidak selamanya setuju dengan ajaran-ajaran Asy’ari. Mengenai anthropomurphisme ia berpendapat bahwa tangan Tuhan harus diartikan (ta’wil) kekuasaan Tuhan. Mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan dan wajah Tuhan diartikan wujud Tuhan. Dan keadaan duduk di atas tahta kerajaan diartikan Tuhan berkuasa dan Maha Tinggi.
Mengenai perbuatan manusia Al-Juwaini berbeda pendapat dengan Al-Baqillani. Daya yang ada pada manusia dalam pendapat Al-Juwaini juga mempunyai efek. Tetapi efeknya serupa dengan efek yang terdapat antara sebab dan musahab. Wujud tergantung pada daya yang ada pada manusia. Dengan demikian Al-juwaini berada jauh dari paham Al-Asy’ari dan lebih dekat dengan paham mu’tazillah tentang causahty.

3.    Abu Hamid Al-Gazali (505 H= 1111 M)
Al-gazali adalah tokoh Islam yang beraliran Ahli sunnah wal jama’ah paham teologi yang dimajukan boleh dikatakan tidak berbeda dengan paham-paham Asy’ari. Al-gazali mengakui bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan. Juga Al-quran dalam pendapatnya bersifat qadim dan tidak diciptakan. Mengenai perbuatan manusia ia juga berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan dan daya itu terdapat pada diri manusia. Al-Gazali mempunyai paham yang sama dengan Asy’ari tentang beautific vision yaitu Tuhan bisa dilihat karena tiap-tiap yang mempunyai wujud dapat dilihat. 
Penolakan terhadap paham keadilan yang ditimbulkan kaum mu’tazillah. Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahan manusia. Tuhan berkuasa mutlak dan tidak akan bertentangan dengan sifat-sifat ketuhanan-Nya.
Menurut Al-Gazali, Allah adalah satu-satunya sebab bagi alam. Ia ciptakan dengan kehendak dan kekuasaannya, karena kehendak Allah adalah sebab bagi segala yang ada, sedangkan ilmunya meliputi segala sesuatu. Atas pengaruh Al-Gazali, ajaran Al-Asy’ari yang serupa inilah yang meluas dikalangan Islam ahli sunnah dan jama’ah.

4.    Al-Syahrastani (548 H= 1153 M)
Al-Syahrastani benar-benar menguasai sejarah dan pendapat-pendapat dari berbagai aliran Islam. Itu ia paparkan secara obyektif di dalam bukunya, al-milal wa al-Nihal (agama dan kepercayaan) yang sudah di kenal para analisis sejak abad yang lampau sebelum mereka menemukan kembali Maqalat al-islamiyyin karya Al-Asy’ari itu. Buku ini mereka jadikan rujukan, bahkan sampai hari ini.
Al-syahrastanitidak hanya meemfokuskan diri pada kelompok-kelompok keagamaan, tetapi juga mengkaji par filosof klasik dan modern. Penguasaan filosofinya ternyata amat mendalam dan sempurna. Nampak bahwa Al-syahrastani banyak terpengaruh oleh ibnu Sina, walaupun ia juga mengritik dan menentangkan.
BAB III
KESIMPULAN
Nama Al-Asy’ariyah diambil dari nama Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari yang dilahirkan dikota Bashrah (Irak) pada tahun 206 H/873 M. Pada awalnya Al-Asy’ari ini berguru kepada tokoh Mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-Jubai. Dalam beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mu’tazillah dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist. Aliran Asy’ariyah adalah aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari (935 M) yang semula seorang Mu’tazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan al-Asy’ariah. Paham kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham Mu’tazilah. golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah itu mempunyai sifat diantaranya, mata, wajah, tangan serta bersemayam di singgasana. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya). Aliran Asy’aria mengatakan juga bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud. karena Allah mempunyai wujud ia dapat dilihat.

(*Afwan tidak muncul ayatnya, Sahabat hanya perlu gunakan Aplikasi Quran in Word*) 

DAFTAR PUSTAKA
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/04/aliran-asyariyah.html. di akses  23 maret 2011
http://mufdil.wordpress.com/2009/08/03/aliaran-aliran-dalam-ilmu-kalam/html. diakses 23 maret 2011
http://www.anakciremai.com/2009/04/makalah-ilmu-kalam-tentang-aliran.html. diakses 23 maret 2011
http://jamal-alfath.blogspot.com/2010/12/tokoh-aliran-al-asyari.html. diakses 23 maret 2011


[1]               http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/04/aliran-asyariyah.html. di akses  23 maret 2011
[2]               Ibid.,
[3]               http://mufdil.wordpress.com/2009/08/03/aliaran-aliran-dalam-ilmu-kalam/html. diakses 23 maret 2011
[4]               http://www.anakciremai.com/2009/04/makalah-ilmu-kalam-tentang-aliran.html. diakses 23 maret 2011
[5]               Ibid.,
[6]               Op.cit., http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/04/aliran-asyariyah.html.
[7]               Ibid.,
[8]              http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/12/tokoh-aliran-al-asyari.html. diakses 23 maret 2011

No comments:

Post a Comment