Kecerdasan Spiritual adalah kemampuan manusia untuk memberi makna atas apa yang ia alami dan jalani.[1] Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual (SQ) sebagai :
“Kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dam nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk mengfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita” [2]
Berdasarkan konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel, serta cenderung untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya.
Sementara itu Ginanjar mengemukakan :
“Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta berprinsip ‘hanya karena Allah’.[3]
Meminjam istilah Dr Ali Shariati, seorang intelektual muslim, bahwa manusia adalah mahluk dua dimensional yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan akan kepentingan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, manusia harus memiliki konsep duniawi atau kepekaan emosi dan intelegensia yang baik (EQ plus IQ) dan penting pula penguasaan ruhiyah vertikal atau Kecerdasan Spiritual (SQ). Dan merujuk pada bi-demensional tersebut, sebuah upaya penggabungan terhadap ketiga kecerdasan tersebut harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya, serta prinsip-prinsip yang terkandung dalam kecerdasan spiritual, maka dapat disimpulkan bahwa SQ adalah suatu bentuk kecerdasan yang sudah tertanam dalam otak, yang cenderung bersifat mengasihi, peduli, empati yang terwujud dalam aplikasi dan tindakan nyata sekaligus menjadi penyeimbang dan penyempurna dari dua kecerdasan (IQ dan EQ) yang lebih dulu ditemukan sehingga menjadikan hidup lebih bermakna.
Penelusuran kecerdasan spiritual merupakan jawaban akan keterbatasan kemampuan intelektual (IQ) dan emosional (EQ) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang didasarkan atas krisis makna hidup. Otak IQ dasar kerjanya adalah berfikir seri, logis dan tidak melibatkan perasaan. Keunggulan dari berfikir seri ini adalah akurat, tepat dan dapat dipercaya. Kelemahannya adalah ia hanya bekerja dalam batas-batas yang ditentukan, dan menjadi tidak berguna jika seseorang ingin menggali wawasan baru atau berurusan dengan hal-hal yang terduga.
Otak EQ cara kerjanya berfikir asosiatif. Jenis pemikiran ini membantu seseorang menciptakan asosiasi antarhal, misalnya antara lapar dan nasi, antara rumah dan kenyamanan, antara ibu dan cinta, dll. Kelebihan cara berfikir asosiatif adalah bahwa ia dapat berinteraksi dengan pengalaman dan dapat terus berkembang melalui pengalaman atau eksperimen.
Kelemahan dari otak EQ adalah variasinya sangat individual dan tidak ada dua orang yang memiliki kehidupan emosional yang sama. Sedangkan Otak SQ cara kerjanya berfikir unitif. Yaitu kemampuan untuk menangkap seluruh konteks yang mengaitkan antar unsur yang terlibat. Kemampuan untuk menangkap suatu situasi dan melakukan reaksi terhadapnya, menciptakan pola dan aturan baru.
Dengan demikian, tanda dari SQ yang berkembang dengan baik adalah :
a) Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)
b) Tingkat Kesadaran diri yang tinggi
c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
d) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
e) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
f) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu
g) Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (holistik)
h) Kecenderungan nyata untuk bertanya ‘mengapa?’ atau ‘bagaimana jika’ untuk mencari jawaban-jawaban mendasar
i) Mandiri[4]
Dengan dapat terpenuhinya tanda-tanda SQ yang telah berkembang ini, diharapkan seseorang akan mampu untuk selalu membuka diri terhadap setiap pengalaman yang ditemuinya dan kemudian dapat menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Disamping itu, seseorang akan menjadi tegar untuk menghadapi setiap permasalahan dan membuka diri untuk memandang kehidupan dengan cara yang baru.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam menghadapi berbagai permasalahan, pertama-tama yang sangat diperlukan adalah kemampuan untuk dapat melihat keterkaitan dari setiap permasalahan yang sedang dihadapi. Dengan dimilikinya kemampuan untuk melihat permasalahan secara holistic, diharapkan kita dapat menjadi lebih fleksibel dalam menentukan cara baru yang akan kita gunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
Oleh karena itu, ajaran-ajaran agama akan sangat membantu kita untuk dapat meningkatkan SQ agar dapat menjadi tinggi dan dapat permasalahan hidup yang semakin kompleks saat ini.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel, serta cenderung untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya dengan berprinsip hanya karena Allah.
[1] Khairul Ummah dkk, SEPIA : Kecerdasan Milyuner,Warisan Yang Mencerahkan Keturunan Anda, (Cet.1 ; Jakarta : Ahaa, 2003), h.. 42
[2] Danar Zohar dan Ian Marshall, SQ :Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, (Cet.V ; Bandung : Mizan, 2002),h. 4
[3]Ary Ginanjar Agustian, ESQ :Berdasarkan 6 Rukun Iman dab 5 Rukun Islam, (Cet.IX ;Jakarta: Arga, 2002),., h. 57
[4]Admin Superadmin, Kecerdasan Spiritual (SQ) : Sebuah Pengantar Ratna Eliyawati, (http://www.untag-sby.ac.id/?mod=berita&id=33), diakses 11 Desember 2008.
No comments:
Post a Comment