1. Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. [1]
2. Fungsi Sumber Belajar
Sumber belajar memiliki fungsi :
- Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah.
- Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
- Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
- Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
- Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
- Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis. [2]
Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa.
3. Jenis-jenis Sumber Belajar
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:
- Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
- Sumber belajar yang dimanfaatkan(learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat berbentuk: (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, nara sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya; (4) alat/ perlengkapan: perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik: disikusi, seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya; dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
Dari pengertian sumber belajar tadi melahirkan beberapa pembagian jenis sumber belajar. Ada yang membagi menjadi enam jenis dengan rincian pertama, sumber berupa pesan. Kedua, manusia, ketiga peralatan, keempat, bahan kelima, teknik/metode dan keenam lingkungan/setting.
Sebagian lain membaginya menjadi dua jenis, pertama sumber belajar yang dirancang (by designed) yaitu sumber belajar yang sengaja dibuat dan dipergunakan dalam suatu proses pembelajaran dengan tujuan tertentu. Contohnya buku, slide, ensiklopedi dan film (VCD). Kedua, sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar yaitu sumber belajar yang dapat dimanfaatkan/digunakan (by utilization) berada di masyarakat dan tidak dirancang secara khusus. Contohnya pasar, tokoh masyarakat, museum, lembaga pemerintahan dsb.
Berbagai jenis sumber belajar tersebut, pada dasarnya tidak boleh dilihat secara parsial. Hendaknya dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dalam sebuah proses pembelajaran. Semua jenis sumber belajar yang memang sesuai, perlu dipertimbangkan demi tercapainya pembelajaran lebih baik. Dengan demikian diharapkan akan berdampak positif terhadap hasil pembelajaran.
4. Kriteria Sumber Belajar
Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:
a. ekonomis: tidak harus terpatok pada harga yang mahal;
b. praktis: tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka;
c. mudah: dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita;
d. fleksibel: dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional; dan
e. sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.
Dalam definisi konseptual kawasan teknologi pendidikan AECT tahun 1986 yang diadaptasi Miarso, sumber belajar atau komponen sistem instruksional terdiri atas: orang (sumber daya), isi pesan, bahan, alat, teknik, dan latar.[3]
Komponen sumber belajar di atas dijabarkan sebagai berikut.
1) Pesan (Message)
Pesan atau informasi yang disampaikan adalah ajaran/ informasi yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, arti, dan data.[4] Dalam penelitian ini, pesan atau informasi yang disampaikan adalah materi menyimak berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK dan KD) kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
2) Orang (man)
Orang yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan.[5] Dalam penelitian ini Guru adalah salah satu sumber belajar yang berperan penting, terutama sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran menyimak mata pelajaran. Juga siswa, sebagai pusat pembelajaran, merupakan sumber belajar yang dapat berbagi pesan atau informasi secara aktif dan kreatif, baik sesama siswa maupun kepada guru.
3) Bahan (Material)
Bahan adalah sesuatu (biasa disebut media atau software) yang mengandung pesan untuk disajikan, melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya sendiri,[6] misalnya transparansi, film, kaset, CD audio atau VCD dan sebagainya. Bahan yang digunakan penelitian ini dalam pembelajaran menyimak antara lain: kaset, CD, dan VCD.
4) Alat (devices)
Alat adalah sesuatu (biasa pula disebut hardware atau perangkat keras) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan di dalam bahan,[7] misalnya: proyektor bingkai film, over head, radio, TV, CD/VCD player, infocus atau LCD proyektor, dan sebagainya. Alat yang digunakan penelitian ini dalam pembelajaran menyimak di antaranya: Tape, TV, radio, VCD player, LCD proyektor.
5) Metode (Method) atau Teknik (Tecnique)
Metode atau teknik adalah prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralalatan, orang dan lingkungan untuk menyampaikan pesan.[8] Metode yang digunakan penelitian ini dalam pembelajaran menyimak adalah metode konstruktivistik. Metode yang didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekankan pada pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri atau menemukan, dan keterampilan metakognitif lainnya (belajar bagaimana seharusnya belajar).
Metode atau sistem pembelajaran konstruktivistik didesain menurut Seels untuk menjadi solusi masalah-masalah berikut ini.[9]
Pertama, mempertahankan perlindungan antara pembelajar dan efek pemakaian praktik instruksional yang berpotensi merusak. Kedua, menyediakan konteks pembelajaran yang mendukung otonomi dan keterkaitan. Ketiga, melekatkan alasan pembelajaran ke dalam kegiatan pembelajaran itu sendiri. Keempat, mendukung hak belajar dengan meningkatkan keterampilan dan sikap yang memungkinkan pembelajar untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar lagi dalam proses pengembangan restukturisasi. Kelima, memperkuat kecenderungan pembelajar untuk terlibat dalam proses keinginan untuk belajar, terutama dengan menjelajahi letak kesalahan yang strategis.
Selain menjadi solusi masalah di atas, metode konstruktivistik terlihat pada sebuah kelas yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, terkonstruksi. Siswa bukanlah selembar kertas kosong yang di atasnya pengetahuan dapat dituangkan. Mereka hadir di kelas dengan pengetahuan, ide-ide dan pemahaman yang sudah terbentuk. Pengetahuan yang telah ada ini merupakan bahan mentah untuk pemerolehan pengetahuan baru bagi mereka. Oleh karena itu, sebelum kita memberikan bahan simakan, siswa diajak diskusi tentang topik atau peristiwa.
Kedua, aktif. Siswa adalah orang yang menciptakan pemahaman baru untuk dirinya sendiri. Guru membimbing, mengarahkan, menyarankan, tapi memberikan ruang bagi siswa untuk bereksperimen, bertanya, mencoba sesuatu yang ternyata gagal. Aktivitas pembelajaran meniscayakan partisipasi penuh siswa (seperti pengalaman langsung). Dalam pelajaran menyimak siswa mencari informasi langsung dari penutur di lapangan untuk mendapatkan fakta dan opini dari sumber utama atau primer. Hal ini menjadi pengalaman tersendiri bagi siswa.[10]
Ketiga, reflektif. Siswa mengendalikan proses pembelajaran mereka sendiri, dan mereka melakukannya dengan merefleksikan pengalaman mereka. Proses ini menjadikan mereka ahli dalam pembelajaran mereka sendiri. Guru menciptakan sebuah situasi di mana mereka merasa aman bertanya dan berefleksi tentang proses mereka sendiri secara individu maupun dalam kelompok. Guru juga menciptakan kegiatan diskusi tentang hasl pemcarian fakta dan opini dari masyarakat dan siswa merefleksi pengetahuan dan pengalaman mereka.[11]
Keempat, kolaboratif. Kelas konstruktivis mengandalkan kerja sama antarsiswa. Alasan utama mengapa kerja sama digunakan begitu sering dalam konstrutivisme adalah bahwa siswa belajar tentang pembelajaran tidak hanya dari mereka sendiri, tetapi dari teman. Saat diskusi kelompok, siswa bekerja sama mengulas temuan fakta dan opini yang mereka dengar di lapangan atau melalui tape, kemudian mereka mencari solusi atau pemecahan dari masalah yang diberikan.[12]
Kelima, berdasar keingintahuan. Kegiatan utama dalam ruang konstruktivis adalah pemecahan masalah. Siswa menggunakan metode keingintahuan untuk bertanya, menyelidiki sebuah topik yang mereka simak atau temukan di lapangan dan menggunakan sejumlah sumber daya untuk menemukan solusi dan jawaban saat berdiskusi. Siswa menjelajahi topik dengan pertanyan dalam diskusi mereka untuk menarik kesimpulan, penjelajahan pertanyaan-pertanyaan tersebut membawa ke lebih banyak pertanyaan.
Keenam, berkembang. Siswa memiliki ide-ide yang kemudian dapat mereka lihat tidak valid, salah, tidak memadahi untuk menjelaskan pengalaman baru. Ide-ide ini merupakan langkah-langkah sementara dalam integrasi pengetahuan. Misalnya ide-ide sederhana yang muncul saat mereka ke luar kelas memanfaatkan lingkungan sekolah untuk menciptakan puisi cinta, berkembang menjadi sebuah puisi yang indah.[13]
6) Lingkungan (setting)
Lingkungan adalah situasi sekitar tempat pesan diterima, misalnya lingkungan fisik dan nonfisik.[14] Lingkungan yang diberdayakan dalam penelitian ini di antaranya: ruang kelas, lingkungan sekolah taman, ruang audiovisual, dan sebagainya. Hal ini sangat mendukung ketika pembelajaran menyimak cerita dan pembelajaran menyimak puisi.
Penggunaan lingkungan luar kelas sebagai media dapat memberikan kemudahan dan keuntungan sebagai berikut :
1) Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa;
2) Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya (alami)
3) Bahan-bahan yang akan dipelajari lebih kaya serta faktual;
4) Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif;
5) Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya.[15]
Berdasarkan pengertian pemberdayaan dan sumber belajar di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan sumber belajar merupakan proses atau cara dengan memberikan kemampuan atau kekuatan kepada pihak tertentu (dalam hal ini pihak sekolah) untuk mengatasi permasalahan sumber belajar yang meliputi enam komponen, yaitu orang (guru dan siswa), isi pesan (materi pelajaran), bahan (perangkat lunak) , alat (perangkat keras) , teknik (metode), dan latar (lingkungan).
[1] Merill dan Drob, Kreteria Perencanaan Pusat Sumber Belajar Perguruan Tinggi, (t.tp. th. ), h. 3
[2] Leving R. Merill and Harold A. Drob, dalam Mudhoffir, Prinsip – prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992 ), h. 8
[3] Yusuf Hadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2005) h. 77.
[4] Ibid, h. 6
[5] Ibid, h. 7
[6] Ibid, h. 8
[7] Ibid, h. 9.
[8] Ibid, h. 9.
[9] Barbara B. Seels. Instructional Design Fundamentals. (New Jersey, Univ. Pittsburgh, 1995) h. 176-177
[10] Ibid, h. 176.
[11] Ibid, h. 176.
[12] Ibid, h. 176.
[13] Ibid, h. 177.
[14] Ibid, h. 7
No comments:
Post a Comment