Manajemen berasal dari kata “to manage” yang berarti mengatur.[1] Perkembangan manajemen sangat erat kaitannya dengan perkembangan administrasi di Negara-negara maju sebagai akibat revolusi industri. Kebutuhan industri yang mengharapkan laba menuntut perbaikan dan peningkatan kerja (kinerja) melalui berbagai studi dan penelitian.
Dalam studi penelitian ini sangat diperhatikan bagaimana bisa menggerakkan orang lain agar merasa senang bekerja dengan pandangan tersebut lahirlah beberapa teori manajemen sesuai dengan masanya. Teori manajemen yang lahir berdasarkan perkembangan di atas antara lain Manajemen Pendidikan.
Untuk memperjelas arti manajemen dibawah ini dikutip beberapa pendapat sarjana/ahli dibidang manajemen. Antara lain :
a. Jhon D. Millet berpendapat, bahwa manajemen adalah proses memimpin dan melancarkan pekerjaan dari orang-orang yang terorganisir secara formal sebagai kelompok untuk memperoleh tujuan yang diinginkan.[2]
b. Ordway Tead, Manajemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing kegiatan-kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan.[3]
c. S. Kimball and D.S. Kimball. Manajemen adalah teerdiri dari semua tugas dan fungsi yang meliputi penyusunan sebuah perusahaan, pembiayaan, penetapan garis-garisbesar kebijaksanaan, penyediaan semua peralatan yang di perlukan dan penyusunan kerangka organisasi serta pemilihan-pemilihan pejabat terasnya.[4]
d. George R. Terry, Manajemen adalah proses yang khas yang terdiri dari tindakan- tindakan planning, organizing, actuating dan controlling.dimana pada masing-masing bidang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian dan yang diikuti secara berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan semula.[5]
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kesamaan-kesamaan defenisi di atas adalah, manajemen selalu diterapkan dalam hubungan dengan usaha sekolompok manusia dan mempunyai tujuan tertentu.
Adapun pengertian manajemen pendidikan adalah aktifitas memadukan sumber daya pendidikan agar terpusat dalam mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.[6]. Yang dimaksud dengan sumber daya adalah ketenagaan, dana, sarana dan prasarana termasuk informasi. Dengan demikian kemampuan seorang menejer dalam memadukan sumber daya tersebut merupakan hal yang sangat penting, meliputi proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengendalian sebagai fungsi-fungsi manajemen. Bagaimana sumber daya di rencanakan, diorganisasikan, diarahkan dan dikendalikan dalam mencapai tujuan organisasi.
Oleh karena itu manajemen pendidikan dapat pula didefenisikan sebagai berikut, bahwa manajemen pendidikan adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa , mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Penggunaan sistem manajemen dalam suatu organisasi sangatlah penting dan berarti karena hal ini sangat terkait dengan persoalan kepemimpinan. Berikut ini akan diuraikan tentang sekilas pendapat para ahli yang berkaitan dengan kepemimpinan, dimana seorang pemimpinlah yang akan melaksanakan tugas-tugas manajerial di lapangan. Menurut Mardjin Syam kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna mempengaruhi dan menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan atau dengan definisi lengkap dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pembrian jalan yang mudah (fasilitas) dari pada pekerjaan orang lain yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[7]
Dari pengertian di atas dapat memberi gambaran pada kita bahwa dalam menjalankan proses kepemimpinan, maka yang dilakukan adalah hal-hal yang berkaitan dengan manajemen sehingga dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan adalah merupakan bagian dari manajemen dan manajemen akan sangat ditentukan pula oleh seorang pemimpin. Hal ini menunjukan begitu tingginya keterkaitan antara manajemen dan kepemimpinan itu sendiri.
Adapun tujuan manajemen dalam pendidikan Islam tentu tidak lepas dari tujuan pendidikan Islam. Menurut H.Athiyah Al-Abrasyi sebagaimana yang telah di kutip oleh Oemar Muhammad At-Thoumy al-Syabani mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah:
1. Pembentukan akhlak yang mulia.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
3. menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran.
4. menyiapkan pelajar yang profesioanal disamping memelihara kerohanian dan keagamaan.
5. mempersiapkan anak didik untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan sesuai dengnan tujuan pendidikan Islam di atas.[8]
Sesuai dengan tujuan pendidikan Islam di atas dengan berpijak pada pengertian manajemen maka tujuan manajemen dalam pendidikan Islam adalah meningkatkan produktifits pencapaian hasil yang maksimal dalam pendidikan Islam dalam berbagai aspek, jasmai, rohani, dunia, dan akhirat.
Unsur-unsur manajemen pendidikan Islam merupakan fungsi manajemen. Dimana ketika unsur-unsur yang ada tidak dijalankan maka optimalisasi hasil tidak akan tercapai. Adapun unsur pendukung manajemen pendidikan Islam yaitu:
1. Planing ( Perencanaan)
Palaning adalah suatu proses pemikiran, baik secara garis besar maupun secara mendetail. Proses berpikir dilakukan untuk menghindari kerugian atau kegagalan.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Adalah penyusunan dan pengaturan bagian-bagian hingga menjadi suatu kesatuan.
- Actuating (Tindakan)
Actuating pada hakikatnya adalah menggerakkan orang-orang untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien. Actuating merupakan aplikasi atau pelaksanaan dari planing yang telah di susun dan direncanakan.
4. Controlling (Pengawasan)
Pengawasan merupakan penentu terhadap apa yang harus dilaksanakan sekaligus menilai dan memeperbaiki sehingga pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan oleh pendidikan Islam.[9]
Karena pentinya pelaksanaan manajemen oleh seorang pemimpin maka tentunya manajemen memiliki keunggulan-keunggulan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Adapun keunggulan manajemen dalam menangani tugas-tugasnya adalah :
- Fleksibilitas waktu yang tersedia baginya untuk bekerja
- Penunjukan anggota berdasarkan pada pemilihan keahlian dan keterampilan
- Jumlah anggotanya muda disesuaikan dengan kebutuhan.
- Kemampuan bertindak cepat, responsif dan inovatif
- Tidak sulit melakukan koordinasi secara mantap.[10]
Dari keunggulan manajemen ini akan memberikan kemudahan bagi pelaksana atau pelaku manajemen untuk melaksanakan tugas manajerial yang dibebankan padanya. Oleh karena itu setiap pemimpin memiliki dimensi kepemimpinan tertentu. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh David G. Bowers dan Stendly E. Seashore yang mengemukakan empat dimensi kepemimpinan tersebut terdiri dari :
- Bantuan (support) tingkah laku yang memperbesar perasaan berharga seseorang dan merasa dianggap penting.
- Kemudahan interaksi tingkah laku yang memberikan anggota kelompok untuk mengembangkan hubungan yang saling menyenangkan.
- Mengutamakan tujuan tingkah laku yang merangsang antusiasme bagi penemuan tujuan kelompok mengenai pencapaian prestasi yang baik.
Kemudahan bekerja tingkah laku yang membantu pencapaian tujuan dengan kegiatan seperti penetapan waktu pengoordinasian, perencanaan dan penyediaan sumber-sumber seperti alat-alat, bahan-bahan dan pengetahuan teknis.[11]
Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat, oleh karena pendidikan merupakan usaha melesterikan, dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai –nilai kebudayaan dalam segala hal aspek dan jenisnya kepada generasi penerus. Demikian pula halnya dengan peranan pendidikan Islam dikalangan umat Islam merupakan usaha melestarikan, mengalihkan dan menanamkam dan mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada generasi ke waktu berikutnya, sehingga nilai-nilai kultur-religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu kewaktu.
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk rohani maupun jasmani. Menumbuh suburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah Swt, manusia dan alam semesta. Potensi jasmaniah manusia adalah yang berkenaan dengan seluruh organ fisik manusia. Sedangkan potensi rohaniah manusia meliputi kekuatan yang terdapat didalam batin manusia, yakni akal, kalbu, nafsu, roh, dan fitrah. Atas dasar itulah apabila dikaitkan hakekat pendidikan yang berperan untuk mengembngkan potensi manusia semaksimal mungkin. Bertolak dari potensi manusia tersebut diatas , maka paling tidak ada beberapa aspek pendidikan yang perlu didikkan pada manusia yaitu, aspek pendidikan ketuhanan dan akhlak, pendidikan akal dan ilmu pengetahuan, pendidikan kejasmanian, kemsyarakatan, kejiwaan dan keindahan dan keterampilan. Kesemuanya teraplikasikan secara seimbang. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus futuristik (berorientasi pada masa yang akan datang), karena sesungghnya “anak didik” masa kini adalah “bangsa” yang akan datang.[12]
Dalam undang-undang tentang Sistim Pendidikan Nasional , UU No. 20 Tahun 2003 setidaknya ada tiga hal yang terkait dengan pendidikan islam yaitu :
1. Kelembagaan formal, non formal dan informal didudukkannya lembaga madarasah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang diakui keberadaannya setara dengan lembaga pendidikan sekolah. Dan dipertegas pula dengan kedudukannya sebgai sekolah yang berciri khas agama Islam, selanjutnya diakui Majelis Taklim sebagai pendidikan non formal dan masukkanRaudhatul Athfal sebagai lembaga pendidikan anak usia dini, dan dipertegas pula tentang Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan.
2. Pendidikan Islam sebagai mata pelajaran yang dikokohkan sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik disemua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
3. Pendidikan Islam sebagai nilai, terdapat seperangkat nilai-nilai Islami dalam sisitem pendidikan nasional Didalam rangka pemberdayaan pendidikan Islam di Indonesia maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Pendidik
Pada umumnya lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia memilliki kekurangan tenaga pendidik baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Karena itu berbagai persoalan yang menyangkut tentang ketenegaan ini harus dicarikan solusinya. Setidaknya ada empat kompetensi pokok yang harus dimiliki oleh seorang tenaga pendidik. Pertama, kompotensi keilmuan, pendidik harus memiliki ilmu yang mengantarkan dia layak untuk mengajar, sebab salah satu tugas pokoknya adalah mentransfer ilmu. Kedua, kompetensi ketrampilan mengkomunikasikan ilmunya pada peserta didik. Ketiga, kompetensi manejerial, mencakup tentang kepemimpinan guru, supervisor, administrator dan lain sebagainya. Keempat, Kompetensi moral akademis, dari segi moral, pendidik harus menjadi contoh panutan.
b. Sarana dan Fasilitas
Disebabkan karena sumber dana yang terbatas maka kelengkapan sarana dan prasarana terbatas pula. Umumnya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti, pesantren, madrasah dan lembaga pendidikan keagaaman lainnya mempunyai fasilitas yang minim, sehingga berpengaruh pada pembentukan peserta didik yang berkualitas.
c. Kurikulum
Ada beberapa persoalan berkenaan dengan ini. Pertama, beban kurikulum pada lembaga–lembaga pendidikan Islam lebih berat dari lembaga pendidikan lainnya. Sebab ada keinginan agar peserta didik dapat memiliki bekal ilmu pengetahuan umum dan agama secara seimbang. Kedua, isi kurikulumnya agar dapat membentuk manusia profesionalisme guna memiliki ketrampilan tertentu sebagai bekal dalam memasuki dunia kerja.
4. Struktural dan kultural
Secara struktural lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia berada dalam naungan Departemen Agama. Disebabkan karena hambatan struktural maka dari segi pendanaan terdapat perbedaan antara lembaga pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama dengan lembaga yang dikelola oleh lembaga Departemen Pendidikan Nasional, dampaknya berpengaruh pada kualitas. Sedangkan secara kultural, lembaga-lembaga pendidikan Islam belum menjadi pilihan utama bagi sebagian umat Islam terutama kelompok menengah ke atas. Karena itu pemberdayaan yang diharapkan dari partisipasi stockholder masih kurang.
[3] Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, ( Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994), h.44.
[7] Mardjin Syam, Kepemimpinan Dalam Organisasi, (Surabaya:Yayasan Pendidikan Practice, 1966), h. 11.
[8] Oemar Muhammad at-Toumy al-Syabany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 399.
[11] Ngalim Purwanto, Administrasi Dan Supervisi Pendidikan, Cet. Kelima. (Bandung:Remaja Rosdakarya; 1992), h. 29.
No comments:
Post a Comment