1. Aliran
Khawarij.
Aliran
Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang
muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa
yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan
telah di sepakati para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur
rasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij
ini berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada
mereka yang keluar dari barisan Ali.[1]
Kelompok ini juga kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti
“golongan yang mengorbankan dirinya untuk allahdi samping itu nama lain dari
khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura, nama
suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa
penyesalannya kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan
Mu’awiyah.[2]
Kelompok
khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan diri,
dengan beralasan ketidak setujuan mereka terhadap sikap Ali bin abi
Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan
persilisihan dan konfliknya dengan mu’awiyah bin abi sofyan, gubernur syam,
pada waktu perang siffin.
Latar
belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan
penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada ajaran Al-Qur’an, tapi
ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan
al-quran adalah kafir. Dengan demikian, orang yang melakukan tahkim dan
merimanya adalah kafir.[3][
Atas
dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik
menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya
yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu
mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta
sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh ditangan mereka.
2. Aliran Murji’ah
Aliran
Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam
upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana
hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan, karena
hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang
mukmin yang melukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang
mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada
tuhansealin allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa
orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mangucapkan dua kalimat
syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut
masih tetap mukmin, bukan kafir.[4]
3. Aliran Qadariyah
Qadariyah
berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan
atau kemampuan.Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam, qadariyah
adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap
kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam
paham qadariyah manusia di pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terpaksa tunduk kepada qadar dan qada Tuhan.[5]
Mazhab
qadariyah muncul sekitar tahun 70 H(689 M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab ini
banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah sehingga Aliran Qadariyah
ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah, kesamaan keduanya terletak
pada kepercayaan kedunya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan
tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan
manusia ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar
Allah SWT.
Aliran
ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip
ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri. Al-Qur’an dan Hadits mereka tafsirkan
berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa
menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap
hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya
logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qura’n dan Hadits, bukan
sebaliknya.[6]
4. Aliran Jabariyah
Nama
jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa. Sedangkan
menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari
hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebutkepada Allah.[7]
Dan dalam bahasa inggris disebut dengan fatalism atau predestination,
yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di tentukan sejak semula
oleh qada dan qadar tuhan.
Menurut
catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak sebalum agama
Islam datangke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun
pasir sahara telah memberi kan pengaruh besar terhadap hidup mereka,
dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal
ini kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebankan
mereka semata-mata tunduk dan patuh kepada kehendak tuhan.
Munculnya
mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah kelahirannya pun
berdekatan. Qadariyah muncul di irak, jabariyah di khurasan. Aliran ini pada
mulanya di pelopori oleh al-ja’ad bin dirham. Namun, dalam perkembangannya.
Aliran ini di sebarluaskan oleh jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini
terkadang disebut juga dengan Jahmiah.
5. Aliran Mu’tazilah
Perkataan
Mu’tazilah berasal dari kata Í’tizal” yang artinya “memisahkan diri”, pada
mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mu’tazilah karena pendirinya,
Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan
al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh
pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi
mereka.
Aliran
mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota
basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah
muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat
yang memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik.
Yakni pada peristiwa meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian
mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan
memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Disisi
lain, yang melatarbelakangi munculnya kedua Mu’tazilah diatas tidaklah sama dan
tidak ada hubungannya karena yang pertama lahir akibat kemelut politik,
sedangkan yang kedua muncul karena didorong oleh persoalan aqidah.[8]
6. Ahlussunah Wal- Jamaah
Ahlussunnah
berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah berarti
sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jama’ah mengandung arti “penganut Sunnah
(ittikad) nabi dan para sahabat beliau.
Ahlussunnah
sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2 pengertian,
yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah,
Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagai mana juga Asy’ariyah masuk
dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada
dalambarisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.[9]
7. Aliran Syiah
Secara
bahasa Syi’ah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para
pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syi’ah sering di maksudkan pada
kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada
keturuan Nabi Muhammad SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya,
istilah yiah ini untuk pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali
(syi’ah ali), pemimpin pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad SAW.
Para
pengikut ali yang disebut syi’ah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari,
Miqad bin Al aswad dan Ammar bin Yasir.[10]
Mengenai
latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu
Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin
Affankemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib,
Adapun menurut Watt, Syi’ah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan
antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan
ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang diatwarkan
Mu’awiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok
mendukung sikap Ali –kelak di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak
sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.
8. Aliran Salafiyah
Secara
bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud
terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW, para
sahabat, para tabi’in, dan tabitt tabi’in. sedangakan salafiyah berarti
orang-orang yang mengikuti salaf.
Istilah
salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW wafat,
yaitu sejak ada orang atau golongan yang tidak puas memahami al Qur’an dan
hadits tanpa ta’wil, terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari
ayat-ayat al-Qur’an sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak
bagi Allah SWT.
Orang
yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun 300
hijriah, orang yang hidup sesudah tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.[11]
B.
Perbandingan Aliran Tentang Konsep Keadilan Tuhan
Kaum Asy’ariyah
membawa penyelesaian yang berlawanan dengan Mu’tazilah mereka dengan tegas
mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut aliran Asy’ariyah sendiri tidak
dapat diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan-Nya, di
samping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan sebagainya, juga menyatakan bahwa
Ia mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya. Menurut sub sekte Murji’ah yang
ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam
kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang
menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya,
bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.
Kehendak mutlak
Tuhan, menurut Maturidiyah samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil
mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk
berbuat serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban hanya terhadap
manusia. Pendapat ini lebih dekat dengan Mu’tazilah.
Adapun aliran yang paling mencolok
dan sangat berbeda yaitu diantaranya:
1. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah
yang berperinsip keadilan Tuhan mengatakan bahwa Tuhan itu adil dan tidak
mungkin bebuat zalim dengan memaksakan kehendak kepada hamba-Nya kemudian
mengharuskan hamba-Nya untuk menanggung akibat perbuatannya, secara lebih jelas
aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan sebenarnya tidak mutlak lagi. Itulah
sebabnya Mu’tazilah menggunakan ayat 62 surat Al-Ahzab (33)
سنة الله
فى الذين خلوا من قبل ولن تجد لسنة الله تبديلا
2. Aliran Asy ’ariyah
Mereka
percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan
tidak mempunyai tujuan, yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata
adalah kekuasan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia
atau tujuan yang lain. Landasan surat al-Buruj ayat 16
( فعال لما
يريد )
3. Aliran Maturidiyah
Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah samarkand, dibatasi oleh
keadilan Tuhan, Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah
baik dan tidak mampu untuk berbuat serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban
hanya terhadap manusia. Pendapat ini lebih dekat dengan Mu’tazilah.
Adapun Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak,
Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya tidak
ada yang menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi
Tuhan.Tampaknya aliran Maturidiyah lebih dekat dengan asy ’ariyah.[12]
[1] Drs. Abuddin
Nata, M.A, Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf,. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1995. Hal. 29
[12] Drs.Abd.Rozak.M.Ag.Drs.Rosihon
Anwar,M.Ag. Ilmu Kalam, .hal.182-187
perbedaan merupakan pembelajaran akan pentingnya persatuan umat Islam. Yang jelas biar berbeda kitab yang digunakan hanya 1, Al-Qur'an
ReplyDelete