Perubahan tingkah laku sebagai
proses hasil belajar yakni timbulnya pengertian–pengertian baru, dari yang
tidak tahu menjadi tahu, terjadinya perubahan sikap, kesanggupan menghargai,
perkembangan sifat-sifat sosial, emosional, dan perubahan jasmani. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ahmasi bahwa hasil belajar yang
dicapai adalah perubahan-perubahan dalam jiwa seperti memperoleh pengertian
tentang bahasa, bersikap sosial.
Perubahan tingkah laku dapat diukur
melalui pencapaian Kompetensi Dasar (KD) sebagai penjabaran dari Sandar
Kompetensi (SK), di dalamnya mengandung pernyataan tingkah laku secara
operasional yang diharapkan dari peserta didik setelah pelajaran disajikan.
Hasil belajar yang dicapai melalui KD merupakan prestasi belajar peserta didik.
Belajar tanpa tujuan yang terencana tidak akan memberikan hasil yang
diharapkan. Itulah sebabnya, belajar pendidikan agama Islam sangat dituntut
dalam diri peserta didik adalah perhatian, ketekunan, dan motivasi yang tinggi
untuk menerima materi yang disajikan, serta mampu mengaplikasikan nilai-nilai
Islam dalam kehidupan sehari-hari. Belajar mata pelajaran agama Islam tidak
hanya terbatas pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas,
tetapi lebih dari itu peserta didik harus memperkaya pengetahuan yang
diperolehnya di dalam kelas dengan menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Pada dasarnya setiap peserta didik
menginginkan hasil belajarnya yang baik, namun terkadang harapan yang
diinginkan tidak terimplementasikan dengan demikian perlu dipertanyakan hal-hal
apa saja yang menjadi hambatan dalam pencapaian hasil belajar peserta didik.
Hasil belajar peserta didik ditentukan oleh dua faktor: yakni faktor dalam diri
peserta didik dan faktor dari luar diri peserta didik atau lingkungan. Seperti
yang dikemukakan oleh Clark dalam Sudjana yaitu: “hasil belajar peserta didik
di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuannya dan 30 % dipengaruhi oleh
lingkungan”.[1]
Dengan demikian faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik sangat
besar pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar secara optimal khususnya
pada pelajaran agama.
Memperhatikan
penjelasan di atas, maka tentunya keberadaan strategi belajar mengajar dapat
memberi pengaruh bagi peserta didik termasuk pada hasil belajar peserta didik
itu sendiri. Dengan menggunakan strategi dalam proses belajar mengajar yang
berbasis kontekstual peserta didik dapat lebih mengalami dan merasakan sendiri.
Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap
periode perkembangan yang sangat pesat,
dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat
kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor,
dan afektif.
1. Perkembangan
Aspek Kognitif
Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12
tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan ‘period of
formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan
berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna
(meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang
visual. Siswa telah memahami hal-hal
yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran PAI bahwa belajar akan bermakna kalau input
(materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat siswa. Pembelajaran PAI akan
berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan
dan variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi
belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh
kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993),
yaitu: 1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), 2)
kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut), 3) kecerdasan musikal
(kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), 4) kecerdasan
spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), 5) kecerdasan
kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), 6)
kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan
mengembangkan rasa jati diri), dan 7) kecerdasan antar pribadi (kemampuan
memahami orang lain). Di antara ketujuh
macam kecerdasan ini sesuai dengan karakteristik keilmuan PAI akan dapat
berkembang pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru PAI untuk berlatih
mengeksplorasi gejala alam, baik gejala kebendaan maupun gejala
kejadian/peristiwa guna membangun konsep PAI.
Ada perbedaan perkembangan berpikir bagi anak di usia SD
dan di usia SMP. Untuk melihat perbedaan perkembangan berpikir kognitif pada
masa SD dan SMP dapat diperhatikan ilustrasi berikut. Pada periode konkrit
(usia SD), anak mungkin mengartikan sistem keadilan dikaitkan dengan polisi
atau hakim, sedangkan remaja (usia SMP) mungkin mengartikannya secara lebih
abstrak, yaitu sebagai suatu aspek kepedulian pemerintah terhadap hak-hak warga
masyarakatnya. Terkait dengan mata pelajaran PAI, dalam masalah aqidah seperti
mengimani adanya Allah, pada anak usia SD mungkin dipahami sebagaimana adanya
alam semesta, termasuk manusia. Sementara itu pada anak usia SMP, mengimani
adanya Allah tidak cukup meyakini kalau Allah itu ada, tetapi harus
dikembangkan sampai ke pemahaman yang lebih abstrak. Artinya, meskipun Allah
itu ada sebagaimana alam semesta, tetapi keadaannya sangat berbeda. Adanya
Allah tidak dapat dilihat sebagaimana alam semesta, karena Allah bersifat Maha
Ghaib. Argumen-argumen harus dikemukakan untuk mendukung pendapat atau ide-ide
yang diberikan. Anak sudah mulai diajak berpikir logis dalam memahami
konsep-konsep ajaran Islam, meskipun masih pada tataran yang sederhana.
2. Perkembangan
Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting
untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa
tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain:
a. Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang
kaku dan lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk
mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu
gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang
terjadi tingkat frustrasi yang tinggi.
b. Tahap asosiatif
Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang
lebih pendek untuk memikirkan gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat
mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya
dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan
dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini
belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang
siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu
yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada
pada tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih
pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.
c. Tahap otonomi
Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat
otonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap
dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap
otonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk
melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan
secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak
mengharuskan pembelajar untuk berpikir tentang gerakannya.
Perkembangan aspek psikomotor pada anak usia SMP
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perkembangan pada anak usia SD, karena
usia SMP merupakan kelanjutan dari usia SD. Perkembangan psikomotor pada anak
usia SD sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras
dengan kebutuhan atau minatnya. Masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau
aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia SD merupakan masa yang
ideal untuk belajar keterampilan. Begitu juga pada masa SMP keterampilan anak
semakin berkembang dengan baik, sehingga dapat dijadikan pijakan untuk
menentukan pilihan yang akan ditekuninya di usia selanjutnya.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu
faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun
ketrampilan. Oleh karena itu, perkembangan psikomotor sangat menunjang
keberhasilan perserta didik. Pada masa usia SMP perkembangan psikomotor ini
pada umumnya sudah dicapainya dan untuk selanjutnya dikembangkannya.
Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual,
memengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan
baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan
untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia SMP (remaja awal)
perkembangan emosi anak menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat
kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif
dan temperamental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih). Oleh karena itu,
mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit
bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi
sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman
sebaya.
Dalam hubungan persahabatan, anak remaja memilih teman
yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik
menyangkut interes, sikap, nilai, dan kepribadian. Pada masa ini berkembang
sikap “conformity”, yaitu kecenderungtan untuk menyerah atau mengikuti opini,
pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi) atau keinginan orang lain (teman
sebaya) perkembangan konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang
positif maupun yang negatif bagi dirinya. Jika temannya menampilkan sikap dan
perilaku yang agamis seperti taat beribadah, berakhlak yang mulia, dan aktif
dalam kegiatan sosial, maka kemungikinan besar remaja tersebut akan
berpenampilan baik seperti temannya. Sebaliknya, jika temannya berpenampilan
tidak baik, dia pun akan seperti temannya tersebut.
Di sinilah peran PAI dan guru PAI dalam rangka
mengantarkan anak untuk menata perkembangan emosinya dengan baik sehingga dia
memiliki sikap dan perilaku yang religius seperti yang dikemukakan di atas.
Materi PAI diharapkan dapat memberi pemahaman dan pengamalan (perilaku)
keagamaan anak sehingga ketika memasuki masa mukallaf (baligh/dewasa) anak
sudah siap dan tidak lagi mulai belajar menapakinya, tetapi sudah memasukinya
dengan bekal pemahaman dan perilaku keagamaan yang baik.
3. Perkembangan
Aspek Afektif
Perkembangan aspek afektif anak pada usia SMP tidak
berbeda dengan perkembangannya pada aspek psikomotornya. Kedua aspek ini
terkait erat sehingga perkembangannya selalu seiring dan sejalan. Sikap dan
perilaku teman (terutama teman sebaya) dan lingkungan masyarakatnya sangat
mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku anak.
Perkembangan aspek afektif anak juga terkait erat dengan
perkembangan kepribadian anak. Fase remaja merupakan saat yang paling penting
bagi perkembangan dan integrasi kepribadian. Masa remaja juga merupakan saat
berkembangnya identitas (jati diri). Perkembangan identitas merupakan isu
sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa. Perkembangan
identitas masa remaja berkaitan erat dengan komitmennya terhadap okupasi
(pekerjaan, jabatan, kesibukan) masa depan, peran-peran masa dewasa, dan sistem
keyakinan pribadi.
Perkembangan identitas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya adalah: 1) iklim keluarga, yaitu yang berkaitan dengan
interaksi sosio-emosional antar anggota keluarga serta sikap dan perilaku orang
tua terhadap anak; 2) tokoh idola, yaitu orang-orang yang dipersepsi oleh
remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat; dan 3) peluang
pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat ke depan dan menguji dirinya
dalam setting (adegan) kehidupan yang beragam.
Pengalaman sejak masa kecil yang penuh konflik atau
frustrasi dan kurang mendapat bimbingan keagamaan (akhlak yang mulia) akan
berdampak kurang baik bagi perkembangan remaja. Sebaliknya, pengalaman yang
menyenangkan akan mempengaruhi sifat-sifat pribadi yang taat beragama dan tidak
melampaui batas.
[1] Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Algensindo, 2000), h. 12.
Pondok Mahasiswa, Hubungan Materi Pendidikan Agama Islam Dengan Karakteristik Siswa (Online)www.jamal-alfath.blogspot.com, diakses tanggal ...........
Pondok Mahasiswa, Hubungan Materi Pendidikan Agama Islam Dengan Karakteristik Siswa (Online)www.jamal-alfath.blogspot.com, diakses tanggal ...........
No comments:
Post a Comment