Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguaasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatam pembelajaran perlu : 1) berpusat pada peserta didik ; 2) mengembangkan kreatifitas peserta didik ; 3) menciptakan kondisi yang menyenagkan dan menantang : 4) bermuatan, nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam. (Puskur 2004: 13)
Dalam kerangka itu, pengembangan program dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi.penggunaan pendekatan memungkinkan desain program dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat. hasil-hasil pembelajaran dinilai dan dijadikan umpan balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran yang dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stanley Elam (1971) dalam Oemar Hamalik sebagai berikut.[1]
Langkah ke-1 : Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar.
Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Dunia pendidikan dewasa ini lebih cenderung kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti dalam kompetensi “pengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Langkah ke-2 : Mengidentifikasi kompetensi
Dalam penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarrkan.untuk mengetahui keluasan dan kedalaman cakupan kemampuan dasar, dapat digunakan jaringan topik/tema/konsep.kompetensi dasar yyang terlalu luas dalam cakupan materinya perlu dijabarkan menjadi lebih dari satu pembelajaran. Sedangkan kompetensi dasar yang tidak terlalu rumit mungkin dapat dijabarkan kedalam satu pembelajaran.
Kompetensi-kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasikan secara dites sejauh mana kontribusinya terhadap keberhasilan dan efektifitasbelajar mengajar. Hasil penelitian seringkali ikut membantu dalam mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan.
Langkah ke-3 : Menggambarkan secara spesifikkompetensi-kompetensi
Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah target populasinya dalam konteks pelaksanaanya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.
Langkah ke-4 : Menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis assessment
Menentukan jenis-jenis penelitian yang akan digunnakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi. Hal ini sangat penting dalam pengembangan program pembelajaran. Jika tujuan sederhana dan jelas, maka tidak begitu sulit untuk menentukan kriteria keberhasilan dan kondisi yang diperlukan untuk mempertunjukkan bahwa kompetensi telah dikuasai.akan tetapi kebanyakan kompetensi itu bersifat kompleks dan mengandung variabel yang cukup sulit untuk dinilai. Kompetensi-kompetensi itu diwarnai oleh karakteristik guru dan bermacam-macam suasana sambutan murid, baik secara individual maupun kelompok terhadap stimulasi yang sama. Oleh karena itu harus disusun seperangkat indikator dan jangan hanya satu perangkat karena kan mengakibatkan program menjadi kaku. Tersedianya berbagai alternatif penilaian yang disiapkan oleh guru menunjukan kesiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Langkah ke-5 : Pengelompokkan dan penyusunan tujuan pengajaran
Pada langkah kelima ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan maksud-maksud instruksional setelah langkah 1 sampai 4 menguraikan deskripsi logis program yang di dalamnya memuat kompetensi-kompetensi minimal, sub kompetensi dan bentuk assessment.
Langkah ke-6 : Desain strategi pembelajaran
Program instruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Modul instruksional adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk mengembangkan kompetensi.
Langkah ke-7 : Mengorganisasikan sistem pengelolaan
Program-program yang bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani bermacam-macam kebutuhan siswa. Adanya bermacam-macam tujuan berbagai alternatif kegiatan, menjadikan sistem instruksional dan sistem bimbingan lebih unik.
Langkah ke-8 : Melaksanakan percobaan program
Program yang telah disusun secara sistematis perlu diuji cobakan. Percobaan program dilakukan terhadap bagian-bagian dari program itu atau semacam tes ujicoba dan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dalam skala kecil. Tujuan program ini adalah untuk mengetes efektifittas strategi instruksional, seberapa besar diperlukan tuntutan-tuntutan program, ketetapan alat atau jenis penilaian yang digunakan dan efektifitas sistem pengelolaan. Tes ini harus didesain sedemikian rupa agar dapat diketahui kelemahan apa yang terdapat dalam unsur-unsur program tersebut untuk melakukan perbaikan.
Langkah ke-9 : Menilai desain pembelajaran
Pelaksanaan terhadap desain instruksional, lazimnya mencakup 4 aspek, yaitu :
a. Validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidikan yang diproyeksikan
b. Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment
c. Sistem instruksional dalam hubungannya dengan hasil belajar
d. Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan dalam hubungannya dengan hasil tujuan.
Langkah ke-10 : Memperbaiki program
Setiap program sesungguhnya tidak pernah tersusun dengan kondisi sempurna, termasuk desain instruksional berbasis kompetensi. Akan tetapi senantiasa terbuka untuk perbaikan dan perubahan berdasarkan umpan balik dari pengalaman-pengalaman.
[1] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 92
No comments:
Post a Comment