Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Thursday, June 23, 2011

Menetapkan Kompetensi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ( PAI )


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemikiran
Pendidikan Islam merupakan suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia. Oleh karenanya, Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Menurut H.M. Arifin, M.Ed, “pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang bersifat progresif menuju arah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas landasan nilai-nilai Islam”.[1]
Dari makna pendidikan Islam tersebut, dapat diuraikan Pendidikan Agama Islam  sebagai berikut:
1.      Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan pendidikan agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (Way Of Life).
2.      Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam.[2]
Menurut Drs.Sahilun A. Nasir :
“Pendidikan Agama Islam  adalah usaha yang sistematis dan pragramatis dalam membimbing anak didik yang beragama Islam dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam pribadinya, dimana ajaran-ajaran Islam itu benar-benar dipahami, diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mentalnya”.[3]

Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam  merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang pendidik agar anak didiknya menjadikan Islam sebagai pandangan dan pedoman hidupnya.
B. Permasalahan
Dari kerangka berpikir di atas, maka yang menjadi pokok kajian dalam makalah ini adalah bagaimanakah menetapkan kompotensi pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

BAB II
PEMBAHASAN

Pendidikan Agama Islam  sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, memiliki peran penting dalam membentuk manusia Indonesia yang percaya di atas taqwa kepada Allah Swt, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan masyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menghasilkan manusia -manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri dan bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
Sehingga dalam pelaksanaannya, Pendidikan Agama Islam  diarahkan kepada hal-hal sebagai berikut:
1)     Meningkat ketaqwaan kepada Allah swt.
2)     Meningkatkan penghayatan dan pengamalan agama dalam rangka mempertinggi akhlak, memperkuat mental dan moral manusia  Indonesia.
3)     Menghindari kecenderungan pendangkalan dan pengerdilan pemahaman dan kehidupan spritual keagamaan.
4)     Menjunjung tinggi martabat manusia.
5)     Membina persatuan dan kesatuan bangsa.
6)     Meningkatkan peranan agama sebagai pemberi motivasi dan juga semangat pembangunan serta sebagai penggerak dan pengarah potensi umat beragama untuk pembangunan nasional.
7)     Menanggulangi dampak negatif dari proses modernisasi yang berbentuk praktek-praktek kultural yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
8)     Mengimbangi dan mengadakan adaptasi dalam proses modernisasi dalam bentuk pengembangan pikiran-pikiran ilmiah dalam cara menghayati dan mengamalkan ajaran agama.[4]

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan agama di sekolah yakni membina dan menyempurnakan pertumbuhan dan kepribadian anak tidak dapat dilepaskan dari dua aspek penting yaitu :
(1).  Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada siswa). Tugas guru dalam hal ini adalah : a) menyadarkan anak didik tentang adanya Allah Swt dan membiasakan anak didik untuk melakukan perintah Allah Swt dan meninggalkan larangan-Nya. b) melatih anak didik untuk melakukan ibadah dengan praktek-praktek agama, sehingga membawa dekatnya jiwa anak kepada keimanan; c) membiaskan nanak didik untuk mengatur sopan santun dan tingkah laku yang sesuai dengan ajaran akhlak, sifat ini harus ditanamkan melalui praktek kehidupan sehari-hari.
(2) Pengajaran agama (ditujukan kepada pemikiran). Isi dari ajaran agama garus betul-betul diketahui, agar keimanan kepada Allah Swt menjadi sempurna. Maka tugas dari guru agama menunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukan, dan apa yang dianjurkan meninggalkannya sesuai dengan ajaran agama.[5]

Di dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna ialah metode yang mengandung nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran. Selain itu, metode secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara metode, materi dan tujuan pendidikan Islam mengandung relevansi ideal dan operasional dalam proses kependidikan. Oleh karena, proses pendidikan Islam bermakna internalisasi dan transparansi nilai-nilai Islam ke dalam pribadi anak didik, dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah, mengacu pada tuntutan dan kebutuhan hidup masyarakat.
Untuk itu, pendidikan agama Islam seharusnya bukan sekedar untuk menghafal dalil agama atau syarat rukun ibadah, namun merupakan  upaya, proses, usaha mendidik anak untuk memahami atau mengetahui sekaligus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Islam dengan cara membiasakan anak mempraktekkan ajaran Islam dalam kesehariannya. Sehingganya, pendidikan agama Islam tidak cukup hanya berhenti di kelas, yaitu dalam proses belajar mengajar (PBM), akan tetapi pada waktu bersamaan, kehidupan sehari-hari termasuk di sekolah harus mendukung nilai-nilai luhur agama Islam. Selain itu, sebanyak mungkin nilai-nilai itu diarahkan menjadi peraturan yang menjadi acuan bersama komunitas sekolah. Karena pendidikan agama di sekolah  pada dasarnya tidak hanya meluluskan anak pada pelajaran agama, akan tetapi merubah karakter anak didik menjadi lebih baik dalam artian memiliki kepribadian yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Menurut Dr. A.Qodry A. Azizy, M.A, pendidikan agama seharusnya tidak disajikan secara indoktrinasi, namun dengan pemahaman dan penghayatan. Untuk itu, banyak cara yang dapat ditempuh dalam rangka memupuk nilai-nilai agama, antara lain :
1.      Untuk mengajarkan surat Al-Ma'uun, anak didik diajak mengunjungi panti asuhan, sekaligus diberi penjelasan yang cukup diikuti dengan praktek beramal.
2.      Sejarah dan cerita (kisah-kisah dalam Al Qur'an, sejarah Rasul, Sahabat, Ulama) merupakan  cara yang cukup efektif dalam membentuk kepribadian.
3.      Perwujudan dalam praktek pelajaran shalat harus dipraktekkan. Demikian pula pelajaran zakat, infak, puasa, dan lainnya, di samping perlu uraian makna dibalik praktek tersebut, bukan semata-mata pada penekanan ajaran wajib.
4.      Ada penekanan pada kehidupan sosial. Oleh karena itu, ajaran Islam tentang etika sosial tidak dapat diabaikan. Ajaran Islam tentang kebersihan bukan untuk dihafalkan, namun harus dipraktekkan dan penilaiannya semestinya pada prakteknya, bukan pada hafalan murid. Demikian pula ajaran Islam tentang ketepatan waktu, tanggung jawab, janji, kerja keras, dan semacamnya harus menjadi diskursus utama dalam pelajaran di sekolah  dan sekaligus dipraktekkan.
5.      Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan tergantung pada kreativitas guru dalam mengajarkan agama. Pemanfaatan "Sumber Belajar" dari lingkungan (alam dan sosial) selama ini belum dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan agama.[6]

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam aplikasinya, pendidikan agama Islam di sekolah harus dilaksanakan secara komprehensif. Artinya, penekanan pada aspek kognitif dalam wujud mata pelajaran agama merupakan  kesempatan atau waktu tatap muka untuk mendiskusikan lebih mendalam. Kemudian tatap muka harus diikuti dengan praktek sehari-hari. Dengan kata lain, dalam hal tertentu agama diajarkan dengan hafalan, namun masih harus diikuti dengan praktek yang bersifat pembentukan kepribadian.
Keberhasilan pendidikan agama Islam dalam mencapai tujuan dapat diukur dari adanya kompetensi sebagai berikut  :
a.      Siswa memiliki pengetahuan fungsional tentang agama;
b.      Siswa meyakini ajaran agamanya dan menghormati orang lain yang berlainan agama;
c.      Siswa bergairah beribadah;
d.      Siswa mampu membaca al qur'an dan berusaha memahaminya;
e.      Siswa berbudi pekerti yang luhur;
f.       Siswa giat belajar, rajin belajar dan gemar berbuat baik;
g.      Siswa mampu mensykuri nikmat;
h.      Siswa mampu menciptakan suasana hidup rukun antar umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[7]


BAB III
PENUTUP

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, harus diperhatikan beberapa hal, yaitu ; 1) Meningkat ketaqwaan kepada Allah swt. 2) Meningkatkan penghayatan dan pengamalan agama dalam rangka mempertinggi akhlak, memperkuat mental dan moral manusia  Indonesia. 3) Menghindari kecenderungan pendangkalan dan pengerdilan pemahaman dan kehidupan spritual keagamaan. 4) Menjunjung tinggi martabat manusia. 5) Membina persatuan dan kesatuan bangsa. 6) Meningkatkan peranan agama sebagai pemberi motivasi dan juga semangat pembangunan serta sebagai penggerak dan pengarah potensi umat beragama untuk pembangunan nasional. 7) Menanggulangi dampak negatif dari proses modernisasi yang berbentuk praktek-praktek kultural yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. 8) Mengimbangi dan mengadakan adaptasi dalam proses modernisasi dalam bentuk pengembangan pikiran-pikiran ilmiah dalam cara menghayati dan mengamalkan ajaran agama.
Keberhasilan pendidikan agama Islam dalam mencapai tujuan dapat diukur dari adanya kompetensi sebagai berikut  :
i.        Siswa memiliki pengetahuan fungsional tentang agama;
j.        Siswa meyakini ajaran agamanya dan menghormati orang lain yang berlainan agama;
k.      Siswa bergairah beribadah;
l.        Siswa mampu membaca al qur'an dan berusaha memahaminya;
m.    Siswa berbudi pekerti yang luhur;
n.      Siswa giat belajar, rajin belajar dan gemar berbuat baik;
o.      Siswa mampu mensykuri nikmat;
p.      Siswa mampu menciptakan suasana hidup rukun antar umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. H. M. Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996

DR. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996

Drs. Sahilun A. Nasir, Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja, Jakarta : Kalam Mulia, 1999

Bambang Waluyo, Pendidikan Agama Dasar Pembentukan Kepribadian Anak, Portal Informasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta : Balitbang Depdiknas RI, 2001

Dr. A. Qodry A. Azizy, M.A, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial, Semarang : CV. Aneka Ilmu, 2003


[1] Prof. H. M. Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), h. 6.
[2] DR. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), h. 86.
[3] Drs. Sahilun A. Nasir, Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja, (Jakarta : Kalam Mulia, 1999), h. 11 –12.
[4] Ibid,  h. 52.
[5] Bambang Waluyo, Pendidikan Agama Dasar Pembentukan Kepribadian Anak, Portal Informasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta : Balitbang Depdiknas RI, 2001)
[6] Dr. A. Qodry A. Azizy, M.A, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang : CV. Aneka Ilmu, 2003), h. 68-69.
[7] Drs. H. Sahilun A. Nasir, op. cit.

No comments:

Post a Comment