Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Thursday, June 23, 2011

Bakat, Minat dan Motivasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ( PAI )


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemikiran
Proses pembelajaran meliputi proses belajar dan proses mengajar. Dalam kedua proses tersebut, maka komponen yang paling sentral adala proses belajar. Karena dalam proses tersebut perlu adanya dukungan dari berbagai komponen lainnya.
Dalam beberapa ungkapan dikemukakan bahwa proses belajar dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam arti luas proses belajar adalah :
“suatu aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan-perubahan itu realtif konstan dan berbekas”.[1]

Proses belajar dalam pemahaman tersebut adalah sebagai suatu aktivitas kejiwaan yang berlangsung melalui adanya hubungan timbal balik dengan lingkungannya atau adanya stimulus respons, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik terhadap kemampuan berpikir, kemampuan berbuat maupun perubahan perilaku.
Sementara dalam arti sempit proses belajar lebih diarahkan pada bentuk dan jenis belajar tertentu, dimana masing-masing bentuk dan jenis tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya masing-masing.
B. Permasalahan
Dari latar belakang pemikiran di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah bagaimanakah bakat, minat dan motivasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

Untuk mencapai proses pembelajaran yang lebih baik, sebagaimana telah dikemukakan di atas perlu adanya dukungan dari berbagai aspek yang secara langsung berkaitan dengan aktivitas belajar yang harus didesain oleh guru sebaik mungkin. Komponen-komponen tersebut meliputi :
1.      Tujuan
Tujuan dalam proses pembelajaran merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, maka perumusan tujuan dalam proses pembelajaran haruslah terukur. Artinya bahwa rumusan tujuan benar-benar dapat dicapai dengan baik melalui aktivitas belajar. Melalui tujuan inilah maka proses pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis.
Dalam proses pembelajaran diupayakan sedemikian rupa bahwa rumusan tujuan yang didesain oleh guru berdasarkan materi-materi yang akan diajarkannya haruslah dapat menggambarkan seluruh tahapan-tahapan tujuan, mulai dari tujuan umum sampai dengan tujuan instruksional.
Tujuan khusus dalam proses pembelajaran adalah tujuan pengajaran yang dibuat guru untuk keperluan satu kali proses belajar mengajar, sehingga tujuan tersebut harus dicapai siswa setelah menerima pelajaran.[2] Berdasarkan ungkapan tersebut, maka dalam tujuan tersebut haruslah memiliki unsur yang dapat mengukur kemampuan kognitif, psikomotor serta afektif siswa.
Selanjutnya yang harus diperhatikan dalam perumusan tujuan tersebut adalah kesesuaiannya dengan materi yang akan disajikan. Hal ini dimaksudkan agar tujuan tersebut benar-benar dapat dicapai, sebab kesalahan yang sangat fatal apabila materi dan tujuan pembelajaran tidak singkron, bahkan hal ini akan turut mempengaruhi komponen penunjang lainnya. Bagaimana mungkin materi pelajaran yang secara substansial lebih mengarah kepada psikomotor, akan tetapi rumusan tujuannya hanya mengarah pada kognitif, sehingga metode maupun alat yang digunakanpun tidak akan tepat sasaran.
Perumusan tujuan dalam proses pembelajaran sangat penting artinya dalam rangka merancang sistem pengajaran. Melalui rumusan tujuan itulah kemudian seorang guru dapat merancang sistem pembelajaran dengan seluruh pendukungnya secara lebih baik. Kegunaan-kegunaan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.      Untuk menilai pengajaran, dalam arti bahwa pengajaran dinilai berhasil apabila siswa telah mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ketercapaian tujuan pengajaran oleh siswa menjadi indikator keberhasilan sistem pengajaran yang dirancang sebelumnya.
b.      Untuk membimbing siswa belajar. Tujuan-tujuan yang telah dirumuskan memberikan arah, acuan, dan pedoman bagi siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajar.
c.      Merupakan kriteria untuk merancang pelajaran.
d.      Menjadi semacam media untuk berkomunikasi dengan rekan-rekan guru lainnya.[3]

Mengacu pada kegunaan tujuan dalam proses pembelajaran di atas, maka dapat difahami bahwa merumuskan tujuan bagi seorang guru tidak hanya berdasarkan atas kemauan sendiri, akan tetapi perlu adanya beberapa pertimbangan, dengan maksud agar tujuan yang dirumuskan mampu mengakomodir seluruh potensi yang melekat pada masing-masing individu siswa dalam.
Ada beberapa aspek psikologis yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar anak yakni :
1.      Minat
Minat yang sering diartikan oleh banyak orang adalah keinginan atau kemauan terhadap sesuatu. Ini merupakan aspek psikologis yang sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak. Seorang yang mempunyai kemauan tentunya akan mengalami proses belajar dengan mudah dan lancar. Sedangkan orang tidak berminat sulit untuk menerima materi pelajaran.
Uraian di atas identik dengan penjelasan yang mengatakan bahwa minat yaitu digunakan untuk menunjuk pada dorongan yang menyebabkan seseorang timbul pemusatan perhatian pada setiap orang, sesuatu benda, atau sesuatu kegiatan.[4]
Karena minat merupakan pendorong terhadap usaha pemusatan perhatian, maka seorang siswa hanya akan dapat mencerna materi pelajaran yang disajikan oleh guru ketika dia berminat terhadap mata pelajaran tersebut.
2.      Kecerdasan
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang menjadi dasar bagi setiap siswa dalam menelaah materi-materi pelajaran yang ada. Tingkat kecerdasam seorang anak akan sangat mempengaruhi kemampuannya dalam menelaah materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa antara IQ anak dan hasil belajar memiliki keterkaitan yang sangat erat. Angka korelasinya berkisar pada 0,50. hal ini berarti bahwa kira-kira 25 % hasil belajar di sekolah dapat dijelaskan dari IQ. Dengan perhitungan mengatakan bahwa anak yang mempunyai IQ antara 90-100 umumnya dapat menyelesaikan sekolah dasar tanpa banyak kesukaran sedangkan IQ antara 70-89 memerlukan bantuan-bantuan khusus sedangkan yang mempunyai IQ di atas 120 mempunyai kemauan untuk belajar secara berlanjutan.[5]

Penelitian para ahli tersebut cukup menjadi bukti yang sangat kuat bahwa ternyata tingkat kecerdasan siswa memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan daya nalar anak.
3.      Bakat
Di samping minat dan kecerdasan bakat juga merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar. Keahlian seseorang tidak akan nampak ketika dasar-dasar pengetahuan yang dimilikinya tidak sesuai dengan keahliannya. Disinilah barangkali perlu adanya kesatuan antara teori dan praktik. Seseorang akan banyak melakukan sesuatu secara maksimal dan berhasil dengan baik ketika dasar-dasar berbuat itu telah dimiliki sebaik mungkin sebab tidak mungkin orang yang memiliki bakat olahraga terus dituntut untuk belajar kesenian.
4.      Motivasi
Motivasi merupakan suatu kondisi yang menjadi pendorong bagi seseorang dalam melakukan sesuatu. Dan motivasi ini akan muncul dengan sendirinya ketika faktor minat, kecerdasan dan bakat itu sudah ada. Oleh karena itu seorang pendidik jika ingin menyelidiki sejauh mana motivasi siswanya dalam belajar haruslah mengetahui bagaimana minat belajar, tingkat kecerdasan serta bakatnya. Jika guru sanggup mendisain proses pembelajaran sesuai dengan aspek tersebut, maka siswa dengan sendirinya akan termotivasi. Oleh karena itu barangkali motivasi ini merupakan aspek terakhir dan akan membuktikan tingkat keberhasilan guru dalam mengelola sistem pembelajarannya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, maka dapatlah diketahui bagaimana tipe-tipe daya nalar siswa dalam menerima materi-materi pelajaran. Menurut Hill ada beberapa tipe daya nalar yakni :
1.      Melalui dua jenis lambang yakni teoritis dan kuantitatif
2.      Determinan kultur
3.      Cara membuat tafsiran
4.      Aspek ingatan
5.      Gaya kognitif[6]

Masing anak berbeda-beda dalam menelaah materi pelajaran sebagaimana pandangan tersebut, antara lain melalui lambang yakni melalui ucapan atau kata-kata yang diucapkan, akan tetapi ada juga yang hanya dapat menelaah materi pelajaran lewat pendengaran inilah yang dimaksudkan dengan auditif  atau belajar melalui pendengaran. Sementara ada yang bersifat visual atau kemampuan menalar sesuatu yang nampak oleh penglihatan.
Sementara itu menurut pendapat lain bahwa belajar berlangsung melalui 4 fase yakni
1.      Individu memperoleh pengalaman langsung yang konkrit
2.      Kemudian ia mengembangkan observasinya dan memikirkan atau merefleksikannya
3.      Pembentukn generalisasi dan abstraksi
4.      Implikasi yang diambil dari konsep kemudian dijadikan sebagai pegangan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman baru.[7]

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tipe daya nalar seseorang itu berbeda sesuai dengan potensi psikologis yang melekat pada seseorang  yakni minat, kecerdasan, bakat dan motivasi yang kemudian dasar inilah akan memperbaiki daya nalar setiap orang untuk mempelajari sesuatu. Sementara dilihat dari aktivitas belajar siswa maka ada beberapa tipe daya nalar, ada yang menerima melalui pendengaran, penglihatan serta melakukan sendiri apa yang telah, sedang dan akan dipelajari. Apapun bentuk daya nalar tersebut sesungguhnya kunci utama adalah kemampuan guru dalam mendisain proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1.      Minat ; Minat yang sering diartikan oleh banyak orang adalah keinginan atau kemauan terhadap sesuatu.
2.      Bakat ; Keahlian seseorang tidak akan nampak ketika dasar-dasar pengetahuan yang dimilikinya tidak sesuai dengan keahliannya.
3.      Motivasi ; Motivasi merupakan suatu kondisi yang menjadi pendorong bagi seseorang dalam melakukan sesuatu. Dan motivasi ini akan muncul dengan sendirinya ketika faktor minat, kecerdasan dan bakat itu sudah ada


DAFTAR PUSTAKA


W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran Cet. III, Jakarta: Grasindo, 1991

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar Cet. V, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem Cet. I, Jakarta: Bumi Aksara, 2002

Laster D. Crow, Alice Crow, Educational Psyichology, New York: Mc. Graw Hill Bock Company, Inc, 1985

S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar Cet. III, Jakarta: Bina Aksara, 1987


[1] W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Cet. III, Jakarta: Grasindo, 1991), h.
[2] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Cet. V, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), h. 63
[3] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem (Cet. I, Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 113
[4] Laster D. Crow, Alice Crow, Educational Psyichology, (New York: Mc. Graw Hill Bock Company, Inc, 1985 ), h. 159

[5] Ibid., h. 182
[6] S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar (Cet. III, Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 108
[7] Ibid., h. 111

1 comment:

  1. bgmn membuat rancangn pembeljaran yg dpt membangkitkan minat motivasi dan bakat siswa?

    ReplyDelete