Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Saturday, June 18, 2011

Hakikat Guru


A.      Hakikat Guru
            Guru adalah sosok yang sangat berperan dalam pembentukan  kualitas suatu lembaga pendidikan. Sehingga, dalam konteks tersebut kualitas dan profesionalitas seorang guru sangat dituntut untuk mampu dalam mengelola  pendidikan dengan baik, dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
            Menurut bahasa, guru diambil dari bahasa Arab yaitu ‘alima - ya’lamu, yang artinya mengetahui.[1] Dengan arti tersebut, maka guru dapat diartikan “orang yang mengetahui atau berpengetahuan”. Sebagaimana firman Allah Swt:
 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o( tûïÏ%©!$#(****AFWAN AYATNYA GA MUNCUL****)Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 
Terjemahnya :
“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. (Az Zumar Ayat: 9)[2]

            Guru juga bisa diambil dari kata ‘alima - ya’lamu yang artinya “mengajar”.[3] Dengan demikian, guru bukan hanya orang yang memiliki ilmu pengetahuan saja, akan tetapi dia harus mengerjakannya kepada orang lain. Sejalan dengan yang dikatakan oleh al-Ghazali:
Barangsiapa yang berilmu, beramal dan mengerjakan, berarti ia merupakan orang yang disebut sebagai hamba mulia di kerajaan langit. Ia bagaikan matahari yang menerangi orang lain dan menerangi diri sendiri. Ia seperti minyak wangi yang membuat orang lain ikut harum dan mengahrumkan dirinya sendiri. Sebaliknya orang yang berilmu namun enggan mengamalkannya, bagaikan buku yang memberi manfaat, sedangkan ia sendiri sepi dari ilmu. Bagaikan batu asahan yang menajamkan tetapi ia sendiri tidak mampu memotong.[4]

            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.[5] Dalam Undang-undang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 Pasal 2, guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dam sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.[6]
            Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, guru ialah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[7] Hamzah B. Uno, menegaskan bahwa guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa yang perlu ditiru dan diteladani.[8]
            Menurut al-Ghazali, seseorang dinamai guru apabila memberitahukan sesuatu kepada siapa pun. Memang, seorang guru adalah orang yang ditugaskan di suatu lembaga untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada pelajar dan pada gilirannya dia memperoleh upah atau honorarium. Akan tetapi, di dalam beberapa risalah filsafat al-Ghazali, seseorang yang memberikan hal apa pun yang bagus, positif, kreatif, atau bersifat membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat kehidupannya yang mana pun, dengan jalan apa pun, dengan cara apa pun, tanpa mengharapkan balasan uang kontan setimpal apa pun adalah guru atau ulama.[9]
            Sedangkan menurut Sardiman A.M. guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.[10]
            Secara etimologi pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan.[11]
            Munculnya kata guru atau pendidik tidak terlepas dari kata “pendidikan”. Umumnya, kata pendidikan dibedakan dari kata pengajaran, sehingga muncul kata “pendidik” dan “pengajar”. Menurut Prof . Dr. Muh. Said yang dikutip oleh Drs. Abidin Ibnu Rusn di dalam bukunya Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, pandangan semacam itu dipengaruhi oleh kebiasaan berpikir orang Barat, khususnya orang Belanda, yang membedakan kata onderwijs (pengajaran) dengan kata opveoding (pendidikan).[12]
            Dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran di sekolah dan madrasah, guru memegang peran utama dan amat penting. Perilaku guru dalam proses pendidikan dan belajar akan memberikan pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadian anak didiknya. Oleh karena itu, perilaku guru hendaknya dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaruh baik kepada para anak didiknya. Karenanya, ada beberapa aspek perilaku guru yang harus dipahami antara lain berkenaan dengan peranan, syarat-syarat serta tugas dan tanggung jawab seorang guru.
            Guru adalah pekerja profesional yang secara khusus disiapkan untuk mendidik anak-anak yang telah diamanatkan orang tua untuk dapat mendidik anaknya di sekolah. Guru atau pendidik sebagai orang tua kedua dan sekaligus penanggung jawab pendidikan anak didiknya setelah kedua orang tua di dalam keluarganya memiliki tanggung jawab pendidikan yang baik kepada peserta didiknya. Dengan demikian, apabila kedua orang tua menjadi penanggung jawab utama pendidikan anak ketika di luar sekolah, maka guru merupakan penanggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung di sekolah karena tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru.
Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab untuk mendidik peserta didiknya secara adil (mastery learning) dan mendidik dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan nilai-nilai humanisme karena pada saatnya nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas pekerjaannya tersebut.
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
Terjemahnya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An Nisa : 58)[13]
Kompetensi adalah semua keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang sebelum mempelajari suatu pengetahuan atau bahan pelajaran pada umumnya dipengaruhi oleh program-program pendidikan dan pelatihan yang terencana dan berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya seseorang dalam mempelajari suatu bahan pelajaran tertentu. Salah satunya akan ditentukan oleh pengetahuan dasar yang diperoleh sebelumnya, selain itu keberhasilan seseorang dalam mempelajari suatu bahan pelajaran tergantung kepada tingkat kemampuan yang dimilikinya.
Kemampuan menyelenggarakan proses belajar kompetensi merupakan salah satu persyaratan utama guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini memerlukan suatu landasan konseptual dan pengalaman praktek. Hal ini dimaksudkan agar mereka mengenal dan memahami situasi nyata dalam pelaksanaan pengajaran.[14]


                [1] Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Jakarta, 1984, h. 747.
                [2] [2] Departemen Agama RI Al Qur’an dan Terjemahnya ( Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an: Departemen Agama RI,1980) h.  335.
                [3] Muhammad Yunus, op.cit., h. 227
                [4] Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, Suntingan Abu Fajar Al Qalami, Gitamedia Press, Surabaya, 2003, h. 28.
                [5] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-dua. 1991. H. 25
[6] Departemen Pendidikan Nasional RI.,Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Depdiknas, 2006), h. 30
                [7] Dep. Pend. Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, h. 288.
                [8] H. Hamzah B. Uno, Profesi kependidikan. Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2008, h. 15.
                [9] Shafique Ali Khan, Filsafat Pendidikan Al-Ghazali, Pustaka Setia, Bandung, 2005, h. 62.
                [10] Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h. 125.
                [11] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, cet. ke- IV, Kalam Mulia, Jakarta, 2005, h. 49.
                [12] Abidin Ibnu Rusd, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, h. 62.
                [13] Departemen Agama RI Al Qur’an dan Terjemahnya ( Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an: Departemen Agama RI,1980) h.  113.
[14] Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru, Algesindo, 2002), h. 8

No comments:

Post a Comment