Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Wednesday, June 8, 2011

Rasm Al-Quran


A.    Pengertian Rasm Al-Qur'an
            Rasm al-Quran yang disebut juga rasm utsmani ialah penulisan al-Qur'an oleh para sahabat dengan kaidah khusus yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Arab. Kaidah ini teringkas dalam enam kaidah;
1.    Al–Hadzf (membuang,menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’
(يَََآَ يها النا س ).
2.    Al-Ziyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hukum jama
’ (بنوا اسرا ئيل ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak di atas lukisan wawu ( تالله تفتؤا).
3.    Al-Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah berharakat sukun, ditulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya, contoh
(ائذن ).
4.    Badal (penggantian),  seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata
(الصلوة).
5.    Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan),seperti kata kul yang diiringi dengan kata ma ditulis dengan disambung (
كلما ).
6.    Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, contohnya,
(ملك يوم الدين ). Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).

B.    Susunan Ayat Dan Surah Dalam Rasm Utsmani
            Dalam Al-Itqan, As-Suyuthi mengatakan bahwa berdasarkan Ijma dan nash-nash yang ada, susunan surat dan ayat dalam al-Qur'an adalah tawqifi. Ijma' tentang urutan ayat dan surat ini telah dinukil oleh sebagian besar ulama, diantaranya adalah Az-Zarkasyi dalam kitab "Al-Burhan", dan Abu Ja'far bin Zubair dalam kitab "Al-Munasabat".
Sedangkan dari nash diantaranya adalah hadits riwayat Zaid bin Tsabit, ia berkata:
كنا نؤلفُ القرآن من الرِّقاع                                                            
"Kami menulis al-quran dari riqa', yakni mengumpulkannya untuk menertibkannya"
            Dan  banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan.
Nama surat juga tawqifi. Dalilnya ialah hadits Muslim dari Abuh Hurairah:
ان البيت الذى تقرأ فيه البقرة لا يدخله شيطان
"Sesungguhnya rumah yang dibacakan surat al-Baqarah tidak akan kemasukan syetan". (HR. Muslim)
            Ulama yang mengatakan bahwa urutan surah bukan tawqifi, tetapi hasil ijtihad para sahabat menggunakan dalil dari hadits riwayat Muslim dari Hudzaifah yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW dalam sebuah shalat pada rakaat pertama membaca surat An Nisa dan pada rakaat kedua membaca surat Ali Imran. Ini membuktikan bahwa urutan surat dalam al-Qur'an adalah hasil ijtihad para sahabat, seperti yang dikatakan al-Qadli 'Iyadl.

C.    Perbedaan Ulama Tentang Kedudukan Rasm Utsmani
            Mushaf-mushaf yang dikirim Utsman ke seluruh penjuru negeri yang disebut sebagai rasm utsmani, adalah mushaf yang wajib diikuti berdasar kesepakatan para ulama, meskipun kita tidak begitu mengerti apa hikmah dibalik perbedaan metode penulisan Rasm Utsmani dengan kaidah-kaidah penulisan dalam bahasa Arab. Hukum wajib ini bukan tanpa alasan. Menurut sebagian ulama rasm utsmani telah disepaki oleh 12000 sahabat. Kesepakatan ini menjadikan sebuah kewajiban bagi kita untuk ittiba'. Rasulullah SAW memerintahkan kita berpegang teguh terhadap sunnah beliau dan sunnah-sunnah khulafa'ur rasyidin.
            Imam Al-Baihaqi dalam kitab haditsnya "Syu'bul Iman", mengatakan bahwa hendaknya kita membaca dan menulis Al-Qur'an sesuai dengan apa yang telah ditulis para sahabat. Karena mereka lebih banyak ilmunya, lebih benar hati dan lisannya, dan lebih besar amanahnya.
            Syeikh Abduraahman bin Al-Qadli al-Magrabi mengatakan bahwa hukum menulis al-Qur'an tidak sesuai dengan rasm utsmani adalah haram. Alasan yang dijadikan dalil memperbolehkan penulisan Al-Qur'an yang tidak sesuai dengan rasm utsmani berupa ketidak mengertian kalangan awam atas rasm utsmani dan akan mengakibatkan mereka keliru dalam membaca al-Qur'an dan alasan-alasan yang lain, adalah alasan yang tidak dapat diterima karena ini bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh sebagian besar sahabat dan para ulama sesudahnya.
            Jika ditanya, mengapa kita tidak memakai mushaf Abu Bakar saja, padahal mushaf tersebut ada sebelum mushaf utsman? Jawabannya adalah bahwa mushaf Abu Bakar mengumpulkan ketujuh wajah qira'ah di mana di dalam penulisannya mengakibatkan adanya perbedaan antar satu qira'ah dengan qari'ah yang lain, untuk menghindari kerancuan. Lagi pula mushaf Abu Bakar telah sirna karena ikut tercuci saat Hafshah binti Umar ummul mukminin meninggal. Sedangkan mushaf utsman dinukil dari mushaf Abu Bakar yang hanya menuliskan satu qiraah yakni qiraah dengan dialek bahasa bangsa Quraisy.

D.    Rasm Utsmani Diantara Qira'ah-Qira'ah Yang Lain
            Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abbas, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda:
أقرأنى جبريل على حرف فراجعته فلم أزل أستزيد ويزيدني حتى انتهى إلى سبعة أحرف
"Jibril membacakan kepadaku satu huruf (bacaan) al-Qur'an lalu saya mengikutinya. Tidak henti-hentinya saya memintanya mengulangi. Dan dia mengulanginya hingga sampai tujuh (macam) bacaan". (HR. Bukhari).
Hadits ini adalah dalil bahwa Al-Qur'an memang diturunkan dengan tujuh macam qira'ah. Ketujuhmacam qiraah tadi adalah shahih berdasar pengajaran Jibril kepada Rasulullah dan ketujuh macam qiraah tadi juga disampaikan semuanya kepada sahabat.
            Sebagaimana dijelaskan di atas mengikuti rasm utsmani adalah wajib. Hukum wajib ini akan bertentangan dengan status shahih dari qiraah yang lain dan bisa mengharamkan qiraah sahih dan mutawatir lain yang tidak sesuai dengan rasm utsmani. Syeikh Muhammad Ali Ad Dlibagh mengatakan bahwa, rasm utsmani adalah salah satu rukun dari rukun-rukun ketujuh qira'ah al-Qur'an, maka setiap qira'ah sama sekali tidak bertentangan dengan rasm utsmani. Beliau menambahkan bahwa ketika seseorang menulis al-Qur'an yang di dalamnya ada qiraah yang berbeda dan harus menggunakan tulisan yang berbeda pula, maka yang harus dilakukan menulisnya sesuai dengan rasm utsmani lalu memberinya harakat atau tanda-tanda lain, sehingga ia tidak dikatakan menyalahi mushaf utsmani. Sebab yang diharuskan mengikuti rasm utsmani ialah hanya bentuk penulisan.

E.    Pendapat Ulama Tentang Status Tawqifi Pada Rasm Utsmani
            Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Sebagian mereka berpendapat bahwa rasm utsmani adalah tauqifi, dan diajarkan oleh rasulullah SAW. Hal ini berdasarkan riwayat bahwa Rasulullah membacakan ayat al-Quran di hadapan Zaid bin Tsabit untuk ditulis (imla'), seperti penulisan
واخشوني dengan menggunakan ya' pada surat Al-Baqarah dan tanpa ya' dalam surat Al-Maidah. Contoh-contoh lain banyak di dalam al-Quran, yang semuanya disaksikan sekelompok besar sahabat. Semua dasar itu membuktikan rasm al-Qur'an adalah tawqifi bukan hasil hasil ijtihad para sahabat. Alasan lain adalah sudah ditulisnya al-Qur'an sejak zaman Rasulullah SAW, meski tidak terkumpul dalam satu tempat dan urutan surat yang belum ditertibkan.
            Pendapat yang mengatakan rasm utsmani bukan tauqifi melainkan hasil ijtihad sahabat memberikan alasan sebagai berikut:
1.    Rasulullah adalah seorang ummi, tidak bisa membaca dan menulis, meskipun ini merupakan mukjizat bagi beliau.
2.    Zaid bin Tsabit tidak akan berbeda pendapat dengan sahabat yang lain pada kalimah
التابوت apakah ditulis dengan ta' atau ha' (tak ta'nits), hingga akhirnya sampai ke telinga Utsman dan beliau memerintahkan menulisnya dengan ta'.
3.    Jika rasm utsmani tawqifi, maka tidak akan terjadi perbedaan diantara mushaf-mushaf yang beliau kirim ke berbagai daerah.
4.    Jika tawqifi, maka Imam Malik tidak akan memperbolehkan penulisan al-Qur'an untuk bahan pelajaran anak-anak yang tidak sesuai dengan rasm utsmani
            Meskipun para ulama ini mengatakan demikian, bukan berarti berika meremehkan para sahabat penulis al-Qura'n, menganggap mereka telah berbuat teledor atau menganggap mereka bodoh dan tidak paham akan kaidah-kaidah penulisan bahasa Arab, seperti yang didengungkan para orientalis atau kaum Syiah yang menganggap para sahabat penulis al-Qur'an telah berkhianat dengan melakukan tahrif dan taghyir pada al-Qur'an serta membuang banyak ayat al-Qur'an diantaranya adalah ayat yang menjelaskan keberhakan 'Ali bin Abi Thalib atas kursi khalifah sesudah Rasulullah SAW. Ingatlah Allah menjamin  Al-Quran melalui firmanNya:
إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
"Sesunggunya kami telah menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya kami akan melindunginya".

F.    Usaha Ulama dalam menerjemahkan Gaya Penulisan Mushaf

            Banyak para ulama yang berusaha menerjemahkan gaya penulisan mushaf utsmani yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan arab yang baku. Banyak alasan-alasan dan hikmah-hikmah yang mereka kemukakan dibalik tulisan mushaf itu. Namun hal ini hanya sebagai penghibur dan pemanis, karena alasan-alasan dan hikmah itu diciptakan jauh sesudah para sahabat wafat, dimana mereka meninggalkan rasm yang tidak diketahui hikmahnya dan tidak dipahami petunjuknya, tanpa memandang alasan-alasan nahwiyah atau sharfiyah yang sudah tercipta.
            Diantara hikmah-hikmah itu ialah:
1.    Pembuangan alif dalam
بسم الله adalah untuk mempermudah dan meringankan, karena sering digunakan. Ada yang mengatakan bahwa karena alif dibuang maka sebagai petunjuk pembuangan alif, awal penulisan ba' dibuat panjang.
2.    Pembuangan wawu pada ayat
يمح الله الباطل berfungsi sebagai petunjuk akan cepat hilangnya kebatilah.
3.    Penambahan ya' pada
والسماء بنينها بإييد berfungsi untuk membedakan lafadz أيدي  yang bermakna kekuatan dan yang bermakna tangan.
4.    Penambahan Alif pada
لا اذبحنه berfungsi sebagai petunjuk bahwa penyembelihan tidak terjadi, seolah-olah لا dalam ayat itu adalah nafiyah.

G.    Penambahan Titik dan Harokat
            Titik dan harokat pada zaman sebelum Islam tidak dikenal, begitu pula saat munculnya rasm utsmani. Ketika agama Islam tersebar bukan hanya ke wilayah Arab saja, maka terjadi kesalahan dalam pembacaan al-Qur'an oleh orang-orang non Arab. Orang yang memprakarsai pertama kali penambahan harokat, titik, tanda waqaf dan tanda-tanda yang lain seperti yang kita kenal saat ini adalah Gubernur Mekah Al-Hajjaj Yusuf Ats Tsaqafi, gubernur dzalim pada zaman khalifah Abbasiyah Abdul Malik bin Marwan. Dialah yang telah membunuh banyak ulama dan sahabat dan menghancurkan Ka'bah.

No comments:

Post a Comment