Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Friday, June 17, 2011

Nilai-Nilai Islam Dalam Praktek Perbankan Syariah


BAB  I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
PENDAHULUAN 
Umat Islam dewasa ini, baik di Indonesia maupun di belahan dunia, yang lain sedang mengalami kegandrungan / bergairah untuk bersama – sama mengungkapkan kembali makna Islam yang sesungguhnya serta mencari jalan dan cara menterjemahkan nilai – nilai Islam Kedalam Realita Sosio ekonomi.


B. Batasan Masaalah

Praktek hukum ekonomi Syariah sebenarnya telah ada sejak ummat Islam membangun masyarakat seperti halnya jual beli, sewa menyewa, gadai, zakat, dan sebagainya. Pada umumnya di lakukan sebagai hukum diyam murni, dan belum banyak melibatkan kekuasaan Negara dalam bentuk qadhai modern, dimana terdapat lembaga penyelesaian sengketa, badan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan setiap putusun yang diambil, peraturan perundang - undangan yang jelas dan lain – lain. yang berhubungan demikian ungkapan Rifyal ka’bah dalam praktek untuk ekonomi syariah di Indonesia.
Pada acara sosialisasi UUU NO. 3 Tahun 2006 di PTA Palu pada tanggal 21 s/d 23 Mei 2007.
Terkait dengan praktek perbankan syariah dalam makalah ini akan di bahas dua permasalahan yaitu :
C. Rumusan Masaalah

1. Apa saja nilai – nilai islam yang di hadirkan sebagai landasan filosofi perbankan Syariah ?
2. Bangaimana penyelesaian jika terjadi sengketa antara perbankan syariah dan   nasabahnya ?

 D. Tujuan Penulisan
      Untuk menjelaskan kepada Masyarakat bahwa betapa pentinya Nilai-nilai Islam dalam praktek perbankan Syariah.
Sebagai bahan Rumusan dalam penyelesaian jika terjadi sengketa antara perbankan Syariah dan Nasabah.

BAB II
PEMBAHASAN PERMASALAHAN

A. Apa saja nilai – nilai Islam yang menjadi landasan filosofi perbankan syariah ?
Untuk menjawab pertanyaan ini baik di kemukakan tiga prinsip
utama nilai – nilai Islam yang dijadikan landasan filosofi bagi perbankan syariah yaitu :

a) Kejujuran ( Honesty, Ash – Shidq)
Kejujuran merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap
manusia dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam bermuamalah, kerjujuran menjadi bukti adanya komitmen akan pentingnya perkataan yang benar sehingga dapat di jadikan pegangan, hal mana akan memberikan manfaat bagi para pihak yang melakukan akad (perikatan)dan juga bagi masyarakat dan lingkungannya.
Gemala dewi memberikan perkenaan sebagai berikut :
“ jika kejujuran ini tidak di terapkan dalam perikatan, maka akan merusak legalitas perikatan itu sendiri “[1]Perintah ini sesuai dengan Firman Allah SWT, Q.S. 33 :70
Artinya :
“ Hai oroang – orang yang beriman , bertaqwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar “ Di tempat lain Gemala Dewi, menyatakan sebagai berikut :“ Shidiq adalah nilai yang lebih dari keyakinan yang mendalam bahwa Allah maha tahu dan melihat setiap tindakan manusia.
Nilai ini memastikan bahwa pengelolaan bank syariah wajib dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran”.
Dengan demikian kejujuran merupakan nilai moral yang mendasar untuk menggapai ridha Allah dalam praktek perbankan syariah.

b) Kesetaraan, Faithful ( Al Musawah )
Adanya kesamaan untuk saling mempercayai yang di tuangkan dalam suatu akad menjadi factor penentu bagi kesuksesan masing –masing pihak yang terkait dengan hak dan kewajiban sehingga tidak saling merugikan keuntungan / kelebihan kepada yang lain, ada kesediaan membentuk sesama dan mau bekerja sama.
Kesemuanya ini di landasi oleh nilai – nilai ketauhidan, Akadnya benar – benar dilaksanakan dengan rasa tanggung jawab bukan hanya dalam kaitanya dengan sesame, akan tetapi juga tanggung jawab terhadap Allah S.W.T, dan akan mendapat balasan-Ya. Tidak boleh ada upaya menzalimi orang lain.
Firman Allah Q.S. 49 : 13
Artinya :
“ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki – laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu [2] berbangsa – bangsa dan bersuku – suku supaya kamu saling kenal –mengenal.

c) Keadilan dan Kebenaran ( Justice and Equity, Al – Adialah ) Setiap akad ( Transaksi ) harus benar – benar memperhatikan rasa keadilan dan sedapat mungkin menghindari perasaan tidak adil (Dzalim ), oleh karenanya harus ada saling ridha dari masing – masing pihak.
kita tidak di perkenankan mamakan harta orang lain dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan jual beli sehingga ridha ( dalam hal ini jual beli ijarah menjadi salah satu produk primadona perbankan Syari’ah. Q.S.4 :29 .
Artinya :
“ Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu, Dijelaskan lagi oleh dosen mata kuliah perbankan syari’ah.
H. M. Arie Mooduto Pengertian suka sama suka diantaramu maksudnya dalam bentuk kesepakatan saling ridha bukan dalam bentuk maksiat kepada Allah atau menghalalkan yang haram dan sebaliknya.
Nilai – nilai moral sebagaimana tertuai diatas selanjutnya dijalankan norma dan etika dalam bermisnis secara islam. Dalam kaitan etika bisnis, Faisal Badroen mengatakan :
“ Adapun pemikiran politik islam dalam konsep etika bisnis sangat erat berat hubungan dengan Universitas ajaran islam itu sendiri dimana konsep akidah yang berawal konsep shadatain yang mengakui keesaan Allah sebagai sang pencipta, tuhan segala sesuatu dan pengaturnya, serta pengakuan terhadap Rasulullah SAW sebagai utusaNya adalah pihak yang harus di teladani dalam segala aspek kehidupanya. Artinya bahwa konsep akidah yang demikan harus di ejakan dalam potret nyata. Ibadah kepada Allah sebagai konsep interaksi horizontal. Konsep akidah, ibadah dan ahlak demikian mengatur keseluruhan hidup seorang muslim selama 24 jam, tampa membedakan antara realitas hidup pribadi ataupun publik, termaksud dunia bisnis. [3]
Digambarkan lebih lanjut oleh H.M. Amin Mooduto sebagai
berikut : [4]
b. Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi sengketa antara perbankan syari’ah dan nasabahnya ?
Bilamana terjadi sengketa atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, maka terhadap sengketa tersebut terdapat alternative dalam penyelesaiannya. Selama ini lembaga yang menangani adalah BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) yang mulai dioperasikan pada tanggal 1 Oktober 1993, lalu diganti menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (DSN ) dan KUH Perdata. Oleh karenanya sesuai dengan klausula dalam akad yang berwebang menyelesaikan setelah lembaga
Alternatif penyelesaian sengketa adalah Pengadilan Negeri.
Setelah lahirnya UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No 7 tahun 1989 tentang pengadilan agama, di dalam pasal 49 yang berwenang memriksa, mengadili dan menyelesaikannya adalah Pengadilan Negeri Menurut Gemala Dewi dalam bukunya dinyatakan sebagai berikut :
“ Penyelesaian perselisihan dalam hukum perikatan Islam, pada prinsipnya boleh dilaksanakan melalui tiga jalan, yaitu pertama dengan jalan perdamaian (Shulhu), yang kedua dengan jalan Arbitrase ( tahkim) dan yang terakhir melalui proses peradilan (Al Qadha ).5  5 Gemala Dewi , Wirdayaningsih dan Yeni Salma BArlianti , Op Cit, hal 90

1. Shulhu (Perdamaian )
Secara bahasa “Shulhu” berarti meredam pertikaian , sedangkan menurut fiqih “shulhu: adalah “ suatu jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang saling berlawanan , atau untuk mengakhiri sengketa “5
Menurut Abdul Manan dalam makalahnya :
“ Sulh “ berarti suatu jenis akad atau perjanjian untuk mengakhiri perselisihan / pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa secara damai “ [5]
Selanjutnya dikatakan ada tiga rukun yang harus dipenuhi yaitu :
ijab, qabul dan lafadz dari perjanjian damai dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Hal menyangkut subyek , harus orang yang cakap bertindak menurut hukum dan mempunyai wewenang.
b. Hal yang menyangkut obyek , berbentuk harta yang dapat dinilai atau dihargai dan bermanfaat.
c. Persoalan yang boleh didamaikan hanya dalam bentuk pertikaian harta benda yang dapat dinilai dan sebatas hanya kepada hak- hak manusia yang dapat diganti .
d. Pelaksanaan perdamaian, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
diluar sidang pengadilan atau melalui sidang pengadilan.
2. Tahkim (Arbitrase )
Tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai penengah suatu
sengketa, secara terminology berarti:
“ Pengangkatan seorang atau lebih , sebagai wasit atau juru
damai oleh dua orang atai lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan
perkara yang mereka perselisihkan secara damai “ [6]
3. Wilayah Al Qadha (Kekusaan Kehakiman )
Menurut Abdul Manan meliputi :
a. Al Hisbah
Adalah lembaga resmi Negara yang diberi wewenang untuk
menyelesaikan masalah- masalah atau pelanggaran ringan yang
menurut sifatnya tidak memerlukakn proses peradilan untuk
menyelesaikannya”[7]
b. Al Madzalim
Yaitu badan yang dibentuk oleh pemerintah untuk membela orangorang
terniaya akibat sikap semena- mena dari pembesar Negara atau
keluarganya, yang biasanya sulit untuk diselesaikan oleh pengadilan
biasa dan kekuasaan hisbah.
c. Al Qadha (Peradilan)
Al Qadha berarti memutuskan atau menetapkan, menurut istilah syara
„berarti menetapkan hukum syara‟ pada suatu peristiwa atau sengketa
untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat”
 Orang yang diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara di
pengadilan disebut Qadhi (Hakim)
Penyelesaian sengketa melalui peradilan melewati beberapa proses,
salah satu yang penting adalah pembuktian.
Adapun alat- alat bukti menurut hukum Islam meliputi :
1) Ikrar ( Pengakuan para pihak mengenai ada tidaknya sesuatu )
2) Syahadat (Persaksian )
3) Yamin (Sumpah)
4) Riddah (Murtad)
5) Maktubah (Bukti- bukti tertulis) ,seperti akta dan surat keterangan
6) Tabayyun (upaya perolehan kejelasan yang dilakukan oleh
pemeriksaan Majelis Pengadilan yang lain daripada Majelis
pengadilan yang memeriksa , misalnya perkara kewarisan harta ada
di Cilegon sedangkan perkara di adili di Jakarta Timur ) dan
7) Alat bukti bidang pidana , seperti pembuktian secara kriminologi [8]
Dalam upaya menyelesaikan sengekta berdasarkan prinsip
syariah melalui lembaga peradilan masih mengalami kendala belum
tersedianya hukum materiil yang berupa UU maupun kompilasi sebagai
pegangan hakim dalam memutus perkara, disamping masih banyaknya
aparat yang belum mengerti tentang ekonomi syariah atau hukum bisnis
Islam dan belum tersedianya lembaga penyidik khusus yang berkompeten
dan menguasai hukum Syari‟ah
Pilihan lembaga Peradilan Agama dalam menyelesaikan
sengketa ekonomi syari‟ah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana.














                                                                      BAB. III
P E N U T U P
A.    KESIMPULAN

1) Nilai - nilai Islam yang dijadikan landasan etika bisnis seperti dalam
perbankan syari’ah mepiluti kejujuran (honesty), kesetaraan (faithful) dan
keadilan serta kebenaran (justice and equity)
2) Bila terjadi sengketa perbankan syariah , maka ditempuh penyelesaian
melalui lembaga perdamaian (shuluh), Tahkim (Arbitrase ) dan lembaga
Pengadilan (Al Qadha )

B.     SARAN-SARAN
1. Agar ummat Islam terlebih para aparat penegak hokum banyak mempelajarai
dan memperdalam literature ekonomi syari‟ah agar tidak mengalami
kesulitan dalam melaksanakan tugasnya di pengadilan.
2. Agar pemerintah segera menerbitkan regulasi aturan- aturan pelaksanaan UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tentang peradilan Agama

DAFTAR PUSTAKA

Al – Qur’an dan terjemahanya
Badroen, Faizal, Suhendra 2006 , Arief Mufradeni dan Ahmad D Basori , Etika Bisnis dalam Islam , cet ke- I Jakarta : Kencana Premada Media Group , 2006
Dewi , Gemala, . Aspek- Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syari’ah di Indonesia ed I, cet 2 , Jakarta : Prenada Media , 2005
. “Wirdayaningsih dan Yeni Salma Barlianti , Hukum
Perikatan Islam di Indonesia edisi pertama, Cetakan ke I,
Jakarta: Prenada Media, 2005
Manan, Abdul “ Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ; sebuah kewenangan
Baru Agama (Makalah disampaikan dalam acara sosialisasi UU No. 3
tahun 2006 , Palu 21 s/d 23 Mei 2007 )
Mooduto , HM. Arie Bahan Kuliah Perbankan Syariah , Jakarta ; Program
Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Jakarta , 2006/ 2007
Tahir, Fatmawati, Literatur Review of law studies ( penelusuran literature hukum), Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, 2007


[1] Gemala Dewi , Wirdayaningsih dan Yeni Salma Barlianti , Hukum Perikatan
Islam di Indonesia edisi pertama, Cetakan ke I, Jakarta: Prenada Media, 2005 v, hal 37.

[2] Gemala Dewi . Aspek- Aspek Hukum dalam PErbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia ed I, cet  2 , Jakarta : Prenada Media , 2005 hal 110.

[3] Faizal Badroen , Suhendra , Arief Mufradeni dan Ahmad D Basori , Etika Bisnis dalam Islam , cet ke- I Jakarta : Kencana Premada Media Group , 2006 hal 22 Theoperation of Islamic Banks Therefore, are bassed on concepts of Honesty, Justice & Equity as praticed by the prophet (pbuh)Trade is to beConducted inA Faitful &TrusTworthy manner(Kesetian / kejujuran &Terpercaya)
4  HM. Arie Mooduto , BAhar Kuliah Perbankan Syariah , Jakarta ; Program
Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Jakarta , 2006/ 2007 The Priciples of Islamic Business comprise of Comprise of :Honesty( ketulusan )

[5] Ibid
6 Gemala Dewi , Wirdiyaningsih dan YEni Salma BArlianti , Opcit , hal 91
7  Abdul Manan , Opcit , hal 9
8 Ibid, hal 11

No comments:

Post a Comment