Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Wednesday, November 2, 2011

Hakekat Kurikulum Pendidikan

      Istilah  “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai sekarang. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Pengertian-pengertian tersebut  antara lain:
Kata “Currculae” yang berasal dari bahasa latin, artinya  jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Jadi pada waktu itu, pengertian kurikulum adalah jangka waktu yang harus ditempuh oleh seorang siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah.[1] Arti lain dalam pengertian harafiahnya yang juga berasal dari bahasa latin yakni “a little racecourse” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandiangan olah raga) yang  kemudian dialihkan menjadi “circle of instruction” suatu lingkaran pengajaran” dimana guru dan murid terlibat di dalamnya.
Istilah kurikulum kemudian digunakan untuk menunjukkan segala mata pelajaran yang pelajari dan semua pengalaman yang harus diperoleh serta semua kegiatan yang harus dilakukan anak. Akan tetapi bila dibicarakan tentang apa yang disebut “experience curriculum” atau “activity curriculum”,  maka hal itu akan menyangkut masalah metode pendidikan.[2]
Sesungguhnya apa yang disebut “experience and activity curriculum” itu, dalam pengertian modern sekarang termasuk kurikulum, bukan termasuk metode, oleh karena berkaitan dengan penemuan pengalaman dan kegiatan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Pendek kata kurikulum bukan sekedar rangkaian ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam kelas, melainkan menyangkut juga semua hal yang mempengaruhi proses belajar-mengajar.[3]
Kurikulum sebagaimana dikemukakan oleh para ahli seperti . J. Galen Sailon dan Welliam M. Alexander dalam bukunya 'Curriculum Planning for Better Teaching and Learning' menjelaskan arti kurikulum sebagai usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, halaman sekolah, atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra kurikuler. B. Othane Smith, W.O Stanley memandang kurikulum sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan remaja, agar mereka dapat berpikir dan sesuai dengan masyarakatnya. [4]
            Dari dua pendapat para ahli kurikulum di atas, di satu sisi kurikulum dipandang suatu usaha sekolah terhadap anak, sehingga kurikulum di sini diartikan secara sempit hanya sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan oleh satu institusi pendidikan dalam hal ini sekolah. Institusi pendidikan lainnya yang justru merupakan faktor terbesar dalam hal pengaruh mempengaruhi dunia pendidikan  anak sebagai individu  yakni institusi pendidikan informal sebagai lembaga pembentuk konsepsi dasar pendidikan semenjak usia pra sekolah, dan institusi pendidikan non formal sebagai lokus manifestasi sosialisasi diri individu-individu secara integralistik yang juga memiliki nilai pengaruh mempengaruhi.
Pada sisi lain, Doll menjelaskan bahwa kurikulum sudah tidak bermakna lagi sebagai rangkaian bahan yang akan dipelajari serta urutan pelajaran yang akan dipelajari siswa, tetapi seluruh pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta didik dibawah arahan dan bimbingan sekolah.[5]
            Dalam undang-undang RI tahun 2003 tentang pendidikan kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[6]
Sehingganya dapat disederhanakan dimana kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai masyarakatnya, akan tetapi mengingat kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perubahan demi perubahan secara temporer, maka akan sulitlah suatu sistem pendidikan yang hanya menghasilkan pola berpikir dan berbuat anak yang sesuai dengan masyarakatnya, tanpa memiliki nilai-nilai inovatif dan renofatif  sebagai respon anak terhadap gejala sosial dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
a.      Kebijakan Pengembangan Kurikulum
            Perubahan wewenang pengembangan kurikulum nasional ini tidak menjadikan Pusat Kurikulum kehilangan pekerjaan. Tugas Pusat Kurikulum berubah antara lain menjadi membantu sekolah untuk mampu menyusun kurikulum sekolah masing-masing. Pekerjaan ini bukan pekerjaan yang ringan karena saat ini di Indonesia ada 43.461 SD; 12731 SMP, 4499 SMA, 2655 SMK, belum termasuk Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Luar Biasa dan madrasah. Banyaknya sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia tidak memungkinkan Pusat Kurikulum membantu sekolah satu persatu. Harus ada strategi agar sekolah mampu menyusun kurikulum masing-masing.[7]
            Dengan adanya hak maupun tanggung jawab sekolah untuk menyusun kurikulum masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi dan kekhasannya maka diperlukan upaya untuk memberdayakan sekolah dan daerah agar mereka mampu memahami kebutuhan, kondisi dan kekhasan masing-masing. Harapannya adalah agar mereka dapat mengembangkan kurikulum yang mampu menjadi tulang punggung dalam meningkatkan kemampuan sumber daya manusia daerah tersebut melalui pendidikan yang berdaya saing nasional bahkan internasional sesuai dengan potensi dan kebutuhan masing-masing, baik dalam menciptakan sekolah bertaraf internasional, sekolah berbasis keunggulan lokal, sekolah mandiri maupun sekolah standar. 
b.      Diversifikasi Kurikulum
            Pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan, potensi, dan kondisi daerah maupun sekolah memerlukan penerjemahan dari pihak sekolah maupun daerah tentang mau ke mana pendidikan di sekolah maupun di daerah itu. Pemerintah pusat tidak memiliki kemampuan untuk menerjemahkan ini sehubungan dengan kompleksitas dan variasi masing-masing daerah dan sekolah. Kemampuan untuk menerjemahkan kebutuhan, potensi, kondisi daerah, dan sekolah sehingga menjadi kurikulumsekolah masing-masing harus dimiliki oleh “stakeholder” daerah dan sekolah tersebut. Kemampuan ini diharapkan mampu membuat pengembangan kurikulum sekolah terus menerus berkembang sehingga menjadi kurikulum yang sesuai untuk sekolah dan daerah tersebut. Oleh karena itu bukan hanya penyusunan kurikulum sekolah saja yang penting, tetapi kemampuan untuk melakukan pengembangan kurikulum yang terus menerus lebih penting lagi. Siklus (penyusunan, pelaksanaan, evaluasi) dalam pengembangan kurikulum untuk mencapai kesempurnaan harus berjalan baik di tingkat sekolah maupun daerah. Stakeholder di daerah dan sekolah harus tahu kurikulum macam apa yang diperlukan oleh mereka. [8]
            Adanya kondisi tersebut di atas menumbuhkan pemahaman pada Pusat Kurikulum bahwa membantu sekali saja untuk mengembangkan kurikulum awal masing-masing sekolah tidak cukup. Yang penting adalah kemampuan sekolah untuk menyusun dan melakukan perbaikan terus menerus sehingga kurikulum sekolah masing-masing menjadi sempurna. Sehingga yang diperlukan adalah pemberdayaan daerah dan sekolah agar mereka akhirnya mampu secara mandiri melakukan pengembangan kurikulum masing-masing. Mereka menjadi mampu menyusun dan mengembangkan kurikulum masing-masing dan mampu berinisiatif kepada siapa harus mencari pertolongan jika mengalami kesulitan dalam perjalanannya melakukan penyempurnaan kurikulum. Itulah pentingnya pemberdayaan sekolah dan daerah.
c.       Pemberdayaan Sekolah
            Usaha pemberdayaan sekolah dan daerah dalam pengembangan kurikulum oleh Pusat Kurikulum dilakukan melalui bantuan teknis pengembangan kurikulum, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kab/kota. Di tingkat provinsi diharapkan adanya TPK yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengembangan kurikulum sehingga mampu memberikan bantuan teknis pengembangan kurikulum kepada Tim Pengembang Kurikulum kabupaten/kota. Pemberdayaan di tingkat provinsi dikonsentrasikan pada usaha pengembangan kurikulum secara luas sampai dengan kemampuan tim untuk melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan kurikulum di daerah masing-masing. Pemberdayaan di tingkat kabupaten/kota dikonsentrasikan pada kemampuan tim untuk melakukan pendampingan pengembangan kurikulum di sekolah. Sehingga kompetensi melakukan analisis konteks untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, potensi dan kekhasan sekolah diperlukan.
            Berbagai kendala untuk mewujudkan usaha pemberdayaan daerah dan sekolah agar mampu menyusun kurikulum masing-masing selalu ada. Pada awalnya, kemampuan staf Pusat Kurikulum yang kurang memadai merupakan kendala utama. Dengan melakukan pengembangan kemampuan staf sambil memberikan bantuan teknis ke daerah mengakibatkan staf bisa belajar sambil bekerja sehingga kemampuan terasah dan terserap cepat. Ketidakstabilan pendanaan untuk sosialisasi KTSP menyebabkan Pusat Kurikulum juga mengalami pemotongan dana yang cukup besar. Akibatnya perencanaan yang telah matang dilakukan pada awalnya menjadi sangat terhambat dalam pelaksanaannya sehingga ketidakpercayaan daerah pada Pusat Kurikulum timbul. Tetapi semangat daerah yang besar dalam menyambut kurikulum baru ini menjadi obat yang sangat mujarab bagi Pusat Kurikulum untuk berbuat yang terbaik bagi terlaksananya pendidikan yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan, potensi dan kekhasan daerah.
            Sampai saat ini dari hasil monitoring yang telah dilakukan oleh Pusat Kurikulum sebagian besar daerah telah memulai melaksanakan KTSP. Walaupun sebagian besar dari sekolah melaksanakan masih adopsi atau adaptasi dari model kurikulum yang ada. Diharapkan dengan bantuan teknis pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh berbagai pihak akan semakin mematangkan sekolah dan daerah tentang konsep dan filosofi KTSP sehingga mendorong mereka untuk menyusun KTSP sesuai dengan kondisi masing-masing.
            Semakin kuat keyakinan tentang perlunya penyusunan kurikulum sekolah yang mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dan disesuaikan dengan kebutuhan, potensi dan kekhasan sekolah masing-masing ketika saya datang di dua SMP yang berdekatan. Meskipun dua SMP ini berada di lingkungan yang berdekatan tapi ternyata kondisi muridnya sangat berbeda jauh. SMP A mempunyai peserta didik yang hampir seluruhnya datang dari kalangan menengah ke atas dengan prestasi belajar tinggi. Semua ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Sedangkan SMP B mempunyai peserta didik yang sebagian besar datang dari kalangan sosial ekonomi yang kurang beruntung sehingga bagi mereka segera lulus SMP dan bekerja untuk memperoleh penghasilan adalah tujuan utama bersekolah. Masing-masing sekolah tersebut akan menyusun kurikulum yang sangat berbeda. SMP A akan menfokuskan pada pelajaran dengan higher order thinking yang memungkinkan peserta didik memiliki cara berpikir akademis yang tinggi supaya mampu masuk perguruan tinggi. Sedangkan SMP B akan memperkaya mata pelajaran dengan kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan keterampilan-keterampilan untuk bekerja sehingga peserta didik merasa memiliki manfaat besar telah bersekolah di SMP B. Dua SMP ini harus mampu menyusun kurikulum masing-masing yang sangat berbeda. Kompetensi minimal lulusannya akan sama, tetapi kompetensi tambahannya akan berbeda. Hanya dengan melakukan pemberdayaan daerah dan sekolah untuk mampu melakukan pendampingan penyusunan kurikulum pada kondisi yang berbeda-beda inilah maka pelaksanaan diversifikasi kurikulum seperti diamanatkan UUSPN akan terjadi.[9]


REFERENSI (Ket. Footnote)

[1]  Mohon maaf Kami Tidak Dapat Menampilkan Referensinya, Silahkan Anda Masukan Link Alamat Ini Sebagai Referensinya : Contoh " Pondok Mahasiswa, JUDUL POSTING, (Online ) LINK, Diakses tanggal ...............201...,.
[2] Bila anda memang memerlukan suatu bahan materi ataupun (Tesis/Skripsi/Makalah) yang sudah jadi yang mempunyai Referensi Buku yang Jelas, Maka Silahkan Hubungi no. Hotline Kami 081340102992, namun sebelumnya dengan mentranfer uang Rp. 50.000, ke No. Rekening BRI : 5133-01-000526-50-1. Materi (Tesis, Skripsi,  tersebut akan di Format "Zip Archip" dan langsung dikirimkan ke email anda.
KEPERCAYAAN MODAL UTAMA PONDOK MAHASISWA 

No comments:

Post a Comment