Welcome to www.jamal.com
go to my homepage
Go to homepage
WELLCOME TO SITUS LO HULONDHALO

Sunday, April 7, 2013

Perbandingan antara aliran-aliran tentang konsep keadilan tuhan


1. Aliran Khawarij.
            Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di sepakati para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.[1] Kelompok ini juga kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti “golongan yang mengorbankan dirinya untuk allahdi samping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura, nama suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan  Mu’awiyah.[2]
            Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan diri, dengan beralasan ketidak setujuan mereka  terhadap sikap Ali bin abi Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan persilisihan dan konfliknya dengan mu’awiyah bin abi sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin.
            Latar belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada  ajaran Al-Qur’an, tapi ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan al-quran adalah kafir. Dengan demikian, orang yang  melakukan tahkim dan merimanya adalah kafir.[3][
            Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik  menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh ditangan mereka.
2. Aliran Murji’ah
            Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada tuhansealin allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.[4]
3. Aliran Qadariyah
            Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan.Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qada Tuhan.[5]
            Mazhab qadariyah muncul sekitar tahun 70 H(689 M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah sehingga Aliran Qadariyah ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah, kesamaan keduanya terletak pada kepercayaan kedunya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah SWT.
            Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri. Al-Qur’an dan Hadits mereka tafsirkan berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qura’n dan Hadits, bukan sebaliknya.[6]
4. Aliran Jabariyah
            Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa. Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebutkepada Allah.[7] Dan dalam bahasa inggris disebut dengan fatalism atau predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di tentukan sejak semula oleh qada dan qadar tuhan.
            Menurut catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak sebalum agama Islam datangke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberi  kan pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebankan mereka semata-mata tunduk dan patuh kepada kehendak tuhan.
            Munculnya mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah kelahirannya pun berdekatan. Qadariyah muncul di irak, jabariyah di khurasan. Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh al-ja’ad bin dirham. Namun, dalam perkembangannya. Aliran ini di sebarluaskan oleh jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini terkadang disebut juga dengan Jahmiah.


5. Aliran Mu’tazilah
            Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata Í’tizal” yang artinya “memisahkan diri”, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka.
            Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
            Disisi lain, yang melatarbelakangi munculnya kedua Mu’tazilah diatas tidaklah sama dan tidak ada hubungannya karena yang pertama lahir akibat kemelut politik, sedangkan yang kedua muncul karena didorong oleh persoalan aqidah.[8]
6. Ahlussunah Wal- Jamaah
            Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jama’ah mengandung arti “penganut Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat beliau.
            Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2 pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah, Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagai mana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalambarisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.[9]
7. Aliran Syiah
            Secara bahasa Syi’ah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syi’ah sering di maksudkan pada kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturuan Nabi Muhammad SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya, istilah yiah ini untuk pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali (syi’ah ali), pemimpin pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad SAW.
            Para pengikut ali yang disebut syi’ah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari, Miqad bin Al aswad dan Ammar bin Yasir.[10]
            Mengenai latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affankemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Adapun menurut Watt, Syi’ah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang diatwarkan Mu’awiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali –kelak  di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.
8. Aliran Salafiyah
            Secara bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW, para sahabat, para tabi’in, dan tabitt tabi’in. sedangakan salafiyah berarti orang-orang yang mengikuti salaf.
            Istilah salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW wafat, yaitu sejak ada orang atau golongan yang tidak puas memahami al Qur’an dan hadits tanpa ta’wil, terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari ayat-ayat al-Qur’an  sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah SWT.
            Orang yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun 300 hijriah, orang yang hidup sesudah tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.[11]

B. Perbandingan Aliran Tentang Konsep Keadilan Tuhan
Kaum Asy’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan Mu’tazilah mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut aliran Asy’ariyah sendiri tidak dapat diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan-Nya, di samping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan sebagainya, juga menyatakan bahwa Ia mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya. Menurut sub sekte Murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.
Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban hanya terhadap manusia. Pendapat ini lebih dekat dengan Mu’tazilah.
            Adapun aliran yang paling mencolok dan sangat berbeda yaitu diantaranya:
            1. Aliran Mu’tazilah
            Mu’tazilah yang berperinsip keadilan Tuhan mengatakan bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkin bebuat zalim dengan memaksakan kehendak kepada hamba-Nya kemudian mengharuskan hamba-Nya untuk menanggung akibat perbuatannya, secara lebih jelas aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan sebenarnya tidak mutlak lagi. Itulah sebabnya Mu’tazilah menggunakan ayat 62 surat Al-Ahzab (33)
سنة الله فى الذين خلوا من قبل ولن تجد لسنة الله تبديلا
2. Aliran Asy ’ariyah
            Mereka percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan, yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Landasan surat al-Buruj ayat 16 
فعال لما يريد )
3. Aliran Maturidiyah
            Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban hanya terhadap manusia. Pendapat ini lebih dekat dengan Mu’tazilah.
            Adapun Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak, Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya tidak ada yang menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.Tampaknya aliran Maturidiyah lebih dekat dengan asy ’ariyah.[12]


[1] Drs. Abuddin Nata, M.A, Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf,. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995. Hal. 29
[2] Drs. H. M Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid,  Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996. Hal.
[3] Ibid. Hal. XV
[4] Drs. Abuddin Nata. Op.cit . Hal. 33
[5] Ibid.,Hal 36
[6] Drs. H. Zainuddin, Ilmu Tauhid, Jakarta:PT Rineka Cipta, 1992. Hal. 45
[7] Drs. Abuddin Nata. Op.cit . Hal. 39
[8] Drs. H. M. Yusran Asmuni. Op.cit.Hal 114
[9] DR. Abdul Rozak,M.Ag. dkk . Ilmu kalam. Bandung:CV. Pustaka setia,2006. Hal. 117
[10] Ibid. 89
[11] Drs. H.M. Yusran Asmuni, op. cit. Hal. 135 et seq.
[12] Drs.Abd.Rozak.M.Ag.Drs.Rosihon Anwar,M.Ag. Ilmu Kalam, .hal.182-187

1 comment:

  1. perbedaan merupakan pembelajaran akan pentingnya persatuan umat Islam. Yang jelas biar berbeda kitab yang digunakan hanya 1, Al-Qur'an

    ReplyDelete