Pages

Page

Tuesday, May 27, 2014

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Nahwu



Kebanyakan ulama berpendapat bahwa peletak pertama dasar-dasar ilmu Nahwu adalah Abu al-Aswad Zalim bin Sufyan al-Du’ali (w.69 H/688 M),[1] seorang ahli qira’ah (qiraat) dari Basra. Ilmu Nahwu lahir, tumbuh, dan berkembang di Basra, yang pada periode-periode berikutnya tersebar ke beberapa negeri Islam lainnya, seperti Kufah, Bahghdad, Andalusia, dan Mesir. Kelahiran ilmu Nahwu ini tidak dapat dilepaskan dari peranan Abu al-Aswad al-Du’ali sebagai orang pertama yang meletakkan dasar-dasar ilmu ini. Is bersama dua orang muridnya, Nashr bin Ashim dan Abdurrhaman bin Hurmuz, baru sampai pada usaha memberi harakat bagi huruf terakhir kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an dan memberi titik bagi huruf-huruf hijaiyyah (abjad) yang harus memiliki titik dalam mushaf (kitab) Al-Qur’an agar dapat dibedakan dari huruf-huruf hijaiyyah yang tidak memiliki titik.[2]
Dasar-dasar ilmu Nahwu yang telah diletakkan itu kemudian dikembangkan oleh ulama-ulama berikutnya yang juga merupakan murid-murid mereka, seperti Ibnu Abu Ishaq (w. 117 H/735 M), ulama Nahwu pertama di Basra yang telah meletakkan kaidah-kaidah Nahwu. Lalu disusul oleh dua orang muridnya, Isa bin Umar As-Saqafi (100 H/718 M) dan al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi al-Basri (175 H/791 M),[3] yang telah berusaha memperkuat kaidah-kaidah dasar sebelumnya. Al-Khalil bin Ahmad sendiri berhasil mempertajam ilmu nahwu dengan membuat kaidah-kaidah yang berhubungan dengan pembentukan (abniya), pemecahan (isytiqaq), perubahan (i’lal), dan penggantian (ibdal) dalam Nahwu, disamping memperbaiki teori ’awamil (kata-kata yang mengubah keadaan kata yang lain) dan ma’mulat (kata-kata yang berubah karena dipengaruhi oleh kata sebelumnya dan menetapkan kaidah-kaidah sama’i (berdasarkan kebiasaan dan sifat bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa ibu), ta’lil (perubahan kata yang disebabkan oleh alasan-alasan tertentu), dan qiyas (analogi bentuk kata).[4] 
Pengembanagan ilmu Nahwu ini dilakukan pula oleh murid-muridnya, diantaranya Abu Bisyr Amar bin Usman bin Qanbar yang dikenal dengan nama Imam Sibawaih. Ia telah menyusun satu buku Nahwu dengan judul Al-Kitab, yang oleh kebanyakan ulama dianggap sebagai kitab utama ilmu Nahwu (Qur’an al-Nahwi),[5] yang belum ada taranya baik sebelum maupun sesudahnya.


[1]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op.cit., h. 2
[2]ibid., h. 3
[3]ibid.
[4]ibid.
[5]ibid.

No comments:

Post a Comment